Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Realitas dan Stereotip: Kesulitan yang Dihadapi Gen Z di Zaman Sekarang

Politik | 2024-05-25 00:33:14
Realitas Gen Z di Zaman Sekarang

Generasi Z lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Gen Z seringkali mendapatkan stereotip bahwa Gen Z adalah generasi malas dan paling lemah. Banyaknya setereotip yang beredar di kalangan masyarakat tentang Gen Z adalah bahwa Gen Z merupakan generasi yang hanya ingin semuanya berjalan instan tanpa proses yang dijalani. Padahal yang sering disuarakan oleh masyarakat di luaran sana adalah Gen Z yang telah memiliki privileged dalam hidupnya. Gen Z yang kerap nongkrong di coffee shop hits terbaru sambil menikmati es kopi susu pesanannya. Gen Z yang tidak punya priveleged seringkali terlihat invisible dan jarang dibicarakan oleh masyarakat kebanyakan, padahal mereka terdokumentasi pada data negara. Fakta di lapangan juga membuktikan, kehidupan Gen Z pada saat memasuki usia dewasa merupakan kehidupan yang paling susah dari pada generasi lainnya.

Gen Z pada masa remajanya dihadapkan dengan COVID-19 yang memiliki dampak negatif yang banyak terhadap kehidupan. Pada masa COVID-19 yang memaksa remaja untuk tetap di rumah, hal tersebut membatasi semua pergerakan pertumbuhan remaja. Seperti sekolah online yang diadakan, hal tersebut sama sekali tidak efektif. Akibat dari sekolah online yang diadakan pada saat lockdown, kebanyakan remaja tidak mengerti pelajaran yang dijelaskan secara tidak langsung. Banyak waktu yang terbuang percuma dikarenakan ketidakbisaan untuk keluar rumah. Padahal, seharusnya pada masa remaja, Gen Z seharusnya bisa mendapatkan pengalaman yang banyak dan bisa mengikuti kegiatan banyak yang bermanfaat dan berguna untuk keberlangsungan hidup sehari-hari atau pun di masa depan.

Pada saat Gen Z menginjak umur untuk kuliah, mereka dihadapkan dengan biaya kuliah UKT yang pada saat ini gila-gilaan. Tingginya biaya kuliah yang tidak sesuai mengakibatkan tidak semua orang memiliki kesempatan untuk memiliki pendidikan di bangku kuliah. Berbanding terbalik dengan generasi-generasi sebelumnya yang mendapatkan biaya kuliah yang wajar, pada saat ini instansi perkuliahan justru berlomba-lomba untuk memasang tarif biaya kuliah yang tidak wajar. Lonjakan biaya kuliah yang tidak masuk akal ini disebabkan oleh generasi millenial dan boomers yang korupsi dan tidak memahami situasi ekonomi yang sedang terjadi di Indonesia. Kebanyakan dari lonjakan biaya kuliah yang terjadi dikarenakan oleh seseorang di belakang layar yang bersifat keji dan kejam yang seenaknya menaikkan biaya kuliah tanpa melihat aspek lain yang setara dengan lonjakan biaya kuliah yang dinaikkan. Kebanyakan dari orang di balik layar yang sengaja menaikkan biaya kuliah tidak paham bahwa biaya kuliah yang dinaikkan tersebut tidak sepadan dengan fasilitas perkuliahaan yang disediakan.

Setelah masa kuliah harus bertarung dengan mahalnya biaya untuk berkuliah, Gen Z pada dewasa juga sangat dirugikan, dan harus bertarung lagi menghadapi kenyataan bahwa cari kerja di sektor formal yang kian lama semakin sulit. Banyak kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh para petinggi; yang biasanya millenial dan boomers, banyak kriteria yang terlalu tinggi dan terkesan susah digapai. Banyaknya ketidakseimbangan antara jumlah pekerja dan lapangan pekerja juga bisa memicu terjadinya banyak pengangguran yang muncul di Indonesia. Susahnya Gen Z mencari kerja tidak hanya karena dari kriteria yang terlalu tinggi dan tidak masuk akal, Gen Z mendapatkan kesusahan juga dari stereotip bahwa Gen Z adalah sosok yang malas dan lemah. Tak jarang, banyak perusahaan besar lebih memilih mempekerjakan milenial dari pada mempekerjakan Gen Z yang memiliki value yang setara. Gen Z sering kali dieksploitasi dan mendapatkan kerugiaan-kerugiaan yang terjadi karena steriotip yang diciptakan oleh generasi millenial dan boomers. Kesusahan cari kerja yang merupakan diskriminasi yang dialami Gen Z juga merupakan masalah struktural. Banyaknya kondisi kerja yang disediakan merupakan kondisi yang tidak kayak dan memiliki upah murah. Tak jarang Gen Z rela bersaing dengan para senior yang sudah memiliki banyak pengalaman dan bersedia dibayar dengan upah yang murah. Dikarenakan kriteria yang tidak masuk akal yang mempersulit orang untuk melamar kerja, Gen Z akhirnya banyak yang terpaksa kerja dengan minim pengalaman dan mau tidak mau harus bisa bersaing dengan senior yang sudah banyak memiliki pengalaman di kerja lapangan.

Di tahun 2024 ini harga properti sudah melonjak fantastis. Harga properti yang kacau dan biaya hidup yang makin lama makin tinggi dan tidak stabil. Lagi-lagi, Gen Z dirugikan oleh penimbun properti yang telah lama sengaja melakukan strategi menimbun properti untuk investasi jangka panjang. Boomers dan millenial yang menimbun properti untuk investasi itu lahir di jaman uang yang tangguh, dikarenakan reserve currency masih didukung oleh emas, dan setelah puluhan tahun mendatang seperti di masa sekarang, uang pasti akan lebih cepat merosot nilainya, sehingga Gen Z mendapatkan dampak buruknya dikarenakan bahan pokok yang terlampau mahal dan barang terbatas seperti properti yang dibutuhkan lebih susah digapai jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Gen Z pada saat ini terkesan dipaksa “pasrah” untuk tunduk dengan realitas yang menyedihkan yang banyak merugikan Gen Z. Banyaknya pembicaraan yang selalu dibicarakan oleh orang-orang adalah Gen Z yang memiliki privileged, Gen Z yang sudah mendapatkan pendidikan cukup dan warisan yang turun temurun dari orang tua. Pada realita yang terjadi, Gen Z yang tidak memiliki privileged jarang sekali dibicarakan di ruang publik dan diperjuangkan haknya, padahal Gen Z yang tidak memiliki privileged, mereka lah yang paling merasakan kerugian yang harus dihadapi oleh kondisi prihatin di masa kini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image