Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image alfi farihin

Ekonomi Hijau dan Penerapannya dalam Ekonomi Islam

Agama | Sunday, 14 Apr 2024, 04:05 WIB

Ekonomi Hijau dan Penerapannya dalam Ekonomi Islam

Muhammad Alfi Farihin

Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya

Email : [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari artikel ini adalah untuk mempelajari konsep Ekonomi hijau dan

penerapannya dalam Ekonomi islam. Ekonomi hijau menekankan kelestarian lingkungan,

efisiensi sumber daya, dan pertumbuhan ekonomi inklusif. Dalam perspektif ekonomi Islam,

nilai-nilai seperti keadilan, keseimbangan, dan tanggung jawab terhadap lingkungan

sangatlah penting. Kajian ini menguraikan prinsip-prinsip ekonomi hijau dan bagaimana

prinsip-prinsip tersebut dapat diselaraskan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.

Analisis terperinci dilakukan untuk memahami potensi sinergi antara kedua paradigma ini

dan bagaimana penerapannya dapat memberikan dampak positif terhadap sosial, ekonomi,

dan lingkungan. Manfaat ekonomi hijau juga terlihat jelas dari sudut pandang kebaikan

bersama. Melalui praktik yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, masyarakat dapat

menikmati lingkungan yang lebih bersih, air yang lebih segar, udara yang lebih bersih, dan

kualitas hidup yang lebih baik secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan prinsip

kesejahteraan ekonomi Islam yang menjadikan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan

utama kegiatan ekonomi. Selain itu, ekonomi hijau juga mendorong pertumbuhan ekonomi

yang berkelanjutan. Dengan mengurangi ketergantungan pada sumber daya yang terbatas dan

memitigasi degradasi lingkungan, ekonomi hijau meletakkan dasar bagi pertumbuhan

ekonomi berkelanjutan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan prinsip ekonomi Islam

yang menekankan pentingnya pembangunan ekonomi berkelanjutan yang tidak merugikan

generasi mendatang. Kesimpulannya, kerja sama antara ekonomi hijau dan ekonomi Islam

dapat memperkuat upaya menuju pembangunan berkelanjutan secara keseluruhan.

Kata Kunci : Ekonomi Hijau, Ekonomi Islam, Kelestarian Lingkungan, Efisiensi

Sumber Daya, Keadilan Ekonomi, Tanggung Jawab Lingkungan, Sinergi Antar Paradigma.

PENDAHULUAN

Ketika permasalahan lingkungan

hidup global menjadi semakin mendesak,

semakin banyak pemikir dan praktisi

bisnis yang mengadopsi pendekatan

ramah lingkungan dalam pertumbuhan

ekonomi. Di sisi lain, prinsip ekonomi

Islam yang berbasis pada keadilan,

keberlanjutan, dan kesejahteraan sosial

juga memberikan visi yang jelas tentang

bagaimana kita harus berinteraksi dengan

lingkungan alam dalam konteks ekonomi.

Ekonomi hijau bertujuan untuk

meminimalkan dampak negatif terhadap

lingkungan alam dan mendorong

pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Hal

ini mencakup efisiensi penggunaan sumber

daya alam, pengembangan energi

terbarukan, pengelolaan limbah yang

bijaksana, dan promosi praktik pertanian

organik.

Pendekatan ini tidak hanya

bermanfaat bagi lingkungan, namun juga

menciptakan peluang ekonomi baru dan

meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Ekonomi Islam, di sisi lain, menekankan

keadilan sosial, distribusi kekayaan yang

adil, dan menghindari praktik-praktik yang

merusak lingkungan.

Misalnya, Zakat tidak hanya

mengurangi ketimpangan ekonomi, namun

juga dapat digunakan untuk mendanai

proyek lingkungan yang bermanfaat bagi

masyarakat secara keseluruhan. Dengan

menggabungkan prinsip-prinsip ekonomi

hijau dengan kerangka ekonomi Islam,

kita dapat menciptakan sistem ekonomi

yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.

Misalnya, pengembangan energi

terbarukan dapat dibiayai melalui

instrumen keuangan syariah seperti green

sukuk, yang tidak hanya memberikan

manfaat ekonomi tetapi juga mendorong

kelestarian lingkungan. Demikian pula,

praktik pertanian organik dapat

dipromosikan melalui program wakaf

tanah yang menjamin akses yang adil bagi

seluruh pemangku kepentingan.

Dengan menggabungkan kebijakan

publik yang mendukung pertumbuhan

ekonomi berkelanjutan dengan praktik

ekonomi Islam yang berfokus pada

kesejahteraan sosial, kita dapat

membangun dunia yang lebih baik untuk

generasi mendatang. Misalnya,

pembiayaan proyek pembangunan

infrastruktur berkelanjutan di

negara-negara Islam melalui prinsip

keuangan syariah dapat mengurangi emisi

karbon dan meningkatkan akses

masyarakat terhadap layanan dasar seperti

air bersih dan listrik.

Hal ini membuktikan bahwa

integrasi ekonomi hijau dan ekonomi

Islam tidak hanya mungkin dilakukan,

namun juga sangat bermanfaat bagi

lingkungan dan masyarakat. Ketika

perubahan iklim menjadi isu yang

semakin mendesak dan kesadaran akan

pentingnya kelestarian lingkungan hidup

semakin meningkat, konsep ekonomi hijau

menjadi fokus utama upaya mengatasi

tantangan lingkungan hidup yang dihadapi

masyarakat global.

Namun pendekatan ini juga sangat

relevan dalam konteks ekonomi Islam.

Ekonomi Islam memberikan landasan

yang kokoh bagi penerapan konsep

ekonomi hijau dalam praktik

perekonomian modern dengan prinsip

keadilan, pemberdayaan, dan

keseimbangan.

PEMBAHASAN

Ekonomi Hijau

Ekonomi hijau adalah sistem

ekonomi yang rendah karbon, hemat

sumber daya, dan inklusif secara sosial.

Dalam perekonomian hijau, peningkatan

lapangan kerja dan pendapatan akan

menghasilkan peningkatan investasi pada

kegiatan ekonomi, infrastruktur, dan aset,

sehingga memungkinkan pengurangan

emisi karbon dan polusi, peningkatan

efisiensi energi dan sumber daya, serta

pencegahan hilangnya keanekaragaman

hayati dan jasa ekosistem.

Istilah 'ekonomi hijau' telah melalui

berbagai tahapan sejak tahun 1989, ketika

sekelompok ekonom lingkungan Inggris

menerbitkan laporan berjudul 'Cetak Biru

untuk Ekonomi Hijau' untuk memberikan

masukan kepada Pemerintah Inggris.

Laporan kedua diterbitkan pada tahun

1991 dengan judul 'Menghijaukan

Ekonomi Dunia' dan laporan ketiga

diterbitkan pada tahun 1994 dengan judul

'Mengukur Pembangunan Berkelanjutan'.

Meskipun publikasi laporan pertama tidak

didasarkan pada penelitian terperinci,

pembuatan laporan kedua dan ketiga

didasarkan pada penelitian dan praktik

ekonomi lingkungan selama puluhan

tahun.

Pada tahun 2008, istilah “ekonomi

hijau” muncul kembali dalam diskusi

mengenai respons terhadap berbagai krisis

global. UNEP telah mempromosikan

gagasan “stimulus hijau” dan

mengidentifikasi area spesifik di mana

konsep “ekonomi hijau” dapat

diluncurkan.

Selain itu, UNEP meluncurkan Inisiatif

Ekonomi Hijau pada bulan Oktober 2008

untuk memberikan analisis dan dukungan

kebijakan di sektor penghijauan yang

ramah lingkungan dan tidak ramah

lingkungan. Sebagai bagian dari upaya ini,

UNEP menugaskan salah satu penulis

Cetak Biru Ekonomi Hijau untuk

menyiapkan laporan berjudul Global

Green New Deal (GGND), yang

diterbitkan pada bulan April 2009. GGND

menyerukan kepada pemerintah di seluruh

dunia untuk mengalokasikan sebagian

besar dana stimulus mereka ke sektor

hijau, dengan menetapkan tiga tujuan:

1. Pengurangan kemiskinan

2. Pengurangan emisi karbon dan

perusakan ekosistem.

3. mengusulkan program pemulihan

hijau dan mendukung kerangka

kebijakan nasional dan

internasional.

Pada bulan Juni 2009, menjelang

Konferensi Perubahan Iklim PBB di

Kopenhagen, PBB mengeluarkan

pernyataan antarlembaga yang mendukung

ekonomi hijau sebagai transformasi untuk

mengatasi berbagai krisis. Lebih jauh lagi,

dalam pernyataannya pada bulan Februari

2010, para Menteri dan Ketua Delegasi

Forum Lingkungan Tingkat Menteri Dunia

UNEP yang diadakan di Nusa Dua

menyatakan bahwa konsep ekonomi hijau

“secara signifikan mengatasi tantangan

saat ini dan memberikan peluang bagi

pembangunan ekonomi bagi semua

negara. Hal ini dapat memberikan banyak

manfaat. Selain itu, ekonomi hijau menjadi

tema utama pada Konferensi PBB tentang

Pembangunan Berkelanjutan (Rio+20)

tahun 2012. Ekonomi hijau juga

merupakan poin penting dalam

mendukung Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin 8:

pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan

berkelanjutan, lapangan kerja yang penuh

dan produktif, serta pekerjaan yang layak

untuk semua.

Prinsip Ekonomi Islam

Islam mempunyai konsep sistem

kehidupan yang universal, integral dan

menyeluruh yang telah membentuk tatanan

utuh yang mengatur kehidupan manusia.

Sebagai pedoman hidup, Islam mengatur

setiap aspek kehidupan, dari hal yang

paling sederhana hingga hal yang paling

rumit. Tidak hanya dari segi sosial,

ekonomi, politik dan pendidikan, tetapi

juga dari segi seni dan budaya. Jika konsep

Al-Quran dan Sunnah dijadikan landasan

perekonomian suatu negara, maka dengan

sendirinya perekonomian akan berjalan

lebih baik dan sejalan dengan tujuannya.

Namun kenyataannya, tidak semua negara

Islam di dunia menerapkan standar ini.

Selain itu, artikel ini menjelaskan

bagaimana ekonomi Islam, yang biasa

disebut ekonomi syariah, berkontribusi

terhadap pembangunan ekonomi nasional,

khususnya di Indonesia, negara dengan

basis Muslim terbesar di Asia (Tira Nur

Fitria, Kontribusi Ekonomi Islam terhadap

Pembangunan Ekonomi Nasional, Jiying

Jilid 2, No. 03 (2016).

Konsep pembangunan ekonomi

dalam Islam adalah konsep pembangunan

ekonomi berdasarkan prinsip syariah yang

bersumber dari Al-Quran dan Sunnah, dan

keberhasilan pembangunan melibatkan

penerapan dan pembelajaran dari

konsep-konsep pembangunan klasik dan

modern. dengan demikian, Pengalaman

negara lain yang berhasil melaksanakan

upaya pembangunan. Konsep ekonomi

Islam mengacu pada prinsip-prinsip

syariah yang menjadi pedoman masyarakat

Islam. Oleh karena itu, segala aktivitas

manusia, baik kebijakan perekonomian,

kebijakan pembangunan, maupun aktivitas

perekonomian masyarakat harus mengacu

pada hukum Islam. Teori dan Model

Ekonomi Islam sebagaimana dilihat oleh

M.M. Metwally (Teori dan Model

Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh M.

Husen Sawit, 1995) menyatakan bahwa

ekonomi Islam bersumber dari Al-Qur'an,

Sunnah, dan Ijma (kesepakatan dengan

Ulama). Ia menyatakan bahwa hal itu

dapat diartikan sebagai ilmu ekonomi yang

berdasarkan pada ajaran Islam dan Qiyas

(serupa). Al-Quran dan As-Sunnah

merupakan sumber utama, namun Ijmaa

dan Qiyas melengkapi pemahaman

Al-Quran dan As-Sunnah. Islam telah

menciptakan sistem perekonomian yang

berbeda dengan sistem perekonomian

lainnya. Hal ini disebabkan karena

ekonomi Islam berakar pada syariah yang

menjadi sumber informasi dan pedoman

bagi seluruh umat Islam dalam

beraktivitas.

Islam mempunyai tujuan syariah

(maqosid asy-syari'ah) dan petunjuk

operasional (strategi) untuk mencapai

tujuan tersebut. Tujuan-tujuan tersebut

sendiri tidak hanya berkaitan dengan

kepentingan umat manusia dalam

mencapai kesejahteraan dan kehidupan

yang lebih baik, namun juga mempunyai

nilai-nilai persaudaraan dan keadilan sosial

ekonomi yang sangat penting, yang

berkaitan dengan kepuasan materi dan

tingkat kepuasan yang seimbang.

dibutuhkan antara kepuasan psikologis

(Vanquil Institute). Tim Pengembangan

Bank Syariah Indonesia, halaman 10-11).

Sistem ekonomi dalam perspektif Islam

mencakup tata cara memperoleh kekayaan

dan dalil penggunaannya baik dalam

kegiatan konsumsi maupun distribusi

(Muhammad, Islamic Economic

Principles, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007,

hlm. (12-13). Menurut an-Nabhany

(Membangun Sistem Ekonomi Alternatif

dalam Perspektif Islam, Risale Gusti,

1996), prinsip yang digunakan untuk

membangun sistem ekonomi dalam

perspektif Islam didasarkan pada tiga pilar

(fundamental): yaitu dalam kaitannya

dengan harta (al-milkiyah), lalu

bagaimana kepemilikan harta itu dikelola

(tasharruf fil milkiyah), lalu bagaimana

kekayaan itu didistribusikan dalam

masyarakat (tauzi'ul tsarwah).(Bayna

an-naas). Prinsip ekonomi Islam

didasarkan pada lima nilai universal,

antara lain Tauhid (iman), Adl (keadilan),

Nubuwah (nubuatan), Khilafah

(pemerintahan), dan Ma'ad (hasil). Dari

lima nilai universal tersebut, dibangun

tiga prinsip turunan: hak milik yang

majemuk, kebebasan bertindak, dan

keadilan sosial. (Lutfi Nurrita Handayani,

Prinsip Ekonomi Islam, PKEBS FEB

UGM, Yogyakarta, 2018.

Penerapan Prinsip-prinsip Ekonomi

Islam dalam konteks Ekonomi Hijau

Topik utama pembahasan dalam

penelitian ini adalah ekonomi hijau yang

dipandang sebagai solusi permasalahan

ekonomi dan lingkungan saat ini.

Kerusakan lingkungan yang disebabkan

oleh eksploitasi korporasi skala besar dan

ideologi kapitalis secara tidak sengaja

menyebabkan kerusakan besar terhadap

kehidupan manusia di Bumi. Manusia,

alam dan seluruh makhluk hidup yang ada

di muka bumi adalah satu kesatuan dan

harus dilestarikan untuk generasi yang

akan datang.

Penelitian ini mencoba

menjelaskan kesesuaian konseptual antara

konsep ekonomi hijau dan ekonomi Islam

berdasarkan Al-Quran dan Hadits.

Ekonomi Islam mengejar tujuan yang

sama dengan ajaran Islam. Tujuan hukum

Islam (Maqasid Syariah) adalah untuk

memberikan kemaslahatan bagi umat.

Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif kualitatif dengan menggunakan

teknik pengumpulan data berupa data

sekunder melalui penelitian kepustakaan

dari buku, majalah, website, surat kabar,

dan majalah. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa konsep ekonomi

hijau konsisten dengan konsep ekonomi

Islam. Hal ini dibuktikan dengan beberapa

prinsip ekonomi hijau yang sejalan dengan

ekonomi Islam. Diantaranya adalah Prinsip

Sosial dan Etika Bisnis Islam, prinsip

perlindungan lingkungan dan pengurangan

permasalahan sosial, prinsip pembangunan

berkelanjutan, dan Prinsip Falah yang

mencakup agama dan pemeliharaan

agama.

Pemeliharaan agama meliputi

pemeliharaan jiwa, ruh, pemeliharaan

keturunan, dan pemeliharaan harta benda.

Peran Institusi Keuangan Islam

Ekonomi hijau telah menjadi solusi

global terhadap berbagai krisis, mulai dari

krisis keuangan hingga perubahan iklim,

termasuk dampak pandemi COVID-19.

Perjanjian Paris tahun 2015 mendorong

negara-negara di seluruh dunia untuk

mengadopsi konsep ekonomi hijau. Green

Sukuk sebagai instrumen keuangan syariah

berfungsi sebagai alternatif untuk

mendukung proyek-proyek keuangan

ramah lingkungan. Sukuk dianggap

sebagai instrumen keuangan yang

berpotensi memberikan kontribusi

terhadap pembangunan perekonomian

suatu negara. Sukuk dengan cepat menjadi

mapan di berbagai negara sebagai

alternatif obligasi tradisional, terutama

untuk tujuan investasi bebas bunga (riba).

Green Sukuk mengikuti obligasi hijau

berdurasi 10 tahun yang diterbitkan oleh

Bank Investasi Eropa pada tahun 2007,

yang mencapai pertumbuhan signifikan

melalui investasi skala besar dalam proyek

energi terbarukan. Green Sukuk sendiri

dianggap sebagai inovasi baru yang

mengintegrasikan keuangan Islam dan

keuangan hijau sebagai alat investasi.

Meskipun sukuk hijau dan obligasi

hijau serupa karena keduanya

menggunakan dana untuk berinvestasi

pada proyek ramah lingkungan yang

memiliki manfaat positif bagi

pembangunan lingkungan, terdapat

perbedaan penting. Green Sukuk berbeda

dalam hal struktur aset yang

mendasarinya, kejelasan kepemilikan dan

pengalihan aset, dan penerapan sistem

pembagian risiko. Obligasi ramah

lingkungan, di sisi lain, adalah obligasi

kontraktual yang diterbitkan tanpa aset

dasar atau pembayaran kupon berkala yang

tetap. Di sisi lain, salah satu keunikan

utama Green Sukuk adalah memberikan

hak kepada investor untuk memiliki aset

tertentu atau memperoleh keuntungan dari

suatu aset atau proyek. Proyek pendanaan

Green Sukuk mencakup bidang-bidang

utama seperti energi terbarukan dan

manajemen perubahan iklim.

Perkembangan sukuk hijau sejak

Perjanjian Paris tahun 2015 menjadikan

instrumen keuangan ini sebagai alat

pilihan utama bagi beberapa negara untuk

mengelola dan memitigasi dampak

perubahan iklim. Tinjauan literatur ini

menyoroti pentingnya pemahaman

mendalam tentang sukuk hijau dan

menyoroti perlunya penelitian yang lebih

empiris untuk memandu investor di pasar

modal sukuk. Dampak kebijakan ini juga

menciptakan kondisi bagi pemerintah

untuk berperan aktif dalam mendukung

penerbitan green sukuk. Seiring

meningkatnya kesadaran lingkungan,

green sukuk menjadi harapan baru dalam

merespons berbagai krisis global dan

membangun masa depan berkelanjutan

dengan solusi keuangan syariah yang

inovatif.

Tantangan dan Peluang

Meskipun prospek green sukuk

cerah, namun green sukuk akan

menghadapi banyak tantangan di masa

depan. Diakui bahwa pengembangan green

finance di Indonesia masih menghadapi

berbagai tantangan. Menurut OJK,

setidaknya ada lima tantangan

pengembangan keuangan ramah

lingkungan, antara lain:

1. Kurangnya kemampuan lembaga

keuangan dalam mengidentifikasi

risiko sosial dan lingkungan. Pada

akhirnya, lembaga keuangan

menjadi kurang sadar akan

risiko-risiko ini dan proses mitigasi

risiko tidak lagi dilakukan.

2. Kurangnya kesadaran lembaga

keuangan karena kurangnya

insentif pemerintah terhadap

proyek-proyek yang berisiko tinggi

dan ramah lingkungan. Selain itu,

tidak ada konsensus pemangku

kepentingan mengenai konsep

"hijau" dan "non-hijau".

3. Proyek ramah lingkungan

biasanya merupakan proyek

jangka panjang, sehingga

kecepatan pendanaannya tidak

sesuai.

4. Kurangnya informasi mengenai

proyek ramah lingkungan.Jumlah

proyek ramah lingkungan biasanya

masih kurang dan hanya sebagian

dari bisnis

5. Kurangnya popularitas tema-tema

ini menyebabkan kurangnya

kapasitas sektor perbankan untuk

mendukung proyek ramah

lingkungan. Menurutnya, Indonesia

menyadari pentingnya pembiayaan

ramah lingkungan bagi

kesejahteraan negara.

Selain itu, Indonesia

menghadapi beberapa tantangan

lain dalam pengembangan pasar

obligasi syariah berbasis

lingkungan (Green Sukuk) di

Indonesia.

1. Shariah Capital

mengembangkan

produk-produk inovatif dan

memberikan layanan

berkualitas tinggi yang

didukung oleh departemen

sumber daya manusia yang

profesional. Salah satu

tantangan yang dihadapi

industri pasar modal syariah

dalam memprofesionalkan

sumber daya manusia

adalah kebutuhan akan

profesional keuangan

syariah yang memahami

keuangan syariah dan

memiliki wawasan

mengenai pembangunan

berkelanjutan yang

efisien.Perkembangan

produk keuangan syariah

yang cepat dan pesat

menyeimbangkan

ketersediaan sumber daya

dengan pemahaman praktik

keuangan modern,

menelusuri perkembangan

informasi terkini terkait

pembangunan

berkelanjutan, dan

pemahaman aspek syariah,

yang harus saya ambil.

Peningkatan pemahaman

sistematik terhadap sistem

keuangan Islam dapat

dicapai melalui pendidikan

formal dan kegiatan

pendidikan lainnya.

2. Kurangnya sosialisasi

inovasi produk investasi

syariah khususnya obligasi

syariah berbasis

lingkungan dan

pembangunan berkelanjutan

(Green Sukuk) masih

menjadi salah satu inovasi

produk syariah baru yang

ada di pasar modal syariah

Indonesia. Masih banyak

masyarakat Indonesia yang

belum memahami atau

belum mengetahui tentang

keberadaan green sukuk ini,

sistem yang digunakan,

praktiknya, risikonya, dan

kontraknya. Oleh karena

itu, sulit untuk meyakinkan

investor bahwa dana Sukuk

4,444, meskipun memiliki

nilai ekonomi, memenuhi

standar “ramah lingkungan”

dan digunakan dalam

proyek-proyek yang dapat

diandalkan. Hal ini tidak

terlepas dari sosialisasi,

namun sosialisasi masih

terbatas pada investor

yang berkantong tebal.

Pemaparan publik

mengenai konsep dan

praktik Green Sukuk yang

masih belum lengkap

menjadi semangat bagi

Pemerintah untuk terus

melanjutkan upaya

penerapan .Saat ini,

program penjangkauan

masih terbatas pada 4. 444

universitas, penerbit, dan

calon penerbit, dan juga

tersedia untuk masyarakat

umum melalui seminar

intensif, pameran, dan

brosur dalam jumlah

terbatas.

3. Green Sukuk mungkin

menghadapi profil risiko

yang lebih tinggi. Hal ini

terjadi karena banyak

proyek ramah lingkungan

melibatkan tingkat

teknologi baru yang maju

dengan membangun dan

mengoperasikan teknologi

ramah lingkungan. Selain

itu, karena letak

geografisnya, Indonesia

terletak di Cincin Api dan

lempeng yang tidak stabil

sehingga sering

menimbulkan bencana

seperti letusan gunung

berapi, gempa bumi, dan

tsunami.

4. Karakteristik pemodal.

Secara umum, sukuk hijau

mempunyai permintaan

yang tinggi di kalangan

investor karena

mengedepankan kegiatan

ramah lingkungan dan

memberikan citra yang baik

kepada investor. Ini

mendukung 4. 444 topik

perubahan iklim.Namun

hasil penelitian

menunjukkan bahwa situasi

pada periode penawaran

merupakan kelebihan

permintaan, dan hal ini

tidak serta merta

berkorelasi dengan kinerja

setelah periode penerbitan

green sukuk . Penurunan

harga green sukuk

Indonesia disebabkan oleh

faktor makroekonomi

sehingga citra positif

aktivitas ramah lingkungan

belum tentu menarik

investor secara langsung.

Investor hanya mencari

motif keuntungan, sehingga

isu perubahan iklim

mungkin bukan

pertimbangan pertama

mereka. Karakteristik

investor green sukuk

mungkin berbeda dengan 4.

444 investor syariah yang

mungkin mendominasi

pangsa pasar. Namun, di

pasar sekunder, banyak

faktor yang dapat

mempengaruhi pembelian

atau penjualan obligasi

ramah lingkungan oleh

investor. Hal ini akan

berdampak pada kinerja

obligasi hijau (Siswantoro,

2018).

Studi Kasus

Sebagai contoh studi kasus

pengintegrasian konsep ekonomi hijau ke

dalam praktik ekonomi Islam, kita dapat

melihat upaya Maroko untuk

mengembangkan sektor energi modern

melalui penggunaan sumber energi

terbarukan. Maroko telah menjadi salah

satu pemimpin Afrika dalam penerapan

dan penerapan energi terbarukan sebagai

bagian dari strategi pembangunan ekonomi

berkelanjutan. Dengan berpegang pada

prinsip ekonomi Islam, Maroko telah

mengintegrasikan konsep keseimbangan

dan tanggung jawab lingkungan ke dalam

pengembangan sektor energinya.

1. Berinvestasi pada energi

terbarukan: Maroko berinvestasi

besar-besaran dalam

pengembangan infrastruktur energi

terbarukan, seperti tenaga surya

dan turbin angin. Ini termasuk

proyek berskala besar seperti

pembangkit listrik tenaga surya

Nour Ouarzazate, salah satu

rangkaian proyek tenaga surya

terbesar di dunia dengan output

maksimum 580 MW.

2. Kerjasama dengan lembaga

keuangan Islam: Pemerintah

Maroko bekerja sama dengan

lembaga keuangan Islam untuk

mendukung pembiayaan proyek

energi terbarukan. Salah satu

contohnya adalah penerbitan sukuk

hijau, yang merupakan instrumen

keuangan yang memungkinkan

investor berinvestasi pada

proyek-proyek yang berkontribusi

terhadap perlindungan lingkungan.

3. Mengembangkan model

pembangunan berkelanjutan:

Maroko telah menunjukkan

bagaimana model pembangunan

berkelanjutan dapat dibangun

dengan mengintegrasikan konsep

ekonomi hijau dan praktik ekonomi

Islam. Dengan memanfaatkan

potensi energi terbarukan yang

dimiliki negaranya, Maroko dapat

meningkatkan kemandirian

energinya, mengurangi

ketergantungannya pada bahan

bakar fosil, dan mengurangi emisi

gas rumah kaca.

Studi kasus ini

mengeksplorasi bagaimana suatu

negara mengintegrasikan konsep

ekonomi hijau ke dalam praktik

ekonomi Islam dan menciptakan

kontinum yang harmonis antara

pertumbuhan ekonomi,

kesejahteraan sosial, dan

perlindungan lingkungan sesuai

dengan nilai-nilai ekonomi Islam.

Kesimpulan

Dengan menggabungkan

prinsip-prinsip ekonomi hijau dengan

ajaran ekonomi Islam, kita dapat

menciptakan model pembangunan yang

berkelanjutan dan sesuai dengan nilai-nilai

agama, sehingga kita dapat mengelola

sumber daya alam kita secara bijaksana

dan kita dapat memajukan keadilan dan

meningkatkan kualitas. Melalui kolaborasi

ekonomi hijau dan prinsip-prinsip Islam,

kita dapat mencapai kemakmuran ekonomi

dan kelestarian lingkungan, sesuai dengan

visi kesejahteraan yang diberikan dapat

menciptakan masyarakat Berdasarkan

agama.

Untuk menjawab tantangan

perubahan iklim dan pengelolaan sumber

daya alam, penerapan prinsip ekonomi

hijau dalam konteks ekonomi Islam

memberikan solusi yang holistik dan

berkelanjutan. Dengan memanfaatkan

prinsip keberlanjutan, keadilan dan

tanggung jawab sosial yang terkandung

dalam ajaran Islam, kita dapat membangun

perekonomian yang hijau dan inklusif.

Sehingga kerja sama antara ekonomi hijau

dan nilai-nilai Islam dapat menjadi

landasan dalam membangun masa depan

yang berkelanjutan, adil, dan berkah bagi

seluruh umat manusia dan alam semesta.

Referensi

Ghani, A. (2022). Ekonomi Hijau. Pusat Studi Lingkungan Hidup, Universitas Gadjah Mada.

[Tautan: https://pslh.ugm.ac.id/ekonomi-hijau/]

Yusuf, A. (2021). Konsep Ekonomi Islam. Kolom Ilmu Syariah Doktoral, Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga. [Tautan:

https://ilmusyariahdoktoral.uin-suka.ac.id/id/kolom/detail/526/konsep-ekonomi-islam]

Rahman, S. (2020). Implementasi Teknologi Blockchain pada Layanan Keuangan Syariah.

Repository Tugas Akhir, Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung.

[Tautan: https://repo-ta.sebi.ac.id/index.php?p=show_detail&id=468&keywords=]

Ahmed, M. A. (2020). Peran Lembaga Keuangan Syariah dalam Menghadapi Pandemi

COVID-19. Neliti, 10(3), 25-36. [Tautan:

https://www.neliti.com/id/publications/373036/peran-lembaga-keuangan-syariah-dalam-meng

ahadapi-pandemi-covid-19]

Subroto, B. (2019). Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Fiskal Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi: Studi Kasus di Indonesia. Jurnal Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, 5(2),

112-125. [Tautan: https://journal.uii.ac.id/CIMAE/article/download/14165/9772/33540]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image