Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image RAFIF AZKAWINANTA

Potensi vs Tantangan Pengembangan Industri Halal Indonesia Menuju Pusat Industri Halal Dunia

Ekonomi Syariah | Tuesday, 16 Apr 2024, 22:28 WIB

Melihat Bagaimana Potensi vs Tantangan Pengembangan Industri Halal di Indonesia Menuju Pusat Industri Halal Dunia

Foto: Ilustrasi Logo Halal (Dok. Istimewa)

Oleh: Mahasiswa Universitas Brawijaya

Fakta bahwa Indonesia adalah negara kedua dengan populasi Muslim terbanyak di dunia setelah Pakistan, menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dan pusat dunia dalam industri halal. Tak diragukan lagi, berbagai produk dan layanan halal, termasuk seperti pada industri makanan dan minuman, pakaian muslim, pariwisata, dan keuangan syariah terus berkembang dan diminati di seluruh dunia.

Source: kneks.go.id

Dengan meluncurkan berbagai kebijakan dan program strategis, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk mengembangkan industri halal. Salah satunya adalah Master Plan Industri Halal Indonesia 2023–2029, yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia dalam waktu 5 tahun.

Potensi Pengembangan Industri Halal di Indonesia

Potensi industri halal di Indonesia dapat dilihat dari pertumbuhan beberapa industri, seperti makanan halal, keuangan syariah, wisata halal, dan busana muslim. Seperti yang bisa kita lihat pada industri makanan dan minuman halal, Indonesia tak bisa dipungkiri memiliki potensi pasar yang sangat menjanjikan dengan potensi yang benar-benar terlihat di bidang ini berdasarkan populasi muslimnya. Berdasarkan State of Global Islamic Economy Report tahun 2019, Indonesia menghabiskan 173 miliar dolar pada tahun 2019 untuk konsumsi makanan halal, menjadikannya sebagai terbesar di dunia untuk industri makanan dan minuman halal.

Lalu, pada industri keuangan berbasis syariah. Berdasarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019, aset keuangan syariah meningkat sebesar 13,97% (yoy) menjadi Rp1.287,65 triliun pada tahun 2018. Dengan nilai aset sebesar USD 86 miliar, Indonesia menempati peringkat ketujuh di pasar aset keuangan Islam di dunia. Menurut State of Global Islamic Economy Report tahun 2019, Indonesia juga menempati urutan kelima dalam Top Ten Islamic Finance. Kita dapat lihat juga berdasarkan CNN Indonesia tahun 2019, pasar keuangan pada tahun 2019 mencapai 8,69%, yang terdiri dari perbankan syariah sebesar 5,94% dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) sebesar 2,75%. Pertumbuhan industri keuangan ini menunjukkan betapa besarnya potensi industri keuangan syariah di Indonesia.

Kemudian, pada industri wisata berbasis halal. Ada berbagai faktor yang membuat industri wisata berbasis halal mempunyai potensi yang tidak kalah besar dalam pengembangan industri halal di Indonesia. Seperti dari pertumbuhan populasi muslim Indonesia yang relatif cepat, pertumbuhan penduduk middle-class income yang cukup besar, banyaknya orang muslim yang masih muda dengan senang melakukan perjalanan, akses internet pariwisata yang berkembang pesat, fasilitas serta pelayanan yang ramah juga memuaskan, ramadan trip yang menarik minat wisatawan, dan bisnis travel yang semakin berkembang.

Terakhir, pada industri pakaian muslim. Berdasarkan data dari Redaksi FIN tahun 2019, mulai dari ekspor produk busana muslim pada tahun 2019 mencapai 9,2 miliar dolar atau 9,8% dari total ekspor industri pengolahan hingga konsumsi produk busana muslim juga mencapai 20 miliar dolar, dengan pertumbuhan rata-rata 18,2% di pasar domestik. Berdasarkan State of Global Islamic Economy Report tahun 2019, Fashion Muslim Consumer Markets menghabiskan total 21 miliar dolar. Selain itu, pemerintah pun mendukung dengan pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, mendorong banyak desainer busana muslim dan acara perlehatan busana muslim. Potensi ini juga lebih besar untuk dikembangkan karena respons masyarakat yang positif.

Tantangan Pengembangan Industri Halal di Indonesia

Mulai dari masalah internal yang dihadapi Indonesia adalah kurangnya kesadaran halal dan pemahaman yang masih kurang tentang konsep halal di kalangan masyarakat Indonesia. Karena banyak orang Indonesia masih percaya bahwa semua barang yang dijual adalah halal (Pryanka, 2018). Sementara itu, pengetahuan tentang halal memiliki hubungan dengan religiusitas dan pengetahuan tentang konsep halal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Nusran, dkk, 2018), pengetahuan religiusitas memengaruhi perilaku konsumen yang lebih banyak daripada pengetahuan tentang produk halal. Selain itu, penelitian (Kartika, 2020; Kurniawati dan Savitri, 2019) menemukan bahwa keyakinan agama, alasan kesehatan, label atau logo halal, dan eksposur yang baik memengaruhi keyakinan halal terhadap suatu produk.

Kemudian, tantangan eksternal adalah sebagai berikut:

1. Konsumsi produk Indonesia akan berkurang jika banyak produk asing masuk ke negara ini. Karena lebih banyak impor daripada ekspor, neraca perdagangan akan mengalami defisit. Menurut Pryanka (2018), solusi dari masalah ini adalah pemerintah berkomitmen untuk melaksanakan hukum kepabeanan dan melindungi produk lokal, yang dapat mengurangi impor.

2. Belum ada sertifikat halal yang diakui secara internasional. Menurut Randeree (2019), dikarenakan setiap negara memiliki standar untuk sertifikasi halal yang berbeda, tetapi mungkin tidak diterima oleh negara lain. Sehingga, ada ketidakpastian dalam sertifikasi halal, yang dapat memengaruhi kepercayaan pembeli saat produk diekspor ke negara lain. Oleh karena itu, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dapat membantu memulai langkah ini.

Setelah melihat bagaimana potensi dan tantangan dari pengembangan industri halal di Indonesia menuju pusat industri halal dunia, perlu adanya strategi dari berbagai pihak mulai dari masyarakat serta pemerintah yang saling berkesinambungan dalam menyukseskan tujuan tersebut.

Source: fiskal.kemenkeu.go.id

Seperti mengutip pernyataan Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI dalam Annual Islamic Finance Conference (AIFC ke-7) yang berlangsung pada 29 dan 30 Agustus 2023 dengan tema "Peran Keuangan Islam untuk Mengatasi Ketidakpastian Global Melalui Ekonomi Halal yang Berkelanjutan dan Inklusif”, bahwa ada tiga strategi utama untuk mengembangkan industri halal nasional yang secara garis besar yaitu sebagai berikut:

1. Pilar Konsumsi: Mempromosikan kemudahan akses standar sertifikasi halal yang dapat diandalkan serta dipercayakan dan menjamin bahwa dana serta investasi halal terintegrasi ke ekosistem halal.

2. Pilar Perdagangan: Memanfaatkan peluang perdagangan produk halal di negara-negara muslim maupun non-muslim melalui kesepakatan perdagangan, promosi, kerja sama bilateral maupun multilateral, dan meningkatkan pengaruh serta penyebaran produk halal hingga tingkat global.

3. Pilar Investasi: Membantu sektor swasta dengan menyederhanakan proses perizinan bisnis, membantu UKM dalam mempromosikan produk halal, dan membangun kawasan industri dengan mendorong investasi dan memberikan insentif investasi dalam riset dan teknologi halal.

DAFTAR PUSTAKA

Kasnelly, S. (2023). Perkembangan Industri Halal Di Indonesia. Aktualita: Jurnal

Penelitian Sosial Keagamaan, 13(1).

OPINI: 3 Strategi Pengembangan Industri Halal di Indonesia. (2023, 3 September). IAIN

PAREPARE. Diakses pada 16 April 2024, dari

https://www.iainpare.ac.id/en/blog/opinion-5/opini-3-strategi-pengembangan

industri-halal-di-indonesia-2427.

Badan Kebijakan Fiskal - Ekonomi Halal sebagai Sumber Pertumbuhan Inklusif dan

Berkelanjutan. (29 Agustus 2023). Diakses pada 16 April 2024, dari

https://fiskal.kemenkeu.go.id/baca/2023/08/29/4449-ekonomi-halal-sebagai

sumber-pertumbuhan-inklusif-dan-berkelanjutan.

Peluncuran Master Plan Industri Halal Indonesia 2023-2029. (n.d.). Komite Nasional

Ekonomi Dan Keuangan Syariah. Diakses tanggal 16 April 2024, dari

https://kneks.go.id/berita/605/peluncuran-master-plan-industri-halal-indonesia

2023-2029?category=3.

Penulis adalah mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, dengan fokus Program Studi Ekonomi Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image