Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image 33_Syarifah Nurus Shofa

Mahasiswa Alami Stres: Obat Penenang Bukanlah Solusi

Gaya Hidup | Thursday, 13 Jun 2024, 16:06 WIB

Mahasiswa di berbagai universitas seringkali menghadapi tekanan yang luar biasa. Tuntutan akademik, ekspektasi sosial, dan perubahan hidup yang signifikan selama masa studi membuat banyak dari mereka rentan terhadap stres. Dalam usaha mencari solusi cepat untuk mengatasi stres, beberapa mahasiswa beralih pada penggunaan obat penenang. Meskipun obat-obatan ini dirancang untuk tujuan medis tertentu, penyalahgunaan obat penenang di kalangan mahasiswa adalah fenomena yang semakin mengkhawatirkan dan menimbulkan berbagai konsekuensi negatif.

Obat penenang, yang juga dikenal sebagai anti depresan termasuk obat-obatan seperti benzodiazepin seperti alprazolam (Xanax), diazepam (Valium), lorazepam (Ativan), dan clonazepam (Klonopin). Selain itu, obat penenang non-benzodiazepin seperti zolpidem (Ambien) yang sebenarnya diresepkan untuk mengatasi insomnia juga dapat disalahgunakan untuk tujuan yang sama. Obat-obatan ini umumnya diresepkan untuk mengatasi kecemasan, insomnia, dan gangguan panik. Ketika digunakan sesuai petunjuk dokter, obat penenang dapat memberikan bantuan yang signifikan bagi individu yang menderita gangguan kesehatan mental. Namun, ketika dikonsumsi tanpa pengawasan medis atau dalam dosis yang tidak sesuai, obat ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

Salah satu alasan utama mengapa mahasiswa mengonsumsi obat penenang karena adanya tekanan akademik ataupun lingkungan. Tugas yang menumpuk, ujian yang mendekat, dan harapan tinggi dari diri sendiri serta keluarga sering kali menciptakan lingkungan yang sangat menekan. Mahasiswa yang tidak memiliki strategi coping stress yang efektif atau dukungan emosional yang memadai mungkin merasa bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain selain mencari bantuan cepat. Obat penenang, yang diketahui dapat memberikan perasaan tenang dan rileks dalam waktu singkat, sering kali dianggap sebagai solusi yang mudah dan efektif.

Selain tekanan akademik, faktor sosial juga berperan dalam penyalahgunaan obat penenang. Mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan kehidupan kampus, menghadapi masalah dalam hubungan pribadi, atau merasa terisolasi, mungkin menggunakan obat penenang sebagai cara untuk melarikan diri dari kenyataan. Dalam beberapa kasus, peer pressure atau pengaruh dari teman-teman yang juga menggunakan obat-obatan ini dapat memperparah situasi.

Penyalahgunaan obat penenang di kalangan mahasiswa memiliki dampak yang sangat merugikan. Secara fisik, penggunaan obat penenang yang tidak terkontrol dapat menyebabkan ketergantungan, di mana tubuh dan pikiran menjadi sangat bergantung pada obat untuk berfungsi dengan normal. Toleransi terhadap obat juga dapat berkembang, sehingga dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mendapatkan efek yang sama. Ini dapat meningkatkan risiko overdosis, yang dapat berakibat fatal.

Selain risiko fisik, ada juga dampak psikologis dan emosional. Ketergantungan pada obat penenang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk mengembangkan keterampilan coping stress yang sehat. Mahasiswa mungkin merasa tidak mampu mengatasi stres tanpa bantuan obat, yang dapat memperburuk masalah kesehatan mental mereka. Depresi, kecemasan, dan gangguan tidur dapat menjadi lebih parah seiring dengan penggunaan obat penenang yang terus-menerus.

Penyalahgunaan obat penenang juga memengaruhi performa akademik. Meskipun obat-obatan ini mungkin membantu mengurangi kecemasan dalam jangka pendek, efek samping seperti gangguan kognitif, masalah memori, dan kurangnya konsentrasi dapat mengganggu proses belajar dan penyerapan materi akademik. Akibatnya, mahasiswa mungkin mengalami penurunan nilai dan prestasi akademik yang buruk, yang semakin meningkatkan stres dan kecemasan mereka.

Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan yang komprehensif dan holistik diperlukan. Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang risiko dan konsekuensi dari penyalahgunaan obat penenang. Lingkungan kampus yang sehat juga berperan dalam mendukung kesehatan mental seperti mendorong kegiatan ekstrakurikuler yang dapat membantu mahasiswa mengurangi stres serta program-program lainnya yang mempromosikan kesehatan keseimbangan hidup. Saat ini sudah banyak kampus yang memberikan layanan konseling terkait kesehatan mental sehingga mahasiswa dapat memanfaatkan hal tersebut sebagai langkah awal pencegahan.

Dalam jangka panjang, pendekatan yang melibatkan kebijakan dan regulasi juga diperlukan. Pengawasan ketat terhadap distribusi dan penggunaan obat penenang harus diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan. Dokter yang meresepkan obat-obatan ini harus memastikan bahwa pasien, termasuk mahasiswa, mendapatkan informasi yang lengkap tentang risiko dan penggunaan yang tepat. Apoteker juga bertanggung jawab dalam penyerahan obat agar tidak bebas memberikan obat penenang tanpa resep dokter. Pemerintah dan lembaga pendidikan juga dapat bekerja sama untuk mengembangkan program pencegahan yang efektif.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image