Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Qotrun Nada

Anomali Negeri Mayoritas Islam, Konten Pornografi Anak Peringkat Keempat?

Agama | Saturday, 27 Apr 2024, 20:33 WIB

Hadi Tjahjanto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) akan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani problem pornografi yang melibatkan anak-anak dan juga menjadikan anak-anak sebagai korban. Ia akan merangkul 11 kementerian/lembaga negara untuk bersinergi memberantas pornografi yang kian marak. Sinergi lintas kementerian ini akan merumuskan rencana aksi (CNN, 18/04/2024)

Pasalnya, Indonesia masuk peringkat keempat Internasional sebagai negara dengan kasus pornografi anak terbanyak. Ditemukan 5.566.015 kasus konten pornografi selama empat tahun, ini menyebabkan Indonesia menduduki peringkat kedua dalam regional ASEAN. Data ini diungkap oleh National Center for Missing Exploited Children (NCMEC). Korbannya tidak main-main, dari disabilitas, anak-anak SD, SMP, dan SMA, bahkan PAUD.

Menko Polhukam menuturkan, jumlah tersebut belum mencerminkan kondisi riil di lapangan. Sebab, tidak sedikit korban yang enggan melaporkan kasusnya karena menganggap hal ini adalah aib. Ia juga menegaskan pemerintah tengah berupaya membendung arus pornografi dengan melakukan takedown konten terkait di media sosial.

Niscaya dalam Sistem Sekuler

Masifnya kasus konten pornografi anak tidaklah lepas dari sistem kehidupan yang dianut negeri ini, yaitu sistem kehidupan yang abai terhadap nilai-nilai religius. Sistem ini meniscayakan aturan-aturan agama tidak ikut campur dalam kancah kehidupan dunia. Tidak dapat dipungkiri, negeri ini menganut sistem demokrasi sekuler, sistem kehidupan besutan tokoh yunani kuno.

Sistem demokrasi sekuler membuat orientasi pada kemaksiatan berkembang subur. Pasalnya, sistem ini menganut azas kebebasan, kebebasan dalam segala hal termasuk kebebasan membuat, menyebarkan dan mengeksploitasi pornografi selama tidak mengganggu dan merugikan orang lain. Kalaupun ada penindakan terhadap perilaku asusila ini pasti berdasarkan laporan korban, jika tidak ada pengaduan dari korban, kasus ini akan aman-aman saja.

Karakter sistem kapitalis sekuler, selama ada permintaan, apapun itu, akan terus diproduksi walau merusak generasi, termasuk pornografi yang melibatkan anak, bahkan memperoleh legalitas. Terlebih dalam kapitalisme, produksi pornografi termasuk shadow economy , ekonomi bayangan yang akan terus dibiarkan bahkan dipiara. Faktanya, tontonan di media elektronik yang mengaduk-aduk naluri biologis dibiarkan bahkan merebak karena peminatnya membludak tak peduli lagi bagaimana output generasi akibat dijejali tontonan yang merusak, yang penting produsen mendulang cuan yang tak sedikit.

Ditambah lagi rapuhnya mental generasi menyaring tontonan yang tidak layak, diperparah dengan pergaulan bebas, minuman keras, mudahnya mengakses internet dan rendahnya ketakwaan individu. lengkaplah faktor pemicu merebaknya konten pornografi, seakan ada kolaborasi antara produsen dan konsumen.

Di sisi lain, sistem ini pun tak mampu menciptakan lingkungan yang mendukung agar kejahatan termasuk kejahatan seksual tidak merajalela di masyarakat. Regulasi yang ada tidak menyentuh akar persoalan, sehingga tak mampu mengurai permasalahan yang sebenarnya. Sementara sistem sanksi di negeri ini tidak menjerakan, ibarat penyakit sudah mengalami komplikasi. Biang keroknya tentu saja kapitalisme sekuler, paham yang menomorsatukan materi dengan mengabaikan nilai-nilai ruhiyah.

Bagaimana Islam Memandang?

Islam memandang pornografi adalah kemaksiatan. Kemaksiatan adalah kejahatan yang harus dihentikan. Apalagi industri maksiat, jelas haram dan terlarang dalam Islam. Mendekati zina saja di larang dalam Islam, terlebih melakukannya dan mengemasnya menjadi konsumsi publik.

Allah SWT menyebutnya sebagai jalan yang buruk, hal ini termaktub dalam QS. Al Isra’ ayat 32, yang artinya :

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”

Ancaman Allah tidaklah main-main, faktanya hari ini dampak masifnya konten pornografi telah menjadi racun bagi generasi. Bagaimana tidak, pornografi ini bisa menimbulkan ketergantungan yang tidak tampak oleh mata dan tidak terdengar oleh telinga namun menimbulkan kerusakan otak yang permanen bahkan melebihi kecanduan narkoba. tidak ada satupun orang tua yang rela anaknya menjadi korban pornografi.

Islam hadir dengan menawarkan solusi jitu menyelesaikan kasus pornografi hingga tuntas ke akarnya. ada tiga pilar yang harus ditegakkan, pertama, ketakwaan individu, individu yang bertakwa akan mampu membentengi diri dan keluarganya dari hantaman arus pornografi. keluarga ini pun akan memproteksi anak dengan penanaman akidah sejak dini. kedua, kontrol masyarakat dengan membudayakan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Rasulullah saw. bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا، فَلْيَغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ

“Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, hendaknya ia mengubah kemungkaran itu dengan tangan (kekuasaan)-nya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, dengan hatinya. Hal demikian adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim).

ketiga, peran negara. Negara dalam Islam wajib menjaga rakyatnya dari segala perbuatan maksiat, termasuk pornografi. caranya dengan memberikan sanksi yang tegas dan menjerakan, menerapkan sistem pendidikan Islam untuk mengokohkan mental generasi, mewujudkan kesejahteraan setiap rakyatnya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, dan menegakkan syariat Islam dalam semua aspek kehidupan.

walhasil, Islam menutup semua celah merajalelanya pornografi dengan mekanisme yang sempurna. Mekanisme yang direkomendasikan oleh Sang Pencipta kehidupan, yang Maha Tahu dengan tabiat makhluk ciptaanNya. inilah mekanisme terbaik yang dapat menjadi solusi maraknya pornografi.

wallahu a’lam bisshawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image