Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ella Verli Maulidia

Tantangan dan Peluang Menuju Target Inklusi 90 di Tahun 2024

Bisnis | Thursday, 04 Apr 2024, 16:38 WIB

Ella Verli Maulidia

Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya

Di tengah kemajuan ekonomi global, terdapat kontradiksi yang cukup menarik yaitu ada banyak inovasi dalam bidang teknologi dan keuangan, tetapi hal tersebut masih diiringi oleh ketidaksetaraan dalam akses layanan keuangan. Inklusi keuangan merupakan salah satu konsep yang menjadi fokus penting bagi pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut dikarenakan inklusi keuangan menjadi kunci untuk membuka pintu kesejahteraan yang lebih luas dan merata dimana setiap individu, tanpa terkecuali dapat memiliki akses yang setara terhadap layanan keuangan yang aman, terjangkau, dan berkualitas. Tujuan inklusi keuangan adalah untuk meningkatkan akses penduduk terhadap berbagai layanan keuangan, seperti tabungan, kredit, asuransi, dan pembayaran dengan cara menghilangkan hambatan-hambatan yang mungkin ada, baik yang bersifat harga maupun tidak (Adriani & Wiksuana, 2018). Saat ini, inklusi keuangan bukan hanya sekedar isu sosial saja, melainkan juga merupakan pondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Target inklusi keuangan Indonesia ditetapkan sebesar 90% pada tahun 2024, sesuai Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) (Siaran Pers: OJK Gandeng BPS Gelar Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan, 2024). Dengan memahani target yang ditetapkan ini, pemerintah memiliki tujuan untuk membantu seluruh lapisan masyarakat agar dapat memperoleh akses yang sama terhadap sistem keuangan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut juga diharapkan dapat mengurangi disparitas ekonomi antar kelompok masyarakat dan membantu dalam pengentasan kemiskinan.

Kondisi inklusi keuangan di Indonesia saat ini masih dalam proses pekembangan yang cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kemajuan yang signifikan dalam peningkatan literasi keuangan dari 38,03% pada tahun 2019 menjadi 49,68% pada tahun 2022. Peningkatan pertumbuhan literasi keuangan ini tentunya bukan hanya hasil peran dari salah satu pihak saja. Peran kolaborasi pemerintah dan OJK yang terus menciptakan berbagai program, seperti Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), edukasi melalui berbagai kanal dan dukungan perkembangan teknologi turut membuka akses keuangan bagi masyarakat yang tertinggal.

Namun, proses peningkatan pertumbuhan literasi keuangan tersebut juga tidak sepenuhnya berjalan dengan baik dan sempurna. Pemahaman mengenai inklusi keuangan di Indonesia sendiri juga belum menyentuh keseluruhan area. Kesenjangan akses keuangan masih terlihat cukup jelas antara masyarakat di perkotaan dan pedesaan. Kelompok marginal seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan lansia juga belum mendapat pelayanan dengan maksimal. Berbagai tantangan harus terus dihadapi oleh beberapa elemen dalam proses peningkatan target inklusi keuangan, khususnya tahun ini dengan target inklusi keuangan sebesar 90%.

Dalam pencapaian target, perlu adanya pemahaman mengenai tantangan yang akan dihadapi. Tantangan dalam proses pencapaian target inklusi keuangan 90% pada tahun 2024 ini salah satunya adalah masalah akses. Tantangan tersebut dapat dilihat dengan adanya penyusutan jumlah kantor perbankan yang tersebar di Indonesia, meskipun dalam waktu yang bersamaan ada kemajuan yang signifikan dalam kondisi infrastruktur keuangan. Menurut informasi yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada bulan September 2023, tercatat bahwa jumlah kantor perbankan mengalami penurunan sebesar 3,63% secara tahunan dari tahun sebelumnya. Jumlah kantor yang semula 25.380 unit turun menjadi 24.459 unit, mengalami pengurangan sekitar 921 unit kantor per September 2023 (Simamora, 2023). Hal tersebut mengindikasikan bahwa akses terhadap layanan keuangan masih belum merata di seluruh wilayah Indonesia.

Masalah akses layanan keuangan tersebut akhirnya berdampak pada masalah edukasi dan literasi masyarakat terhadap layanan keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada tahun 2022, dan hasilnya menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan untuk masyarakat Indonesia adalah 49,68%. (Fadhlurahman, 2023). Survei tersebut menunjukkan bahwa penduduk Indonesia memiliki tingkat literasi keuangan yang relatif rendah yang dapat memberikan hambatan signifikan untuk memenuhi tujuan pemerintah terhadap inklusi keuangan. Tanpa adanya pemahaman yang memadai mengenai manfaat dan mekanisme penggunaan produk dan layanan keuangan, masyarakat akan kesulitan untuk mengambil langkah awal menuju inklusi keuangan yang lebih optimal. Selain itu, ada pula beberapa masalah yang terkait ketersediaan produk dan layanan keuangan. Beberapa pihak menyebutkan bahwa produk dan pelayanan jasa keuangan yang saat ini tersedia belum memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, terutama untuk daerah pedesaan dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kekurangan akses yang sesuai inilah yang membuat upaya peningkatan inklusi keuangan menjadi terhambat.

Beralih ke tantangan kedua, meskipun inklusi keuangan ditargetkan mencapai 90%, isu terkait keterjangkauan masih menjadi hambatan yang cukup besar. Tarif produk dan layanan keuangan masih dianggap tinggi oleh sebagian besar masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang berada di kalangan ekonomi menengah ke bawah. Biaya transaksi dan produk keuangan seperti, biaya transfer antar bank, tarik tunai di ATM bank lain, dan bunga pinjaman yang mahal menjadi salah satu faktor yang menghambat akses masyarakat terhadap layanan keuangan. Selain itu, ditambah lagi dengan tingkat persebaran kantor perbankan yang tidak merata dan mengalami penyusutan sehingga hal tersebut semakin memperburuk tingkat literasi keuangan masyarakat. Dengan demikian, kondisi tersebut menunjukkan bahwa keterjangkauan menjadi faktor penting dalam mendorong perkembangan inklusi keuangan.

Selain biaya transaksi yang tinggi, ternyata masyarakat juga mengalami kesulitan dalam proses pembukaan rekening dan akses layanan keuangan. Persyaratan yang rumit dan berbelit-belit menyebabkan masyarakat ini enggan untuk menggunaan produk dan layanan keuangan tersebut, meskipun pada dasarnya sebagian masyarakat juga membutuhkan layanan keuangan tersebut. Terakhir, pemerintah dan lembaga keuangan juga harus mengatasi masalah terkait kepercayaan nasabah atau masyarakat. Beberapa kasus yang terjadi di masa lalu dapat menjadi salah satu penyebab tingkat kepercayaan masyarakat menurun terhadap lembaga keuangan, seperti kasus korupsi yang telah terjadi pada Bank Mandiri pada tahun 2021. Hal tersebut turut berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat. Tanpa kepercayaan yang memadai, masyarakat juga akan sulit untuk menggunakan produk dan layanan keuangan secara optimal.

Meskipun dihadapkan dengan beberapa tantangan yang cukup besar, hal tersebut tidak mengurangi rasa optimisme pemerintah untuk mencapai target inklusi keuangan 90% di tahun 2024. Terdapat beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan lembaga keuangan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Peluang pertama yang dapat digunakan untuk meningkatkan inklusi keuangan adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang pesat, seperti dompet digital, fintech lending, dan insurtech. Ketiga layanan keuangan berbasis teknologi tersebut dapat membantu menyediakan akses bagi masyarakat yang tidak memiliki akses ke layanan keuangan tradisional.

Selain itu, pemerintah juga memiliki peran penting dalam mendorong optimalnya peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi tantangan tersebut. Dukungan pemerintah dalam memperkuat regulasi dan program-program inklusi keuangan dapat membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan inklusi keuangan. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan sebagai dukungan pengembangan layanan keuangan digital (Otoritas Jasa Keuangan, 2022). Selain itu, kerjasama antara pemerintah, lembaga keuangan, dan pihak swasta juga perlu ditingkatkan untuk mencapai target inklusi keuangan yang ambisius. Terakhir, peningkatan edukasi dan literasi keuangan juga menjadi kunci dalam mencapai target inklusi keuangan 90%. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan dan keuntungan dari produk dan layanan keuangan perlu ditingkatkan secara signifikan. Program dan kegiatan untuk meningkatkan literasi keuangan juga perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat tentang produk dan layanan keuangan.

Dalam menghadapi tantangan menuju target inklusi keuangan 90% di tahun 2024, semua pemangku kepentingan harus berusaha keras dan menunjukkan komitmen yang kuat terhadap tujuan tersebut. Meskipun tantangan-tantangan yang dihadapi tidak bisa dianggap sederhana, namun bukan berarti tidak bisa diatasi. Kita dapat mencapai inklusi keuangan yang lebih besar dan lebih setara di seluruh Indonesia dengan memanfaatkan peluang saat ini, termasuk inisiatif pemerintah, kemajuan teknologi, dan peningkatkan literasi dan pendidikan keuangan. Inklusi keuangan lebih dari sekedar memberikan akses masyarakat ke layanan dan produk keuangan, namun juga tentang memberdayakan masyarakat untuk mengelola keuangan mereka dengan bijak dan membangun masa depan yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Adriani, D., & Wiksuana, I. Gst. B. (2018). Inklusi Keuangan Dalam Hubungannya Dengan Pertumbuhan UMKM Dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Di Provinsi Bali. E-Jurnal Manajemen Unud, 7.

Fadhlurahman, M. N. (2023, August). Literasi Keuangan Keluarga: Inklusivitas Keuangan Berbasis Gender, Langkah Strategis Menuju Indonesia Emas 2045. Kementerian Keuangan RI.

Otoritas Jasa Keuangan. (2022). Menjalin Integrasi Menganyam Integritas.

Siaran Pers: OJK Gandeng BPS Gelar Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan. (2024, December 30). Otoritas Jasa Keuangan.

Simamora, N. (2023). Hingga September, Jumlah Kantor Bank Berkurang 921 Unit.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image