Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M Alfaridzhi Ardinal

Pelangi di Senja Kota

Sastra | 2024-12-15 23:27:07
Suasana senja

Di sebuah kota yang sibuk dan penuh hiruk-pikuk, terdapat seorang pemuda bernama Rian. Dia bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan kecil di pusat kota. Setiap hari, langkahnya terhuyung-huyung, seperti membawa beban dunia. Pagi-pagi ia bergegas mengejar kereta, dan sore harinya, ia menapaki jalanan berdebu, kembali ke rumah sewaan yang sempit.
Rian tidak banyak bicara. Kehidupan sehari-harinya hanya berputar antara kantor dan rumah. Namun, setiap hari, ada satu hal yang selalu membuatnya berhenti sejenak di tengah kesibukan. Di pinggir jalan, sebuah kafe kecil dengan jendela besar menghadap ke taman. Di situlah, dia pertama kali melihat wanita itu.
Wanita itu tidak tampak istimewa. Rambutnya ikal, kulitnya sedikit gelap, dan matanya tampak jauh, seperti selalu menatap sesuatu yang tidak terlihat. Tapi ada sesuatu yang menarik di dirinya, entah itu ketenangannya atau caranya menikmati secangkir kopi sambil menulis di buku catatan kecil. Rian tidak tahu, tapi setiap kali melihat wanita itu, hatinya terasa tenang.
Hari demi hari, Rian semakin sering melintas di depan kafe itu, seolah tak ingin melewatkan kesempatan untuk melihat si wanita. Namun, ia tak pernah berani mengucapkan sepatah kata pun. Bagi Rian, melihat wanita itu cukup memberi ketenangan di tengah rutinitas yang melelahkan.
Suatu hari, saat Rian berhenti untuk menunggu lampu merah, ia melihat wanita itu duduk di meja dekat jendela. Kali ini, bukan hanya secangkir kopi yang ada di depannya, tetapi juga sebuah lukisan setengah jadi yang tampaknya baru saja digambar. Rian memandanginya lebih lama dari biasanya, dan entah bagaimana, detik berikutnya, ia sudah melangkah ke dalam kafe itu tanpa rencana apapun.
“Lukisanmu indah,” ucap Rian, mencoba membuka percakapan.
Wanita itu menoleh, dan senyum kecil muncul di bibirnya. “Terima kasih,” jawabnya dengan suara lembut. “Aku selalu merasa, bahwa setiap lukisan adalah cara untuk mengungkapkan apa yang tidak bisa diucapkan.”
Rian tersenyum canggung. “Aku sering lewat sini. Melihatmu menggambar selalu membuatku merasa sedikit lebih baik.”
Wanita itu mengangkat alis, sedikit terkejut. “Kamu merasa lebih baik hanya dengan melihatku menggambar?”
Rian mengangguk. “Ya, seperti ada pelangi di tengah hujan.”
Wanita itu tertawa kecil. “Pelangi, ya? Aku suka itu. Pelangi memang jarang muncul, tapi selalu membuat dunia terasa lebih indah.”
Mereka berbicara lebih lama lagi, dan Rian akhirnya tahu bahwa nama wanita itu adalah Sari. Ia seorang seniman yang mencari kedamaian melalui lukisan, dan seringkali duduk di kafe itu untuk mencari inspirasi. Rian merasa nyaman dengan Sari, dan mulai mengunjungi kafe itu lebih sering, hanya untuk berbicara atau sekadar melihatnya menggambar.
Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka berkembang. Rian mulai belajar banyak tentang seni dan cara Sari memandang dunia. Ia menemukan bahwa di balik kebisingan kota dan rutinitas yang membosankan, ada banyak keindahan yang sering kali terlewatkan. Dan di sisi lain, Sari mulai menyadari bahwa tidak ada yang salah dengan mencari kedamaian di tengah dunia yang penuh kegelisahan.
Suatu sore, saat matahari hampir tenggelam di balik gedung-gedung tinggi, Rian duduk di kafe itu, menatap lukisan Sari yang kini penuh warna. Ia tersenyum. Hari-harinya tak lagi hanya dipenuhi dengan kerja keras dan kelelahan. Ada pelangi dalam hidupnya, yang setiap kali muncul, memberikan warna baru dan kebahagiaan yang tak terduga.
“Terima kasih,” kata Rian, tak hanya untuk lukisan itu, tapi juga untuk setiap momen yang telah membawa mereka bersama.
Sari menoleh, senyumnya lebih lebar dari biasanya. "Kamu tahu, kadang pelangi muncul saat kita tidak mencarinya. Tapi ketika kita menyadari kehadirannya, hidup kita berubah."
Dan di senja itu, di tengah gemuruh kota, mereka berdua menemukan warna yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image