Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Hatta Abadimas Pratama

Unpam Menghadirkan Ulama Cholil Nafis di Seminar Keagamaan

Agama | 2024-07-10 22:47:45

Pada tanggal 27 Juni 2024, Lembaga Kajian Keagamaan Universitas Pamulang menyelenggarakan kegiatan seminar nasional keagamaan dengan mengusung tema “Agama dan Ilmu Pengetahuan: AI antara Kemajuan Teknologi dan Kemunduran Akhlak”. Kegiatan ini dilaksanakan di Auditorium Darsono Universitas Pamulang Kampus II Viktor dengan menghadirkan 2 (dua) orang narasumber yaitu Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, M.Sc (Ketua LAPAN RI 2014-2021) dan Kh. Muhammad Cholil Nafis, Lc., S.Ag., M.A, Ph.D (Ketua MUI Pusat Bidang dakwah dan Ukhuwan)

Kegiatan seminar nasional keagamaan ini dimulai dengan pembukaan yang dimeriahkan oleh mahasiswa-mahasiswi Universitas Pamulang yang berprestasi di bidang seni musik dan juga berbagai tarian Nusantara, lalu dilanjutkan dengan laporan ketua pania. Kegiatan ini dihadiri oleh Keluarga Besar Yayasan Sasmita Jaya, Jajaran Rektor, Dosen dan Mahasiswa-Mahasiswi Universitas pamulang, serta Ketua LKK Universitas Pamulang.

Di dalam "Seminar Nasional Keagamaan”, Narasumber membahas AI antara kemajuan teknologi dan kemunduran akhlak hubungan kompleks antara teknologi AI yang merajalela, khususnya kecerdasan buatan (AI), dan Islam. Pertemuan antara teknologi Artificial Intelligence dan ajaran agama saat ini menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi umat Muslim.

Munculnya AI telah membuka jalan baru untuk menafsirkan dan memahami teks-teks keagamaan, termasuk Al-Quran. Namun, Narasumber menekankan bahwa kemajuan teknologi ini harus didekati dengan hati-hati. Meskipun AI dapat menawarkan perspektif baru dan memodernisasi pendekatan terhadap teks-teks keagamaan, ada risiko kesalahpahaman dan kebingungan jika tidak dibimbing dengan benar. Narasumber menekankan bahwa sumber-sumber pengetahuan agama harus tetap jelas dan valid, dan penggunaan logika serta interpretasi oleh ulama yang berkualifikasi sangat penting.

Salah satu kekhawatiran utama yang diangkat adalah potensi AI untuk melewati aturan dan praktik keagamaan tradisional. Narasumber juga memperingatkan agar tidak terlalu mempercayai interpretasi yang dihasilkan AI, menekankan pentingnya bimbingan dan persetujuan dari otoritas agama yang diakui. Kehati-hatian ini berasal dari pemahaman bahwa AI, meskipun memiliki kemampuan, tidak memiliki empati dan pemahaman mendalam yang dimiliki manusia dalam menafsirkan teks-teks keagamaan.

Narasumber juga menyinggung penggunaan AI di lingkungan akademis, khususnya dalam kaitannya dengan studi agama. Meskipun AI dapat menjadi alat yang kuat untuk penelitian dan analisis, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang orisinalitas dan keaslian dalam penelitian. Masalah plagiasi dibahas, dengan narasumber mencatat bahwa AI terkadang dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi plagiasi, yang menimbulkan kebingungan dan kontroversi. Hal ini menegaskan perlunya pedoman yang jelas dan pertimbangan etis dalam penggunaan AI dalam konteks akademis dan keagamaan.

Integrasi pendidikan agama dengan pendidikan sekuler juga menjadi topik pembahasan. Pembicara mengeksplorasi potensi penggunaan AI dalam memfasilitasi pendidikan agama dan menjawab pertanyaan-pertanyaan keagamaan. Namun, ia menekankan perlunya kehati-hatian dalam memastikan keaslian dan akurasi jawaban yang dihasilkan AI. Peran komunitas intelektual dan keagamaan dalam membimbing generasi berikutnya melalui teknologi ini disoroti sebagai hal yang sangat penting.

Poin yang disampaikan oleh narasumber selama seminar adalah pentingnya menjaga keseimbangan antara keyakinan agama dan kemajuan teknologi. narasumber menekankan dan menegaskan bahwa AI tidak boleh digunakan dengan cara yang membahayakan atau menindas orang lain, dan bahwa nilai-nilai agama harus dijunjung tinggi bahkan ketika teknologi diadopsi. Keseimbangan ini dipandang penting dalam menjaga integritas ajaran agama sambil memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pemahaman dan praktik.

Narasumber juga mendalami hubungan antara Al-Quran dan sains, mengusulkan bahwa meskipun kebenaran Al-Quran tetap konstan, interpretasinya dapat berkembang seiring kemajuan ilmiah. Ia memperkenalkan konsep penggunaan AI untuk membantu mengintegrasikan dan memperluas interpretasi ilmiah Al-Quran. Pendekatan ini mengakui bahwa sains, yang bersifat relatif, dapat berubah, tetapi juga dapat memberikan wawasan berharga dalam memahami ayat-ayat Al-Quran.

Untuk mengilustrasikan poin ini, narasumber merujuk pada tantangan yang disajikan dalam Surah Ar-Rahman tentang menjelajahi langit dan bumi. Ia merenungkan bagaimana kemajuan teknologi, seperti satelit dan eksplorasi ruang angkasa, telah memungkinkan manusia untuk mempelajari lebih banyak tentang alam semesta, sejalan dengan ajakan Al-Quran untuk menjelajah. Narasumber memberikan contoh ilmuwan bersejarah yang menemukan benda-benda langit dan menjelaskan bagaimana pemahaman modern tentang gravitasi dan mekanika orbital sejalan dengan deskripsi Al-Quran.

Diskusi diperluas ke aplikasi praktis dari kemajuan ilmiah ini, seperti penggunaan satelit untuk GPS dan eksplorasi ruang angkasa. Narasumber menjelaskan bagaimana satelit diluncurkan ke orbit menggunakan gaya gravitasi, menghilangkan kesalahpahaman umum tentang penggunaan bahan bakar terus-menerus. Ia menarik paralel antara pencapaian ilmiah ini dan dorongan Al-Quran untuk mencari pengetahuan dan memahami alam semesta.

Konsep "tujuh langit" yang disebutkan dalam Al-Quran juga dibahas. Narasumber menjelaskan bagaimana penafsir kuno mengidentifikasi ini dengan planet-planet dan benda-benda langit yang diketahui, sementara sains modern memahami langit sebagai bentangan tak terbatas dari benda-benda langit yang berkontribusi pada penciptaan alam semesta. Perbandingan ini menyoroti bagaimana pemahaman ilmiah dapat berkembang sambil tetap sejalan dengan ajaran Al-Quran.

Sepanjang seminar, narasumber secara tegas menekankan bahwa baik sains maupun Islam mendorong pemikiran dan pembelajaran yang berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya selalu kembali kepada Allah setelah memperoleh pengetahuan, menjaga keseimbangan antara eksplorasi ilmiah dan landasan spiritual.

Seminar ini juga menyinggung peran media sosial dan perpotongannya dengan AI dalam menyebarkan ajaran agama. Pembicara menyebutkan seorang influencer yang menggunakan AI untuk membaca ayat-ayat Al-Quran dan hadits, membuatnya dapat diakses oleh khalayak luas. Sambil mengakui potensi manfaat dari aksesibilitas seperti itu, Narasumber menegaskan kembali pentingnya interpretasi dan pemahaman manusia dalam masalah keagamaan.

Dalam menangani tantangan yang ditimbulkan oleh AI, narasumber menekankan perlunya orisinalitas dan keaslian dalam penelitian keagamaan. Ia menganjurkan untuk menggunakan AI sebagai alat untuk mendukung dan meningkatkan praktik keagamaan daripada mengandalkannya sepenuhnya. Pendekatan ini bertujuan untuk melestarikan kedalaman dan nuansa pemahaman keagamaan sambil memanfaatkan kemajuan teknologi.

Narasumber juga membahas pentingnya pendidikan dalam agama yang selalu berada di bawah bimbingan guru atau pemimpin spiritual. Sambil mendorong penggunaan teknologi untuk meningkatkan pembelajaran keagamaan, ia memperingatkan tentang potensi dampak negatifnya terhadap moral jika tidak dibimbing dengan benar.

kesimpulan yang bisa di ambil dari, seminar ini menyajikan pandangan yang bernuansa tentang hubungan antara Islam dan teknologi, khususnya AI. Ia mengakui potensi manfaat kemajuan teknologi dalam meningkatkan pemahaman dan praktik Islam sambil memperingatkan terhadap ketergantungan berlebihan pada AI dengan mengorbankan interpretasi manusia dan penelitian keagamaan tradisional. Pembicara menganjurkan pendekatan seimbang yang merangkul alat-alat teknologi sambil melestarikan keaslian dan kedalaman ajaran Islam. Pendekatan ini berusaha untuk menyelaraskan kebijaksanaan abadi Islam dengan lanskap teknologi yang berkembang pesat, memastikan bahwa pemahaman keagamaan tetap relevan dan mendalam di era digital saat ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image