Polemik Revii UU KPK Mengikis Independensi dan Mengancanam Integritas Hukum Indonesia!
Politik | 2024-06-10 17:36:14Perubahan terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadi topik hangat yang menyulut berbagai reaksi di masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3), Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada supremasi hukum dan ketatanegaraan yang kuat. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana revisi Undang-Undang KPK memengaruhi posisi dan independensi lembaga tersebut, serta implikasinya terhadap prinsip-prinsip konstitusional dan ketatanegaraan di Indonesia.
Independensi KPK dan Revisi Undang-Undang
Sejak didirikan pada tahun 2002, KPK telah dikenal sebagai lembaga independen yang berfungsi untuk memberantas korupsi tanpa pengaruh dari kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Independensi ini ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang KPK No. 30 Tahun 2002, yang menyatakan bahwa KPK bukan bagian dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif .
Namun, revisi terbaru terhadap Undang-Undang KPK menimbulkan kekhawatiran besar. Pasal 1 poin ke 7 dari revisi tersebut menyatakan bahwa pegawai KPK adalah pegawai negeri sipil, dan Pasal 3 menyebutkan bahwa KPK merupakan lembaga pemerintah pusat . Narasi ini menandakan bahwa KPK, yang seharusnya independen, kini berada di bawah kendali pemerintah pusat, yang membuka peluang bagi intervensi politik.
Tabrakan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi
Revisi Undang-Undang KPK tidak hanya bertentangan dengan prinsip independensi, tetapi juga bertabrakan dengan beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK dalam putusannya pada tahun 2006, 2007, 2010, dan 2011 telah menegaskan bahwa KPK harus tetap independen dan tidak boleh menjadi bagian dari lembaga eksekutif, legislatif, atau yudikatif .
Pembentukan Dewan Pengawas
Salah satu perubahan signifikan dalam revisi Undang-Undang KPK adalah pembentukan Dewan Pengawas yang memiliki kewenangan untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK . Dewan Pengawas ini terdiri dari unsur pemerintah pusat dan unsur rakyat, yang dikhawatirkan akan menambah lapisan birokrasi dan mengurangi efisiensi serta independensi KPK dalam menjalankan tugasnya .
Implikasi Konstitusional dan Ketatanegaraan
Konstitusi Indonesia menempatkan KPK sebagai lembaga independen yang bertugas untuk memastikan penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Revisi yang mengubah status KPK menjadi bagian dari lembaga pemerintah pusat bertentangan dengan semangat konstitusi dan prinsip-prinsip dasar ketatanegaraan yang menuntut adanya lembaga-lembaga independen yang bebas dari pengaruh politik.
Revisi Undang-Undang KPK menghadirkan tantangan serius bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan mengikis independensi KPK, revisi ini tidak hanya bertentangan dengan beberapa putusan MK tetapi juga mengancam prinsip-prinsip konstitusional yang mendasari sistem ketatanegaraan Indonesia. Untuk menjaga integritas dan efektivitas KPK, penting bagi semua pemangku kepentingan untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari perubahan tersebut dan memastikan bahwa KPK tetap menjadi lembaga yang bebas dari pengaruh politik dan mampu menjalankan tugasnya dengan independen dan objektif.
source pict: https://www.tagar.id/foto-aksi-demo-dukung-revisi-uu-kpk
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.