Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tita Rahayu Sulaeman

Jaminan Kebutuhan Pokok dalam Islam

Agama | Friday, 29 Mar 2024, 13:50 WIB
sumber gambar : kibrispdr

Pemkot Bandung melakukan subsidi kebutuhan pokok jelang Ramadan dan Idul Fitri 1445 H dalam rangka pengendalian inflasi dan keterjangkauan harga. Paket kebutuhan pokok disubsidi sebesar Rp. 100.00 dari harga awal Rp. 136.500. Sehingga penerima manfaat cukup hanya membayar Rp 36.500. Data penerima manfaat diperoleh dari Dinas sosial Kota Bandung dan kategori stunting (bandung[dot]go[dot]id 09/03/2024).

Kenaikan harga pangan kerap terjadi di hari-hari menjelang hari raya atau menjelang pergantian tahun. Namun hal ini seolah menjadi hal yang lumrah karena berulang terjadi. Bantuan pemerintah telah dikucurkan baik dengan menggelar pasar murah maupun dengan memberikan paket sembako bersubsidi. Sayangnya bantuan tersebut jumlahnya sangat terbatas. Masyarakat tidak bisa menikmati harga pangan murah setiap saat. Mayoritas masyarakat masih membeli kebutuhan pokok dengan harga tinggi.

Program pasar murah dan sembako bersubsidi dari pemerintah masih belum berhasil menyelesaikan akar masalah penyebab kenaikan harga. Pemerintah gagal mengantisipasi tingginya permintaan dari masyarakat. Kondisi cuaca yang tidak menentu mempengaruhi ketersediaan stok pangan, semestinya juga bisa diantisipasi jauh-jauh hari. Tidak ada kedaulatan pangan, pasar dikuasai oleh pengusaha. Selain itu, praktek penimbunan kerap terjadi untuk mempermainkan harga pasar juga tidak tuntas diatasi oleh pemerintah.

Mekanisme pembentukan harga dikendalikan oleh pelaku pasar. Permintaan tinggi menyebabkan terjadinya kelangkaan. Kelangkaan kemudian menyebabkan kenaikan harga. Pola ini berjalan terus menerus dalam sistem kapitalisme. Pola ini tidak akan bisa diantisipasi oleh negara karena dalam sistem ekonomi kapitalisme negara tidak boleh campur tangan. Para pemilik modal atau korporasi adalah para aktor utamanya. Mereka memproduksi barang / kebutuhan kemudian membidik masyarakat sebagai konsumennya. Maka tak heran jika di waktu-waktu tertentu ketika pola konsumsi masyarakat meningkat, maka menyebabkan kenaikan harga.

Sayangnya, kondisi masyarakat tidak semua memiliki kemampuan yang sama dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Kapitalisme juga lah yang menciptakan jurang ketimpangan sosial di masyarakat. Si kaya akan semakin kaya dengan segala sumber daya yang dimilikinya. Sementara si miskin semakin terperosok dalam jurang kemiskinan. Mereka tidak memiliki akses lapangan pekerjaan atau pun pendidikan sehingga mereka tidak memiliki penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

Sistem kapitalisme menjadikan negara memandang rakyatnya hanya sebagai beban semata. Berbagai subsidi diberikan namun ketika dirasa mulai memberatkan keuangan negara maka satu persatu subsidi dikurangi bahkan dihilangkan. Negara tidak berperan sebagai pengurus kepentingan umat, tapi pelayan kepentingan pengusaha. Semua itu karena penerapan sistem sekuler kapitalis.

Berbeda dengan Islam bila diterapkan menjadi sebuah sistem yang diterapkan dalam kehidupan. Dalam pandangan Islam, negara adalah pengurus (raa’in) bagi rakyatnya. Rasulullah saw bersabda,

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Islam menjadi landasan bagi pemimpinnya dalam bernegara. Kekuasaan digunakan hanya untuk Islam dan mengurusi kepentingan rakyat. Para penguasa memiliki kesadaran penuh bahwa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt. Maka ia akan sangat sungguh-sungguh mengurusi kepentingan rakyat. Jika terjadi kelalaian atau kezaliman maka sungguh akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah swt.

Dorongan ketakwaan pada setiap individu di masyarakat akan hadir ketika Islam dijadikan sebagai landasan kehidupan. Setiap individu yang bertakwa akan memiliki kesadaran penuh bahwa setiap perilakunya akan dihisab oleh Allah swt. Sehingga, dalam praktek muamalah (jual-beli) pun mereka akan berusaha menyesuaikan dengan ketentuan hukum syara. Dengan demikian tidak akan terjadi praktek penimbunan, karena diharamkan oleh Islam.

Persoalan pangan adalah persoalan pemenuhan hak mendasar bagi rakyat yang harus dijamin oleh negara. Setiap lapisan masyarakat berhak mengakses kebutuhan pangan tidak hanya murah namun juga dengan kualitas terbaik. Negara hadir sebagai pemasok utama komoditas pangan dan menjamin ketersediaan dengan menciptakan ketahanan pangan. Ketahanan pangan produk pertanian diciptakan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Sedangkan untuk produk peternakan, negara mengadakannya dalam negeri dengan peternak-peternak lokal. Stok yang cukup tidak akan memicu kenaikan harga meskipun terjadi peningkatan pola konsumsi di masyarakat.

Negara yang menjadikan Islam sebagai landasannya, akan mendorong setiap rakyatnya untuk menjalankan syariat. Negara akan memperhatikan individu per individu, apakah kepala keluarga sudah melaksanakan kewajibannya mencari nafkah atau belum. Rakyat yang masih mampu mencari nafkah, maka negara wajib memberikan lapangan pekerjaan kepadanya. Sehingga ia memiliki penghasilan yang layak dan mampu memenuhi kebutuhannya. Rakyat yang berada dalam kondisi yang sudah tidak memungkinkan untuk bekerja menjadi tanggung jawab penuh negara. Bantuan sosial diberikan melalui pos Baitul Maal.

Penerapan Islam akan memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam oleh negara. Sumber daya alam haram dimiliki oleh individu atau swasta. Pengelolaan sumber daya alam oleh negara menjadi salah satu pemasukan bagi negara untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat lainnya seperti menyelenggarakan pendidikan dan kesehatan terbaik bagi seluruh rakyat secara cuma-cuma. Dengan demikian, rakyat tidak terbebani dengan pemenuhan kebutuhan pokok.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raaf: 96)

Wallahu’alam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image