Logika Nubuwwah, Lebih Baik Bergaji Kecil
Risalah | 2024-03-31 09:48:30LOGIKA NUBUWWAH, LEBIH BAIK BERGAJI KECIL
Ada seorang santri lulusan sebuah pondok pesantren. Setelah kembali ke kampung halamannya, ia sering diminta untuk mengisi ceramah di acara-acara pengajian. Pertama mengisi, ia mendapatkan amplop berisi uang satu juta rupiah. Di kesempatan kedua, ia mendapatkan amplop berisi dua juta rupiah. Kemudian, yang ketiga ia diberi amplop berisi satu juta rupiah. Ia pun menarik kesimpulan sementara bahwa mengisi ceramah pengajian memiliki gaji antara 1-2 juta rupiah.
Pada suatu ketika, seperti biasanya ia diundang ke sebuah acara pengajian. Dengan penuh semangat ia menyiapkan materi yang akan disampaikannya nanti. Ia begitu yakin, dengan menjadi seorang ustadz atau kiai, cukup mudah untuk mendapatkan uang. Hanya berceramah antara 60-90 menit, ia bisa mendapatkan honor setara dengan gaji seminggu atau dua minggu.
Tugas ceramah pun telah tertunaikan. Sesampainya di rumah, ia bersegera membuka amplop pemberian panitia pengajian. Betapa terkejutnya ia saat mengetahui isi amplop itu bukan dua juta rupiah (sebagaimana yang ia harapkan), melainkan hanya berisi dua ratus ribu rupiah. Kecewa. Marah. Jengkel. “Tega banget mereka, tidak menghargai seorang ustadz”, begitu gerutunya di dalam hati.
Logika Nubuwwah
Secara sederhana, logika nubuwwah adalah cara berpikir dari sudut pandang seorang nabi. Istilah tersebut sering disampaikan oleh Gus Baha dalam ceramah-ceramahnya. Salah satunya adalah seharusnya seseorang itu bersyukur jika memiliki uang sedikit (bergaji kecil). Mengapa demikian?
Memiliki uang sedikit berarti pertanggungjawaban nanti di akhirat juga lebih sedikit (lebih ringan). Berbeda dengan perihal lainnya, hisab mengenai harta (termasuk uang) tidaklah mudah. Kalau perihal lain pertanyaannya hanya satu, perihal harta akan ditanyakan dua hal. Dari mana atau dengan cara apa harta itu didapat, dan untuk apa harta itu digunakan.
Oleh karena itu, janganlah bangga menjadi seorang kaya atau seorang yang memiliki uang yang banyak. Semuanya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di yaumul hisab. Pengadilan akhirat bagi orang kaya tentu akan lebih lama dan lebih rumit daripada orang miskin. Apalagi jika hartanya diperoleh dengan cara yang tidak halal, atau banyak orang yang terzalimi dari proses mendapatkan harta itu.
Lebih berat lagi, ia kaya namun enggan untuk mengeluarkan zakat. Tidak mau berinfaq atau bersedekah. Termasuk menggunakan harta untuk berbuat maksiat, baik maksiat untuk diri sendiri, apalagi melibatkan banyak orang. Sebagaimana pernah saya tulis di sini.
Sebaliknya, jangan pernah merasa sedih apabila saat ini kita masih dalam kondisi tak berharta atau tak memiliki banyak uang, alias miskin. Karena kita akan menjalani hisab di akhirat dengan cepat dan mudah. Semakin kita tidak memiliki apa-apa, semakin lancar pula proses pengadilan yang kita jalani.
Bukan Berarti Menyerah pada Nasib
Logika nubuwwah lebih baik baik bergaji kecil bukan berarti membuat kita malas berusaha. Sebagai seorang yang beriman, kita diwajibkan untuk bekerja sebaik dan semaksimal mungkin untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Agar keluarga kita bisa tercukupi kebutuhannya secara layak dan memadai.
Terlebih di zaman seperti sekarang ini, di mana tuntutan kebutuhan hidup semakin besar dan kompleks. Biaya pendidikan, biaya kesehatan, biaya transportasi, biaya sosial kemasyarakatan, dan biaya rutin rumah tangga lainnya yang semakin mahal, menuntut para orang tua (terutama ayah) untuk bekerja lebih giat lagi.
Tidak salah apabila kita menginginkan gaji kita naik atau berharap pendapatan usaha kita meningkat. Tidak salah pula jika ingin memiliki uang yang banyak atau memiliki harta-benda yang berlimpah. Yang penting kita mencarinya dengan cara yang halal dan tidak ada seorang pun yang terzalimi. Terlebih lagi, jika uang banyak yang kita miliki, kita gunakan untuk kemaslahatan umat dan bernilai akhirat.
Namun, amatlah keliru jika kita ingin memiliki gaji yang besar dengan cara menyuap, sikut kanan-kiri, menjegal rekan kerja, dan cara-cara tidak terpuji lainnya. Salah besar juga apabila kita ingin punya uang banyak dengan cara korupsi, menipu, mencuri, dan perbuatan haram lainnya.
*****
Pilihan terbaik adalah ketika saat ini kita masih bergaji kecil, maka syukurilah. Dan dalam waktu yang bersamaan, tetaplah berusaha sekuat tenaga agar penghasilan bisa meningkat.
Referensi:
Kolom Gus Baha, majalah Aula edisi Maret 2024
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.