Eksplorasi Kehidupan Suku Baduy: Menelusuri Kearifan Lokal di Desa Kanekes
Wisata | 2024-07-07 15:01:31Perjalanan kami dimulai dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pada tanggal 30 Mei 2024, hari Kamis, kelas Digital Creative Preneurship melakukan kunjungan ke Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Desa ini adalah rumah bagi suku Baduy, yang dikenal dengan kehidupan tradisional dan kearifan lokal mereka. Setelah perjalanan yang cukup panjang dan menantang, kami tiba di salah satu dari 68 kampung yang ada di wilayah Baduy. Dari jumlah tersebut, 65 kampung merupakan bagian dari Baduy Luar, sementara 3 kampung lainnya adalah Baduy Dalam.
Suku Baduy, yang sering disebut sebagai Urang Kanekes, adalah salah satu suku adat yang masih mempertahankan gaya hidup tradisional di Indonesia. Sejarah mereka berakar dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, sebuah agama asli yang mengajarkan harmoni dengan alam dan kehidupan yang sederhana. Menurut legenda, leluhur mereka berasal dari kerajaan Pajajaran, dan mereka memilih untuk mengisolasi diri di daerah pegunungan untuk menjaga tradisi dan kepercayaan mereka tetap murni dari pengaruh luar.
Kehidupan sehari-hari masyarakat Baduy mayoritas bertani. Mereka menanam padi sebagai sumber pangan utama. Selain bertani, masyarakat Baduy juga menenun kain, membuat gula aren, dan mengumpulkan madu hutan. Kehidupan mereka sangat bergantung pada musim; pada musim durian, mereka memanen dan menjual buah tersebut. Pekerjaan menenun biasanya dilakukan oleh para perempuan, yang dengan telaten menghasilkan kain tenun yang indah.
Masyarakat Baduy memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka percaya pada kekuatan alam dan menjalani kehidupan yang selaras dengan lingkungan sekitar. Kepercayaan ini tercermin dalam berbagai ritual dan upacara adat yang mereka lakukan. Salah satu upacara penting adalah Seba Baduy, di mana masyarakat Baduy melakukan perjalanan ke luar wilayah mereka untuk memberikan hasil bumi kepada pemerintah sebagai simbol kesetiaan dan pengabdian.
Dalam kepercayaan mereka, masyarakat Baduy juga sangat menghormati aturan adat yang ketat. Misalnya, mereka dilarang menggunakan teknologi modern seperti listrik dan kendaraan bermotor, terutama di wilayah Baduy Dalam. Mereka juga menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak menggunakan bahan kimia berbahaya dan mempertahankan sistem pertanian organik.
Dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, Dewi Sri merupakan dewi kesuburan, padi, dan kehidupan. Dewi Sri dipercaya sebagai penjamin kesuburan tanah dan keberhasilan panen padi, yang menjadi sumber pangan utama masyarakat Baduy. Setiap musim tanam dan panen, masyarakat Baduy mengadakan upacara adat untuk menghormati Dewi Sri, memohon berkat dan perlindungannya agar hasil panen melimpah. Cerita tentang Dewi Sri diajarkan turun-temurun di kalangan masyarakat Baduy. Menurut legenda, Dewi Sri adalah putri dari Dewa Ananta Boga, dewa ular yang tinggal di dalam bumi. Dewi Sri memberikan hidupnya untuk kesejahteraan umat manusia dengan mengorbankan diri menjadi benih padi. Oleh karena itu, masyarakat Baduy sangat menghormati Dewi Sri dan menganggap padi sebagai anugerah suci yang harus dijaga dan diperlakukan dengan penuh rasa syukur.
Perjalanan ke Baduy memberikan kami wawasan yang mendalam tentang kehidupan masyarakat yang sederhana namun penuh makna. Di tengah kemajuan zaman, suku Baduy tetap teguh mempertahankan tradisi dan kepercayaan mereka, menunjukkan bahwa harmoni dengan alam dan kehidupan yang sederhana masih dapat memberikan kebahagiaan dan ketenangan. Desa Kanekes bukan hanya sebuah tempat, tetapi juga simbol keteguhan budaya dan kearifan lokal yang patut dijaga dan dilestarikan. Kepercayaan mereka terhadap Dewi Sri sebagai simbol kesuburan dan kehidupan menunjukkan betapa eratnya hubungan mereka dengan alam dan betapa dalamnya rasa syukur mereka terhadap setiap anugerah yang diberikan oleh alam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.