![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/fc5vasyr7t-285.jpeg)
Toleransi yang Salah Kaprah
Politik | 2024-09-19 07:36:26![](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/240919073521-611.jpeg)
Oleh Fera Ummu Fersa
Aktivis Muslimah
Paus Fransiskus sebagai tokoh sentral umat katolik dunia diagendakan berkunjung ke Asia Tenggara. Dari tanggal 3-6 September 2024, Paus singgah di Indonesia, dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta tanggal 3 September 2024. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo, hingga Ketua Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia Ignasius Jonan tampak menyambut Paus. Terlihat pengamanan ketat saat Paus Fransiskus tiba. (detiknews.com)
Yang selanjutnya bertolak ke Papua Nugini, Timor Leste dan Singapura sebagai negara terakhir dalam kunjungannya. Untuk menyelesaikan lawatannya dimulai dari tanggal 3-16 September 2024.
Menarik untuk dicermati, dilansir dari laman kompas.com, 1/9/2024, Romo Thomas Ulun Ismoyo selaku Juru Bicara Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia mengungkapkan bahwa keputusan Paus Fransiskus mengunjungi Indonesia memiliki peran signifikan dalam memajukan keberagaman dan toleransi, Indonesia dipandang oleh Vatikan sebagai miniatur keberagamaan yang patut menjadi contoh bagi dunia.
Oleh karenanya Indonesia sebagai tempat pertama yang dikunjunginya. Indonesia dipandang sebagai wujud dari konsep Wasatiyatul Islam, merupakan sebuah negeri yang mampu menjaga toleransi antar umat beragama. Bahkan Pancasila dipandang sebagai wadah pemersatu antar umat beragama.
Di samping itu, Indonesia dipandang berbeda dengan Timur Tengah. Kepemimpinan Islam di Timur Tengah begitu kuat. Sedangkan di Indonesia, berimbang antara kepemimpinan Islam dan kepemimpinan agama lain seperti Kristen. Tentunya banyak pihak yang mengaminkan pandangan demikian akan Indonesia, termasuk MUI dan GP Ansor.
Dalam agenda kunjungan apostoliknya, Paus Fransiskus juga akan datang ke Masjid Istiqlal untuk melakukan dialog lintas agama. Pemimpin umat Katholik sedunia tersebut juga akan mengunjungi terowongan silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja katedral di jakarta Pusat ,bahkan saat mengunjungi masjid Istiqlal disambut dengan lantunan ayat suci Alquran disusul bacaan ayat Injil (tempo.co 5/9/2024)
Sungguh sangat disayangkan dan paradoks jika dikatakan Indonesia sangat toleran. Alih-alih mencerminkan negeri yang menghargai keberagaman, nyatanya dilansir dari halaman kumparan.com, 3/9/2024, kementerian Agama(kemenag) menyurati Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menghimbau televisi menampilkan running text saat adzan Maghrib khusus saat misa bersama Paus Fransiskus agar penayangan misa tidak terputus oleh adzan.
Padahal, siaran adzan tidak berpengaruh sama sekali terhadap jalannya misa di Gelora Bung Karno. Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara mayoritas Muslim terbesar di dunia. Toh, selama ini kumandang adzan tidak pernah mengganggu aktivitas ibadah umat lain. Hal tersebut justru seolah mencerminkan islamophobia di negeri tempat mayoritas umat Islam bermukim.
Aktivitas tersebut sangat disayangkan dilakukan oleh Muslim. Sebab, hal itu mencerminkan sinkretisme yaitu pencampuran elemen-elemen atau kepercayaan-kepercayaan yang saling bertentangan. Sinkritisme merupakan upaya untuk mencari titik temu persamaan dari semua ajaran agama. Padahal setiap agama memiliki ajaran yang berbeda. Jelas hal ini sangat berbahaya terhadap pemahaman dan akidah umat Islam. Apalagi Masjid Istiqlal merupakan salah satu simbol Islam.
Bicara masalah toleransi, sesungguhnya bagi umat Islam bukanlah sesuatu yang asing. Karena Islam dengan jelas mengajarkan kepada kita tentang sikap kita kepada mereka yang beragama selain Islam.
Sesungguhnya ada 3 prinsip toleransi dalam Islam. Pertama, tidak boleh mengatakan semua agama sama benarnya dan semua agama sama-sama mengantarkan kepada jalan keselamatan. Mengapa? Karena sesungguhnya, hanya Islam saja agama yang diridai Allah dan siapa saja yang mengimani agama selain Islam akan tertolak.
Sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Maidah 19 yang artinya "Sesungguhnya agama disisi Allah adalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh Allah sangat cepat perhitungan-Nya."
Kedua, toleransi bukanlah partisipasi, toleransi diwujudkan dengan kita membiarkan mereka merayakan hari besar mereka, membiarkan mereka menjalankan ritual keagamaannya tanpa turut serta kaum muslim berpartisipasi didalam ritual mereka.
Ketiga, toleransi jangan kebablasan. Kita harus tetap memuliakan apa yang dimuliakan Allah dan menghinakan apa yang dihinakan Allah. Allah mengatakan, Allahu muhzil kafirin, yang artinya Allah menghinakan orang-orang kafir.
Dengan demikian kaum muslim harus menunjukan jati dirinya sebagai muslim dan haram mengikuti dan menyerupai orang kafir. Rasulullah saw. bersabda yang artinya "barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka." (HR Abu Dawud, no 4031)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.