Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Haydar si Singa Pemberani yang Tak Gentar Ejekan

Sastra | Thursday, 19 Sep 2024, 09:17 WIB

Karya: Endang Fatmawati
Juara 2 Lomba Menulis Cerita Anak Bersama Leguty Media

Di tengah hutan yang rimbun, hiduplah seekor singa bernama Haydar. Dia memiliki sifat yang sangat berbeda dari singa-singa lain. Haydar lembut, pendiam, dan lebih suka menyendiri. Teman-temannya menganggapnya aneh karena dia tidak pernah mengaum dengan gagah seperti singa-singa lainnya.

Suatu hari Haydar berdiri di tepi hutan, matanya memerah dan air mata perlahan menetes ke tanah. Ia tak tahu bahwa dirinya menangis. Yang ia tahu hanyalah perasaan sakit di dadanya, seolah-olah ada sesuatu yang menekan kuat-kuat, membuatnya sesak napas.

Setiap hari, Haydar mendengar komentar dari hewan lain di hutan. “Lihat betapa lemah dia!” seru Kera.

“Singa? Lebih mirip tikus!” cemooh Serigala dengan nada mengejek.

Bahkan Burung Hantu, yang biasanya dikenal bijaksana, berbisik kepada temannya, “Haydar tak pernah bisa mengaum dengan gagah. Memalukan!”

Haydar berpikir bahwa semua hanyalah gurauan. Namun, semakin lama, terasa semakin menyakitkan. Setiap kata-kata mereka bagaikan duri yang menusuk hatinya. Setiap pandangan merendahkan dari teman-temannya membuatnya ingin bersembunyi di balik semak-semak. Haydar berpikir, “Apakah aku benar-benar seekor singa? Mungkin mereka benar, aku memang lemah.”

Ketika Haydar berjalan sendirian di dekat sungai, ia bertemu dengan seekor Kelinci kecil bernama Uswah. Uswah dikenal sebagai hewan kecil yang ramah dan baik hati. Tanpa berkata apa-apa, Uswah mendekat dan menyodorkan sebatang bunga kepada Haydar.

“Apa ini?” tanya Haydar heran, menatap bunga kecil itu dengan bingung.

Uswah tersenyum lembut dan berkata, “Kamu kelihatan sedih. Aku hanya ingin membuatmu tersenyum.”

Haydar terdiam. Ini adalah pertama kalinya ada yang mendekatinya tanpa menyindir atau mengejek. “Kenapa kamu baik padaku? Bukankah kamu mendengar apa yang mereka katakan? Mereka semua bilang aku lemah dan tak berguna.”

Uswah duduk di samping Haydar dan menatap sungai yang tenang. “Mereka salah, Haydar. Aku melihat seekor singa pemberani yang hanya belum menemukan suaranya. Kamu kuat, Haydar. Namun, kekuatanmu bukan tentang seberapa keras kamu bisa mengaum, melainkan bagaimana kamu bisa tetap baik meski diejek.”

Kata-kata Uswah menyentuh hati Haydar. Ia merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti hatinya.

“Tapi bagaimana caranya aku bisa melawan semua ejekan itu? Mereka tidak akan pernah berhenti.”

Uswah mengangguk pelan, lalu berkata dengan bijak, “Kamu tidak perlu melawan dengan amarah atau kebencian, Haydar. Cara terbaik untuk melawan adalah dengan menunjukkan bahwa kata-kata mereka tidak akan merubah siapa dirimu. Kamu adalah Haydar, singa yang baik hati dan pemberani. Tetaplah jadi dirimu, dan mereka akan lelah.”

Hari berikutnya, Haydar berjalan dengan kepala sedikit lebih tegak. Ketika Kera mulai mengejeknya lagi, Haydar hanya tersenyum dan tidak merespons. Ketika Serigala memanggilnya “tikus,” Haydar hanya berjalan dengan tenang tanpa berkata sepatah kata pun. Burung Hantu dan hewan di sekitarnya mulai bingung. Mengapa Haydar tidak bereaksi seperti sebelumnya?

Seiring waktu, ejekan itu semakin berkurang dan akhirnya berhenti. Hewan-hewan di hutan mulai menyadari bahwa kata-kata mereka tak lagi memiliki kekuatan atas Haydar. Bahkan, beberapa dari mereka mulai merasa malu karena pernah mengejek Haydar. Kera, Serigala, dan Burung Hantu pun perlahan berhenti mempermalukannya.

Tak lama kemudian, Haydar menemukan suaranya. Bukan dengan auman yang keras dan menakutkan, tetapi dengan sikap tegas menjadi singa pemberani yang tak gentar ejekan. Dia dihormati bukan karena aumannya, tetapi karena keteguhan hatinya dalam menghadapi tantangan. ***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image