Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Aini

MOU Kemenag-UNICEF, Bukan Jaminan Terhadap Perlindungan Hak Anak

Agama | Friday, 05 Apr 2024, 09:28 WIB

Kementerian Agama dan UNICEF menjalin kerja sama untuk memperkuat pelindungan hak anak di Indonesia. Sinergi ini ditandai dengan penandatangan MoU oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin dan Kepala Perwakilan UNICEF untuk Indonesia Maniza Zaman. MoU ditandatangani bersamaan Interfaith Iftar and Networking Dinner 2024 di Masjid Istiqlal Jakarta, Rabu (27/3/2024). "Dengan MoU ini, kami bertekad untuk memenuhi hak-hak anak di Indonesia," ungkap Kamaruddin Amin. MoU dua pihak ini mencakup tiga aspek, yaitu: advokasi, pengembangan kapasitas, dan berbagi sumber daya sebagai langkah konkret untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak anak. Kamaruddin mengungkapkan pentingnya meningkatkan kualitas hidup anak-anak, terutama dalam hal pendidikan, serta akses masjid yang ramah untuk anak. (kemenag.go.id, 28/3/2024).

Faktanya anak-anak Indonesia memang masih belum mendapatkan jaminan kesejahteraan dan pendidikan yang menyeluruh. Bahkan ada banyak persoalan yang dihadapi anak Indonesia hari ini, seperti stunting, kekerasan, kemiskinan dan kurangnya akses terhadap pendidikan. Oleh karena itu, MOU ini menjadi tidak relevan dengan persoalan yang dihadapi anak Indonesia hari ini, karena tetap dalam bingkai sistem hari ini, padahal sistem hari ini tidak mungkin mewujudkan jaminan kesejahteraan termasuk layanan pendidikan secara nyata. Berbagai masalah yang dihadapi anak-anak Indonesia saat ini bukanlah masalah yang semata menimpa anak saja, namun juga dirasakan oleh seluruh rakyat. Kesejahteraan yang belum dinikmati oleh orang dewasa secara otomatis juga berimbas kepada anak, dan permasalahan ini muncul karena sistem perekonomian kapitalis yang lebih berpihak pada pemilik modal yang jumlahnya segelintir saja, tata kelola perekonomian di semua lini tidak ditujukan untuk menyejahterakan seluruh bangsa. Begitu pula di bidang pendidikan, kesempatan mendapatkan pendidikan terbaik masih jauh dari angan, masih banyak sekolah dengan fasilitas seadanya, dengan dana seadanya dan kurikulum bermasalah setiap tahunnya. Belum lagi masalah stunting, kekerasan kemiskinan dan sebagainya, jelas ini adalah permasalahan yang seharusnya menyentuh ranah kebijakan dan sistem yang diterapkan di negeri ini, bukan sekadar membuat MoU bersama UNICEF semata. Apalagi jika dilihat dari latar belakang UNICEF yang merupakan bagian dari PBB, dan semua tahu siapa di balik kebijakan dan pengontrol PBB. Negara adidaya yang selalu menancapkan kebijakan ideologi kapitalis, selalu menjadikan kepentingannya sebagai standar sebagaimana campur tangan Barat dalam kebijakan di Kementerian Agama di negeri ini semisal penderasan moderasi beragama. Singkatnya, pasti ada udang di balik batu alias MoU. Setidaknya UNICEF akan semakin menancapkan pemikiran yang tidak sesuai dengan pemikiran Islam , misalnya tentang konsep hak anak dan kebebasan yang akan identik dengan kebebasan ala Barat.

MoU Kemenag dengan UNICEF tidak akan bisa memberikan jaminan terbaik untuk perlindungan anak dan haknya. Kesejahteraan anakhanya akan terwujud saat negeri ini menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Menjadikan keimanan kepada Allah SWT sebagai pijakan kebijakan. Menjamin dan menyejahterakan rakyat sesuai dengan tuntutan syariat. Dan negara adalah pihak utama sebagai penjamin hak anak, bukan diserahkan kepada lembaga asing. Anak sebagai aset dunia dan akhirat menjadi motivasi utama untuk memberikan yang terbaik bagi anak, memberikan jaminan kesejahteraan, akses pendidikan dan kesehatan melalui pembiayaan dari hasil pengelolaan kepemilikan umum yang memang menjadi hak seluruh rakyat, bukan dengan memalak rakyat dengan pajak untuk mengurusi rakyat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image