Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nafisa Mujahida Azzahra

Transjakarta Jalur Langit

Transportasi | Monday, 29 Apr 2024, 23:45 WIB
Tangga menuju halte Transjakarta jalur langit. Sumber : dokumen pribadi.

Transjakarta jalur langit? Maksudnya bagaimana? Bus Transjakarta masa kini sudah bisa terbang? Hehe, bukan seperti itu, ya. Istilah jalur langit ini kugunakan ketika pertama kali menjajal Transjakarta dari Halte Velbak.
Kala itu, aku hendak pergi ke suatu tempat kemudian membuka google maps untuk mencari rekomendasi transportasi umum. Aku diminta untuk menaiki Transjakarta rute 13 dari Halte Velbak. Posisiku saat itu sedang di Stasiun Kebayoran. Berbekal melihat papan petunjuk yang bergelantungan di stasiun, kulangkahkan kakiku menuju Halte Velbak melalui JPO (Jembatan Penyeberangan Orang). Pikirku saat itu, Halte Velbak berada di tepi jalan raya sebagaimana halte pada umumnya. Pikiranku diperkuat ketika melintasi Halte Pasar Kebayoran Lama yang posisinya di bawah sejajar dengan jalan raya dan harus turun melalui tangga atau lift dari JPO. Pikiranku kemudian diruntuhkan ketika tiba di mesin tap kartu Halte Velbak kemudian diarahkan untuk naik eskalator. Loh, ini naik? Batinku keheranan.
Sesampainya di Halte Velbak, aku lebih terkejut lagi ketika menyadari sedari tadi yang melewati jalur langit ini benar-benar hanya bus Transjakarta. Lebih menakjubkan lagi, karena rekomendasi dari google maps mengatakan perjalanan membutuhkan waktu 20 menit, ternyata hanya kutempuh dalam 10 menit! Wah, ini sih the real jalur langit! Cepat dan mudah sekali. Mulai dari akses melalui JPO yang luas dan bersih, ada eskalator untuk naik ke halte, sampai waktu tempuh perjalanan yang singkat. Dibandingkan naik Transjakarta yang melalui jalan raya, Transjakarta yang melalui jalan layang atau yang kusebut dengan jalur langit ini, jauh lebih menguntungkan!
Kalau di Jakarta, bagiku menaiki transportasi umum merupakan sebuah kenikmatan tersendiri. Aksesnya mudah, menjangkau banyak rute perjalanan, dan jenis transportasinya pun beragam. Termasuk Transjakarta yang sedang kubahas kali ini, terbagi menjadi dua jenis. Ada Transjakarta BRT (Bus Rapid Transit) dan non BRT. Nah, untuk Transjakarta jalur langit ini, termasuk dalam kategori BRT yang mana memiliki jalur khusus dan terpisah dari kendaraan lain. Tidak hanya jalur jalan layang, BRT pada umumnya dapat dijumpai di jalan-jalan raya dengan jalur yang sudah ditandai khusus Transjakarta. Nah, untuk non BRT berarti kebalikan dari BRT alias bus Transjakarta yang melalui jalur umum, bersatu dengan kendaraan-kendaraan pribadi dan publik lain. Transjakarta non BRT ini, kalau macet, ya ikut kena macet. Berarti, Transjakarta BRT nggak kena macet? Oh, belum tentu.
Transjakarta BRT yang berada di jalan raya pun bisa kena macet. Pasalnya, orang-orang disini sangat suka menyerobot, mengambil hak orang lain. Makanya, nggak heran kalau di beberapa titik jalur khusus Transjakarta juga kena macet. Isi jalur khususnya saja, mobil-mobil dan motor-motor yang tidak sabaran. Oleh karena itu, kenapa kukatakan bahwa jalur langit itu sangat menguntungkan, ya karena benar-benar Transjakarta saja yang melintas.
Wah, enak banget, ya! Hehe, segala sesuatu pasti ada plus-minusnya. Pun dengan Transjakarta jalur langit ini. Tidak semua halte memiliki fasilitas eskalator, bahkan mungkin fasilitas eskalator ini bisa dihitung jari karena beberapa halte saja terutama halte-halte besar. Banyak halte lain justru hanya ada tangga biasa. Luar biasa sekali usaha untuk naik dan turun tangga. Ada sekitar 60-80 anak tangga yang harus dilewati. Sebenarnya, bisa saja hitung-hitung olahraga. Tapi menurutku, ini sangat tidak ramah untuk ibu hamil dan difabel, mungkin juga untuk lansia. Semoga kedepannya, Transjakarta dapat menambah dan mengembangkan fasilitas-fasilitasnya supaya bisa lebih luas menjangkau masyarakat. Oiya, semoga bisa memperluas rute juga. Hehe.
Mungkin diluar sana ada juga yang merasakan seperti apa yang saya rasakan. Senang sekali bisa terbantu oleh fasilitas jalur langit ini, walau capek naik-turun tangga yang juga melangit, hehe.
Jakarta Selatan, 29 April 2024 pukul 23.44Nafisa Mujahida Azzahra

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image