Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Merebut Pemerintahan Lokal

Politik | Friday, 26 Apr 2024, 02:00 WIB

Praktek neoliberalisme-neokolonilisme di Indonesia sudah cukup meluas dan mendalam. Bentuk baru dominasi imperialisme-kolonialisme tidak sekedar melalui pintu negara nasional, tetapi sekarang ini sudah masuk kota-kota dan kabupaten. Melalui otonomi daerah, penetrasi modal negeri-negeri imperialis/kolonialis bisa masuk setiap jengkal tanah di republik ini.
Berbeda dengan angan-angan para penggagasnya, pelaksanaan otonomi daerah justru mendorong praktek korupsi lebih subur, penetrasi modal asing lebih kencang, dan raja-raja lokal bermunculan. Yang menjadi korban dari semua kejahatan-kejahatan itu adalah rakyat banyak, yang selama ini sudah dikesampingkan dalam proses perumusan kebijakan ekonomi-politik di tingkat lokal.

Meskipun begitu, karena kompetisi politik sudah tidak hanya terkonstrasi di pusat tapi juga mulai terjadi di lokal, maka gerakan kerakyatan punya peluang untuk mendemosntrasikan sebuah gerakan politik dalam pertarungan politik lokal dan sekaligus mengusung sebuah proposal alternatif terhadap pemerintahan tradisional/kanan konservatif.

Selama ini, intervensi kaum pergerakan dalam pemilu lokal (pilkada) masih sebatas dukungan kepada calon-calon yang mengusung program-program demokratis dan kerakyatan, tetapi belum berfikir untuk menjadi bagian dari kekuasaan itu sendiri. Biasanya itu dilakukan secara terbuka ataupun tertutup. Dalam banyak kasus, kendati calon yang diusung tadi bisa dimenangkan, tetapi tidak ada garansi pasti bahwa yang bersangkutan akan konsisten menjalankan program-programnya tadi.

Cara-cara di atas sudah tidak relevan. Tanpa masuk menjadi bagian dari kekuasaan, gerakan kerakyatan hanya akan menjadi penonton di luar, sekaligus gagal memastikan alokasi sumber-daya bisa diprioritaskan kepada rakyat marhaen. Yang terbaik adalah mengusung sebuah calon dengan menggunakan front politik bersama, yang memungkinkan satu kereta bersama dengan kandidat yang diusung, dan juga ada partisipasi luas dari berbagai sektor-sektor sosial.

Target paling minimal dari taktik semacam ini adalah masuk dalam jajaran administrasi, lalu menempati jabatan-jabatan yang berhubungan dengan program pemberdayaan rakyat marhaen. Setidaknya, dengan kehadiran kita di situ, anggaran tersebut dapat dipergunakan untuk tujuan-tujuan pengorganisiran rakyat marhaen.

Tetapi, semua itu akan berantakan jika dikerjakan secara individual, bukan sebagai proyek bersama gerakan-gerakan rakyat. Apa yang sangat penting di sini, menurut saya, adalah keterlibatan rakyat marhaen dalam semua proses-proses politik dan perumusan kebijakan itu.

Selain itu, ketika menjadi bagian dari kekuasaan, perlu juga sebuah usaha terus-menerus untuk memerangi problem-problem tradisional seperti penyalahgunaan kekuasaan, klientelisme [hubungan yang bergantung pada relasi atau kenalan], korupsi, komunalisme reaksioner, dan lain sebagainya. Sebaliknya, kita harus menunjukkan sebuah pemerintahan yang sama sekali baru di hadapan rakyat, yaitu pemerintahan partisipatif, transparan, terbuka pada masukan atau tidak anti-kritik.

Pengalaman partai buruh di Porto Allegre, Brazil, juga Frente Amplio di Montevideo (Uruguay) dan La Causa R di Caracaz (Venezuela), merupakan contoh tentang bagaimana sebuah pemerintahan kerakyatan mengelola sumber daya dan mempergunakannya untuk kepentingan rakyat banyak. Atau, tidak usah jauh-jauh, pengalaman sejumlah Walikota dan Bupati di Indonesia, yang berhasil menampilkan cara memerintah yang memprioritaskan rakyat marhaen dalam keseluruhan kebijakan ekonomi-politiknya.

Mengambil alih pemerintahan lokal bisa melibatkan berbagai aspek, mulai dari politik hingga strategi. Penting untuk memahami proses hukum dan demokrasi yang berlaku di wilayah tersebut serta memenangkan dukungan politik dari penduduk setempat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image