Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Ingatlah Dosa Terbesar Itu

Agama | Saturday, 20 Apr 2024, 17:33 WIB

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Nak, sejatinya yang sangat Buya khawatirkan dari dirimu adalah tentang dosa terbesar itu. Dosa yang jika terbawa mati dan tidak sempat tertobati, maka tidak akan pernah terampuni. Dosa yang menjerumuskan manusia ke jurang neraka terdalam. Dosa yang meski dunia dan seisinya dijadikan tebusan ditambah lagi dengan semisalnya, niscaya sekali-kali tidak akan pernah diterima. Dosa terbesar itu adalah syirik. Menyekutukan Allah dengan sesuatu. Menjadikan sesuatu sebagai tandingan bagi Allah.

Nak, camkanlah olehmu, syirik adalah seburuk-buruk dan seberat-beratnya dosa. Inilah dosa dan kezaliman paling dimurka. Karena itu, Buya ingin berpesan kepadamu dengan pesan Luqman kepada anak-anaknya,

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang sangat besar.’” (QS. Luqman [31]: 13).

Mengapa syirik disebut kezaliman yang sangat besar? Zalim bermakna menempatkan sesuatu tidak pada tempat semestinya. Orang musyrik berbuat kezaliman yang sangat besar karena menempatkan sesuatu yang rendah sebagai tandingan bagi Allah Yang Mahatinggi, Mahaagung, Mahasempurna.

Pikirkan olehmu, nak, jika kau membandingkan seorang anak TK dengan seorang profesor dari sisi intelektual, apakah ini perbandingan yang wajar? Sama sekali tidak wajar. Ini contoh menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

Jika dalam perspektif kemanusiaan saja, membandingan seorang anak TK dengan seorang profesor sebagai satu hal yang tidak pada tempatnya. Apatah lagi menyandingkan sesuatu dengan Allah sebagai tandingan. Sungguh, ini merupakan kezaliman yang teramat besar. Bagaimana mungkin Allah Yang Mahaperkasa dan Mahaagung disandingkan dengan makhluk-Nya yang hina dan rendah? Ini teramat zalim.

Nak, jika kau telah memahami beratnya dosa syirik, maka sedaya upaya jauhilah dosa terbesar ini. Pelajari dan milikilah ilmu agama agar kau memahami perangkap-perangkap setan dalam menjebak manusia pada kesyirikan. Ketahuilah nak, setan tidak akan langsung menggoda orang beriman pada kesyirikkan. Dia akan menggoda secara bertahap dan berproses. Setan itu ulet, mahir, licik, dan detail. Ia setia mengintai manusia di tikungan terakhir saat lengah.

Al-Qur’an menerangkan, “Wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah. Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah dia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir [35]: 6 – 7).

Maka, perhatikan olehmu nak, tahapan setan menggoda manusia. Setan menyadari bahwa tidak mudah menyesatkan seorang mukmin sampai ia berbuat syirik. Karena itu, setan melakukan pentahapan dalam menggoda dan menyesatkan seorang mukmin.

Pertama, setan akan berusaha menggoda seorang mukmin untuk berbuat syirik, mempersekutukan Allah dengan sesuatu. Kalau langkah ini gagal, maka setan akan melakukan langkah kedua, yaitu menggoda seorang mukmin agar berbuat dosa besar, seperti membunuh, berzina, meminum minuman keras, dan durhaka kepada orangtua.

Kalau langkah ini gagal, setan melakukan langkah ketiga, yaitu menggoda seorang mukmin untuk berbuat dosa yang levelnya di bawah dosa besar. Jika langkah ini masih gagal, maka setan melakukan langkah keempat, yaitu menggoda seorang mukmin agar melakukan hal yang sia-sia. Boleh jadi perbuatan itu tidak menimbulkan dosa. Akan tetapi, sudah pasti juga tidak mendatangkan pahala, sehingga dia rugi waktu.

Jika langkah ini masih gagal juga, maka setan melakukan langkah kelima, yaitu menghalangi seorang mukmin melakukan ibadah dan perbuatan yang besar pahala dan manfaatnya, lalu mengalihkannya ke perbuatan yang kecil manfaatnya. Ketika tingkatan yang paling ringan telah berhasil menjerat manusia, maka setan akan meningkatkan rayuannya sedikit demi sedikit, sehingga tujuan utamanya tercapai.

Pada masa Bani Israil, setan berhasil menggoda dan menyesatkan seorang ahli ibadah sampai ia berbuat zina, membunuh, dan kafir.

Wahab bin Munabbih (sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu al-Jauzi) menceritakan bahwa pada masa Bani Israil, ada seorang Abid (ahli ibadah) yang masyhur. Selain beribadah, Abid juga mengajak orang-orang di kampungnya agar taat beribadah kepada Allah. Hal ini membuat setan gusar. Ia tidak rela manusia taat beribadah kepada Allah.

Beragam cara dan strategi digunakan setan untuk menggoda Abid. Namun, selalu kandas di tengah jalan. Upaya setan untuk menggoda dan menyesatkan Abid selalu berakhir dengan kegagalan. Justru Abid semakin taat beribadah kepada Allah. Setan pun pusing tujuh keliling. Ia memutar otak bagaimana caranya menggoda dan menggelincirkan Abid.

Sementara itu, di ujung kampung tinggallah empat bersaudara. Tiga orang laki-laki, dan yang termuda adalah seorang perempuan berparas cantik. Tiga saudara ini tengah bingung. Mereka mendapat panggilan untuk berangkat ke medan perang karena berstatus prajurit.

Namun, mereka bingung dengan nasib adik perempuannya. Jika dititipkan ke orang kampung, siapa orang yang bisa dipercaya. Akan tetapi, jika diajak serta ke medan perang, justru kondisinya akan lebih buruk lagi. Bagaimana jika adiknya tertawan oleh musuh. Di tengah kebingungan mereka, setan membisikkan ke hati tiga saudara itu agar menitipkan adiknya ke Abid. Tentulah Abid bisa dipercaya menjaga adiknya.

“Oh iya, kenapa kita bisa nggak ngeh. Di kampung kita ‘kan ada seorang Abid yang saleh dan wara (menjaga diri dari hal-hal tercela dan syubhat). Kita titipkan saja adik kita ke Abid itu,” usul saudara tertua.

“Oh iya betul. Saya setuju. Kita titipkan adik kita ke Abid saja,” sambung saudara ketiga.

“Ya, saya juga setuju,” ujar saudara kedua.

Akhirnya, mereka berangkat menuju rumah Abid untuk menitipkan adiknya. Sesampainya di rumah Abid, saudara tertua mengutarakan maksud mereka menitipkan adiknya. Namun, Abid menolak tegas. Ia tidak bersedia menerima amanah itu.

“Wahai Abid, jika engkau tidak bersedia, kepada siapa lagi adik kami ini dititipkan. Kami lebih percaya menitipkan adik kami kepada engkau. Bisa saja kami titipkan kepada salah seorang warga kampung ini. Namun, jika mereka tidak amanah dan terjadi sesuatu dengan adik kami, tentulah engkau juga ikut bertanggung jawab. Karena, engkau menolak adik kami dititipkan kepadamu, sehingga kami terpaksa menitipkan adik kami kepada orang yang belum tentu bisa dipercaya,” terang saudara tertua.

Abid bimbang. Di satu sisi ia tidak mau membuka celah masuk setan, tapi di sisi lain ia juga merasa bertanggung jawab terhadap nasib gadis itu. Akhirnya, Abid memutuskan menerima gadis itu untuk tinggal di tempatnya.

“Baiklah. Saya bersedia menerima amanah ini. Adikmu bisa tinggal di pondokan di depan pondokkan saya. Saya bisa mengawasi adikmu dari jendela pondokan saya,” ujar Abid.

Maka, ketiga saudara itu menitipkan adik perempuannya kepada Abid. Mereka pun berangkat ke medan perang dengan perasaan lega. Karena, adiknya berada dalam penjagaan dan pengawasan Abid.

Abid mengatur segala keperluan gadis itu dengan sebaik-baiknya agar tidak timbul fitnah. Jika waktu makan tiba, Abid meletakkan sepiring makanan dan segelas minum di depan pintu pondokannya. Lalu, Abid memanggil gadis itu bahwa makanan sudah siap. Gadis itu pun membuka pintu dan keluar mengambil makanan dan minum yang diletakkan Abid di depan pintu pondokannya. Hal ini berlangsung sekian waktu.

Setan yang sejak awal geram kepada Abid, memanfaatkan situasi ini untuk menggoda dan menyesatkan Abid.

Setan membisikkan dalam hati Abid, “Sebaiknya makanan itu tidak kau taruh di depan pintu pondokanmu. Bagaimana jika saat gadis itu keluar mengambil makanan terlihat oleh laki-laki yang tidak baik? Hal ini bisa mendatangkan bahaya bagi gadis itu. Lebih bagus dan berpahala jika engkau meletakkan makanan dan minum untuk gadis itu di depan pintu pondokan gadis itu. Kaulah yang keluar dan meletakan di sana. Itu lebih menjaga keselamatan gadis itu.”

Abid mencoba mencerna bisikan yang muncul dalam hatinya. “Rasional juga. Memang sebaiknya begitu,” begitulah pikir Abid. Ia lupa bahwa itu adalah bisikan setan yang sedang mencari jalan untuk menggoda dan menyesatkan dirinya.

Maka, setiap kali waktu makan tiba, Abid keluar dari pondokannya dan meletakkan makanan dan minum di depan pintu pondokan gadis itu. Ia kembali ke pondokannya, lalu memberitahukan gadis itu. Kemudian, gadis itu tinggal membuka pintu dan mengambil makanan itu. Hal ini berlangsung sekian waktu.

Setan yang licik benar-benar tekun dan sabar menjalankan rencananya dalam menggoda Abid. Setan membisikan dalam hati Abid, “Rasanya kurang baik juga meletakan makanan itu di depan pintu pondokan gadis itu. Bagaimana jika ada binatang yang memakan makanan itu. Tentulah menjadi mubazir. Lebih baik dan berpahala jika kau mengetuk pintu pondokan gadis itu dan memberikannya langsung kepada gadis itu. Hal ini lebih baik dan berpahala.”

Abid kembali termakan hasutan setan. Ia tidak menyadarinya. “Iya juga ya, kalau ada binatang yang memakan makanan itu tentunya makanan itu menjadi mubazir dan gadis itu tidak mendapat jatah makan,” pikir Abid.

Maka, ketika waktu makan tiba, Abid mengantarkan makanan itu ke pondokan gadis itu, mengetuk pintunya dan menyerahkan langsung ke gadis itu. Saat menyerahkan makanan itu, secara tidak sengaja Abid memandang gadis jelita itu meski sesaat. Hal ini berlangsung sekian waktu.

Setan pun kembali melancarkan aksinya. Setan benar-benar licik. Ia perlahan-lahan menjalankan strateginya. Secara sepintas apa yang dilakukan Abid itu wajar, tetapi sesungguhnya inilah perangkap setan yang siap menjerat Abid.

Setan membisikan dalam hati Abid, “Kasihan gadis itu. Kesepian tinggal sendirian di pondokan sekian lama. Sementara, kakak-kakaknya masih lama kembali dari medan perang. Ia bisa jenuh dan frustasi. Kalau sampai frustasi, ia bisa melakukan sesuatu yang merugikan dirinya sendiri. Sesekali ajaklah dia mengobrol, sekadar untuk mengusir kejenuhan.”

Abid memikirkan bisikan yang berhembus di dalam hatinya. “Rasional juga. Sudah lebih dari dua bulan ia berada di sini. Ia bisa merasa jenuh dan frustasi. Aku tidak mau dimintai tanggung jawab kalau gadis itu melakukan suatu hal yang merugikan dirinya. Memang ada baiknya juga sesekali aku mengajaknya mengobrol,” begitulah jalan pikiran Abid. Sepertinya jalan pikiran Abid mulai bisa dipengaruhi setan.

Maka, sesekali Abid berkunjung ke pondokan gadis itu dan mengajaknya mengobrol. Abid tidak sadar jika di pondokan itu ia hanya berdua dengan gadis itu. Itu artinya, yang ketiga adalah setan. Hal ini berlangsung sekian waktu. Abid terlihat akrab setiap kali mengobrol dengan gadis itu.

Sampai suatu ketika, saat Abid sedang mengobrol dengan gadis itu, setan membisikan jurus mautnya, “Hai Abid, lihatlah gadis itu. Cantik jelita bukan?! Perhatikan mulai dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Apakah kau tidak tertarik kepadanya. Di pondokan ini hanya ada kau berdua. Manfaatkan;ah kesempatan ini.”

Setan menyerang Abid bertubi-tubi. Di tambah lagi situasi yang memungkinkan untuk melakukan perbuatan nista itu.

“Kau tenang saja. Gadis itu tidak akan cerita apa-apa kepada kakaknya. Masalah dosa, kau bisa bertobat. Kau sendiri ‘kan tahu Allah Maha Pengampun,” setan terus menghasut Abid agar melakukan perbuatan nista.

Akhirnya, iman Abid goyah. Akalnya pun sudah terbutakan oleh nafsunya yang mulai naik. Perbuatan nista itu pun terjadi. Abid menggauli gadis itu. Setan tertawa merayakan kemenangannya. Namun, setan belum puas. Ia ingin Abid jatuh ke jurang dosa lebih dalam lagi. Kali ini setan menakut-nakuti Abid.

Setan membisikkan dalam hati Abid, “Kau telah berbuat dosa besar. Mungkin kau bisa saja bertobat kepada Allah, tapi bagaimana dengan gadis itu. Apakah kau percaya ia tidak akan cerita kepada kakak-kakaknya. Tidak mungkin. Cepat atau lambat gadis itu pasti menceritakan kejadian nista itu kepada kakak-kakaknya. Jika sampai terjadi demikian, habislah riwayatmu. Reputasimu hancur. Lebih dari itu, orang sekampung akan menghukum kamu. Lebih baik kau bunuh saja gadis itu agar rahasiamu tidak terbongkar.”

Abid merasa kalut. Pikiran dan bisikan jahat terus berlalu lalang dalam hati dan pikirannya. Ia gelisah memikirkan nasibnya. Sementara, setan terus menghasut Abid agar membunuh gadis itu.

“Kau tenang saja. Dengan membunuh gadis itu masalah akan selesai. Tidak ada yang tahu kaulah pembunuhnya. Jika kakak-kakaknya tiba dari medan perang dan menanyakan adiknya, katakan saja adiknya sakit keras dan akhirnya meninggal dunia,” hasut setan.

Abid mulai goyah. Hatinya yang keruh dan pikirannya yang kalut membuatnya tidak dapat berpikir jernih. Akhirnya, ia menuruti bisikan jahat yang dihembuskan setan. Abid membunuh gadis itu dan menguburkannya di pintu belakang pondokan. Tidak ada orang yang mengetahui hal ini. Setan kembali merayakan kemenangannya. Ia berhasil membuat Abid melakukan dosa besar lagi.

Sekian waktu berlalu, kakak-kakak gadis itu telah menunaikan tugasnya. Mereka pun kembali ke kampungnya untuk menjumpai adik bungsunya yang sudah sekian bulan ditinggalkannya. Tiga saudara itu langsung menuju pondokan Abid. Mereka menanyakan adik perempuannya yang dititipkan kepada Abid.

Abid menyampaikan kepada kakak-kakak gadis itu bahwa adiknya sakit keras dan akhirnya meninggal. Abid juga mengantar mereka dan menunjukkan kuburan gadis itu. Dengan perasaan sedih yang mendalam, tiga saudara itu memanjatkan doa untuk adiknya. Setelah itu, mereka berpamitan kepada Abid. Mereka tidak curiga kepada Abid. Karena, reputasi Abid yang dikenal sebagai ahli ibadah yang wara.

Sementara itu, setan merasa belum puas memperdaya Abid. Kali ini setan melancarkan aksinya. Setan membisikkan prasangka dalam hati tiga saudara itu. Setan menghembuskan ke hati dan pikiran tiga saudara itu, “Apakah kau percaya begitu saja kepada ucapan Abid. Bukankah sewaktu dititipkan kepada Abid, adikmu dalam keadaan sehat. Mungkinkah ia mendadak sakit keras? Rasanya tidak demikian. Mungkin saja ada sesuatu yang dirahasiakan Abid.”

Pikiran tiga saudara itu terpengaruh oleh bisikan setan itu. Mereka menduga-duga apa sebenarnya yang terjadi dengan adiknya. Setan kembali menanamkan kecurigaan kepada tiga saudara itu, “Mungkin saja Abid tergoda oleh pesona kecantikan adikmu. Ia tidak kuat menahan diri. Lalu, adikmu diperkosa oleh Abid. Untuk menutupi aib, Abid membunuh adikmu agar aibnya tidak terbongkar.”

Begitulah setan menghasut tiga saudara itu dengan menanamkan prasangka dan kecurigaan. Tiga saudara ini terpengaruh. Mereka curiga kepada Abid.

“Jangan-jangan prasangka kita ada benarnya,” kata saudara termuda.

“Iya. Tidak ada salahnya kita menyelidiki kasus kematian adik kita,” ucap saudara tertua.

Mereka memikirkan bagaimana caranya mencari tahu kejadian sebenarnya. Akhirnya, mereka sepakat untuk menanyakan kabar kematian adiknya kepada warga kampung. Karena, tentunya warga mengikuti prosesi pengurusan jenazah dan penguburannya. Ternyata, setelah ditanyakan kepada warga kampung, tidak ada seorang pun yang mengetahui perihal kabar kematian adik mereka, dan tidak ada seorang pun warga yang mengikuti prosesi pengurusan jenazah dan penguburannya.

Tiga saudara itu semakin curiga kepada Abid. Jangan-jangan prasangka mereka memang benar. Mereka pun sepakat untuk langsung mengonfirmasikannya kepada Abid. Tiga saudara itu menemui Abid. Sesampainya di sana, mereka menyampaikan maksudnya.

“Wahai Abid, bukan kami tidak percaya dengan ceritamu. Akan tetapi, agar hati kami tenang, lakukanlah sumpah dengan nama Allah bahwa memang benar adik kami meninggal karena sakit. Jika kau berbohong, nyatakan dalam sumpahmu bahwa kau bersedia dilaknat oleh Allah di dunia dan akhirat,” ujar saudara tertua.

Abid terkejut. Mukanya pucat. Ia tidak menyangka mereka menaruh curiga kepadanya. Abid bingung. Di satu sisi ia tidak mau aibnya terbongkar. Tapi, di sisi lain ia juga tidak mau melakukan sumpah itu. Karena, konsekuensinya sangat berat. Melakukan sumpah tersebut berarti ia menyatakan diri siap diazab Allah. Karena, kejadian sebenarnya gadis itu meninggal karena dibunuh olehnya.

Saat Abid diselimuti kebingungan, tiga saudara itu terus mendesak Abid agar melakukan sumpah dengan nama Allah. Abid tersudut. Akhirnya, ia menceritakan kejadian yang sebenarnya. Ia mengakui telah memperkosa gadis itu dan membunuhnya.

Kontan saja, amarah tiga saudara itu meledak mendengar penuturan Abid. Mereka langsung membawa Abid untuk dihukum mati. Abid tidak bisa mengelak. Tidak lama kemudian, warga sekampung pun datang beramai-ramai. Mereka menghajar Abid.

Saat itulah, setan menampakkan diri dalam pandangan Abid. Setan berkata, “Wahai Abid, tahukah kau? Apa yang kau alami sekarang ini karena kau menuruti hasutanku. Aku tidak punya kekuatan untuk memaksamu melakukan perbuatan dosa besar itu. Aku hanya menggoda dan membisikan ke dalam hatimu. Ternyata kau menuruti bisikanku. Sekarang maut sudah di depan matamu. Kali ini, aku berempati kepadamu. Aku mau menolongmu terlepas dari ancaman maut asalkan kau mau menuruti perintahku.”

“Apa itu?” tanya Abid dengan suara parau.

“Kau sujud kepadaku dengan isyarat menganggukan kepalamu. Niscaya aku akan membebaskanmu dari ancaman maut ini,” kata setan.

Hukuman mati di depan mata membuat Abid kalut. Akal sehatnya benar-benar tidak berfungsi. Imannya seolah telah raib. Tanpa berpikir lagi ia menganggukan kepalanya sebagai tanda sujud kepada setan.

Setelah itu, setan berlalu meninggalkan Abid dengan tawa kemenangan. Sementara, Abid mati dalam hukuman itu dan mati dalam kekafiran.

***

Nak, terlepas kisah ini dha’if, paling tidak kita bisa memetik pelajaran berharga dari kisah di atas. Betapa licik dan uletnya setan dalam menggoda dan menyesatkan manusia. Selangkah demi selangkah setan menjalankan strateginya. Sekilas tampak rasional, padahal dibalik itu perangkap besar siap menjerat.

Karena itu, jangan pernah kompromi dengan setan. Jangan berikan ruang sedikitpun bagi setan. Abaikan saja apapun yang dibisikannya. Berlindunglah kepada Allah dari godaan setan terkutuk dan dari syirik yang mencelakakan.

Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah berkhutbah di hadapan kami, “Wahai sekalian manusia, takutlah kalian pada dosa syirik, karena sesungguhnya syirik itu lebih samar daripada semut yang merayap pada malam hari.”

Kemudian berkatalah seseorang, “Bagaimana kami mewaspadainya, ya Rasulullah, sedang dia lebih samar daripada semut yang merayap pada malam hari?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, katakanlah,

اَللّهُمَّ اِنَّا نَعُوْذُبِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَانَعْلَمُهُ.

“Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami mengetahuinya, dan kami memohon ampunan kepada-Mu dari (dosa syirik) yang kami tidak mengetahuinya.” (HR. Ahmad dan Thabrani).

Abu Ya’la meriwayatkan hadis serupa dari jalur sanad Hudzaifah al-Yamani dengan redaksi tambahan, “Hendaklah diucapkan sebanyak tiga kali setiap hari.”

Ingatlah pesan Buya ini ya, nak. Semoga Allah senantiasa melindungimu dan kita semua dari segala godaan dan perangkap setan terkutuk.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image