Menikmati Puisi dan Secangkir Kopi
Sastra | 2024-08-19 22:14:41Menikmati Puisi dan Segelas Kopi
===
Banyak puisi yang bisa bicara sendiri. Tak perlu interpretasi. Anda bisa menikmati strukturnya. Gaya bahasa dan nilai di baliknya.
Saya menikmati puisi sejak lama. Dengan beragam tema dan modelnya. Tapi saya menemukan dua perspektif dalam menikmati puisi.
Pertama, Makna. Yaitu cara kita mengambil nilai dari puisi itu. Atau upaya kita merasakan dan mengidentifikasi pesan si penyair. Dari sini bisa memperkaya wawasan dan pengalaman.
Sebab, kata eyang Sapardi, puisi yang baik memberikan idiom yang baru. Atau bahasa teknisnya, puisi mesti menjadi alternatif. Terkhusus di abad yang serba visual sekarang ini.
Kedua, peristiwa. Puisi bisa memediasi antarperistiwa kepada kita. Baik peristiwa imaji atau peristiwa empiris dari sudut pandang penyair. Kita bisa merasa hadir dalam peristiwa itu. Atau peristiwa itu membangun gambaran baru dalam sinapsis saraf kita.
Hal lainnya, beberapa penyair berupaya membebaskan diri dari ikatan makna kata. Dan membebaskan audiens dalam memaknainya.
Penyair ini menganggap bahwa setiap kata membawa makna dan kisahnya sendiri. Kita jumpai ini mungkin sebagian, dalam puisi sutardji dan malna.
Agaknya Rendra...berupaya mempertahankan antara nada, makna dan kata, termasuk peristiwa peristiwa di dalamnya.
Selebihnya...penyair membebaskan kita memberi makna sesuai rasa dan pengalaman kita. Persis seperti kita menikmati kopi! ===
*dalam Kumpulan Esai "Puisi dan Meditasi"
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.