Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sholihah liha

Pegadaian Syariah

Ekonomi Syariah | 2024-07-03 16:39:23

Pengertian pegadaian syariah

pengertian ārhn dalam terminologi syariah adalah menahan sesuatu karena berhak membiarkan hak tersebut dipenuhi dari sesuatu itu Maksudnya menjadikan al-Aini (barang, harta yang tidak dalam bentuk hutang ) yang memiliki nilai menurut pandangan syara’ sebagai watsiqah (pengukuhan, jaminan) utang, sekiranya barang itu memungkinkan untuk digunakan membayar seluruh atau sebagian utang yang ada.

Adapun sesuatu yang dijadikan watsiqah (jaminan) haruslah yang memiliki nilai, maka itu untuk mengecualikan al-Ain (barang) yang najis dan barang yang terkena najis yang tidak mungkin untuk dihilangkan, karena dua bentuk al-Ain ini (yang najis dan terkena najis yang tidak mungkin dihilangkan) tidak bisa digunakan sebagai watsiqah (jaminan) utang.

Pengertian Rahn Menurut para ulama

Adapun pengertian rahn menurut Imam Abu Zakaria Al-Anshary, dalam kitabnya Fathul Wahab, mendefinisikan rahn yaitu menjadikan benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan dari harta itu bila utang tidak dibayar. Sedangkan menurut Ahmad Azhar Basyir Rahn adalah menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.

Selain pengertian gadai (rahn) yang dikemukakan di atas, adapun lebih lanjut mengungkapkan pengertian gadai (rahn) yang diberikan oleh para ahli hukum Islam sebagai berikut:

1. Ulama Syafi’iyah Mendefinisikan Rahn adalah menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhidari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya.

2. Ulama Hanabilah Mengungkapkan Rahn adalah suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk dipenuhi dari harganya, bila yang berhutang tidak sanggup membayar utangnya.

3. Ulama Malikiyah Rahn adalah sesuatu yang bernilai harta (Mutamawwal) yang diambildari pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap (mengikat).

4. Ahmad Azhar Basyir Mendefinisikan Rahn adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangannya' sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang seluruh atau sebagian utang dapat diterima.

5. Muhammad Syafi'i Antonio Mendefinisikan Rahn adalah menahan salah satu yaitu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhum) atas utang/pinjaman(marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis.

Dengan Demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian Piutang Pegadaian menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 yang berbunyi:“Gadai adalah hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.Barang tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seseorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang memberi utang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo” Apabila ditinjau dari aspek legalitas, PP No.103 tahun 2000, dan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama (MUI) yang dapat dijadikan acuan dalam menjalankan pratek gadai sesuai syariah, yakni Fatwa No.25/DSN/MUI/III/2002 tentang Rahn (Gadai), yang disahkan pada tanggal 26 Juni 2002, dan Fatwa No. 26 DSN/MUI/III/2002 tentang Rahn Emas (Gadai). Memberikan kepada Perum Pegadaian legalitas yang cukup kuat untuk melakukan gadai dengan sistem syariah, walaupun gadai syariah belum diatur dalam suatu peraturan perundangan-undangan secara khusus di Indonesia.

Penulis : sholeha dari Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan bisnis jurusan Ekonomi syariah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image