Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Hati Ibu Berubah Batu

Gaya Hidup | Wednesday, 27 Mar 2024, 22:29 WIB

Seorang ibu di negara bagian Ohio, Amerika Serikat, tega meninggalkan bayinya di rumah sendirian hanya untuk berlibur selama 10 hari. Akibat aksinya itu, bayi berusia 16 bulan tersebut tewas. Sang ibu, Kristel Candelario, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup (cnnindonesia, 25/3/2024).

Ketika pulang dari berlibur dengan teman prianya, Kristel menemui bayinya dalam keadaan sudah meninggal dunia. Dan kesaksian polisi, bayi cantik itu meninggal dalam keadaan mengerikan, kurus kering dan jasadnya bercampur dengan air seni dan feses.

Ibu Kristel atau nenek sang bayi mengatakan bahwa anaknya memang menderita kelainan jiwa, sehingga mengalami kesulitan mengambil keputusan dengan benar. Sudah sejak lama pula sudah tidak mengkonsumsi obat pereda depresi hingga memutuskan pergi berlibur bersama teman prianya, dan meninggalkan bayinya di boks bermain hanya dengan beberapa botol susu.

Sang ibu, Torres pun memohon belas kasih kepada hakim atas kesalahan putrinya tersebut.Hakim sendiri menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Candelario tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat."Sama seperti Anda tidak membiarkan Jailyn keluar dari penjaranya hingga dia meninggal, Anda juga harus menghabiskan sisa hidup Anda di sel tanpa kebebasan," kata Hakim Pengadilan Permohonan Umum Cuyahoga County, Brendan Sheehan.

Lebih beruntungnya Kristen dipenjara masih bisa makan, sementara anaknya menderita karena kelaparan. Jika pun karena penyakit mental yang dideritanya, fakta ini membuktikan beberapa hal, pertama, betapa egoisnya seorang ibu yang tega meninggalkan tanggungjawabnya begitu saja, betapa lemahnya support keluarga. Kedua, juga betapa lemahnya kontrol masyarakat yang tidak ada kepedulian untuk saling mengingatkan, mereka mendengar beberapa kali jeritan bayi di dalam rumah namun tak ada inisiatif apapun untuk mencari sumbernya.

Kapitalisme Sekuler Penyebabnya

Peristiwa sadis semacam ini bukan sekali terjadi, dalam sistem kapitalis sekuler kejadian pembunuhan anak langsung maupun tidak langsung oleh keluarga dekatnya terutama ibu kandungnya bukan hal aneh lagi. Selain karena dipicu persoalan psikologi juga yang paling dominan adalah ekonomi. Diperparah dengan abainya peran negara dalam menjamin kemudahan akses pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya terkait sandang, pangan, papan, kesehatan , pendidikan dan keamanan.

Negara Ohio yang maju dari kecanggihan teknologi tak mampu mengelak dari fenomena ketidak manusiawian sistem, apalagi negara berkembang sebagaimana Indonesia. Angka pembunuhan anak oleh orang terdekat dalam keluarganya sangatlah memprihatinkan.

Ibu adalah makhluk istimewa yang diciptakan Allah untuk menyempurnakan tujuan penciptaan manusia di dunia. Maka seorang ibu dibekali dengan rasa kasih sayang alami yang itu hanya ada pada diri seorang wanita. Jika kemudian berubah menjadi batu, tentulah ada faktor yang sangat kuat hingga menghancurkan hingga berkeping-keping.

Beratnya beban hidup, persaingan ekonomi yang ketat hingga seorang ayah kesulitan mencari nafkah atau jika sebuah pernikahan terpaksa harus bubar, dan seorang ibu terpaksa menjadi single parent, tentulah sangat berat. Terutama di negara kapitalis, dimana beban hidup sangatlah tinggi, urusan perwalian terkadang menjadi masalah besar. Akhirnya ibu terpaksa menjalani fungsi ibu sekaligus ayah tanpa bisa mengelak.

Masyarakat yang individualis, juga akibat dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler, merasa yang penting adalah mencari aman sendiri, urusan orang lain bukan prioritas. Akibatnya sering terjadi tindak kejahatan yang tidak mudah diantisipasi karena lambatnya respon masyarakat, bahkan sejak dari tahap pencegahan pun tidak terjadi. Benar-benar mati dan tak ada amar makruf nahi mungkar. Semua hidup sendiri-sendiri.

Jika beban hidup sudah semakin berat, tentulah butuh support sistem yang handal, yang mampu mengeluarkan penderitaan kaum perempuan agar tidak semakin depresi. Bisa jadi dari kejadian di atas adalah puncak depresi sang ibu yang sudah tak terbendung sehingga akal sehatnya tak bisa jalan.

Islam Sistem yang Sempurna

Perempuan dalam Islam amatlah dimuliakan. Ketika anak-anak hingga menikah ia tanggungan orangtua atau walinya. Ketika menikah menjadi tanggungan suami. Jika bercerai atau tidak memiliki lagi suami dan kerabat atau walinya tak ada lagi, maka tanggungjawab penafkahan akan dikembalikan kepada negara.

Berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme yang membiarkan perempuan mandiri secara ekonomi pun ketika mereka tak lagi punya suami. Tentu saja ini berat, terlebih jika ada anak-anak yang masih butuh kasih sayang ibu. Bagaimana mungkin menjadi tulang punggung keluarga sekaligus menjadi ayah dan ibu bagi anak-anaknya. Belum lagi dengan penetapan kewajiban membayar pajak yang kian memberatkan.

Dan inilah yang dibanggakan oleh para pegiat gender dengan mengusung ide kesetaraan gender, sebab berpikir satu-satunya jalan mengangkat harkat dan martabat perempuan adalah dengan kesetaraan gender termasuk dalam bentuk pencarian nafkah. Perempuan mandiri secara ekonomi dianggap lebih memiliki kekuasaan atas dirinya dan orang lain, termasuk keluarganya.

Bisa terjawab sudah mengapa seorang ibu tega meninggalkan bayinya hingga mati kelaparan. Keinginan untuk bahagia tanpa dibebani oleh siapa pun termasuk anaknya adalah ciri kapitalisme akut. Seolah kebahagiaan adalah materi yang mampu memuaskan kebutuhan jasadiyahnya. Meski harus mengorbankan sesuatu yang amat berharga, yaitu anaknya.

Islam, akan menyantuni seorang ibu yang tak lagi ada pihak yang mampu menyantuni. Hingga anak-anaknya beranjak baligh, karena jika anak-anaknya baligh maka kewajiban menafkahi ibunya beralih kepada anak-anaknya. Negara membiayai keperluan ini melalui pendapatan Baitulmal.

Negara juga menyelenggarakan pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi , untuk semua kalangan, pria dan wanita. Sebab pendidikan bagi perempuan juga penting, agar fungsinya sebagai umm wa rabbatul bait wamadrasatul ula, ibu, pengatur rumah tangga dan sekolah pertama bagi anaknya bisa terwujud dengan baik. Sehingga ketika menikah para perempuan itu siap dan sadar dalam menjalankan amanahnya. Tidak mudah stres dan panik. Juga tidak bertindak egois sebab selalu diingatkan bahwa setiap amalan akan dimintai pertanggungjawaban.

Subsidi oleh negara ini dalam rangka mewujudkan kesejahteraan. Sebagaimana ibu Imam Al Ghozali yang diberi subsidi oleh negara untuk menghidupi anaknya, Imam Ghozali kecil bersekolah di sekolah negara secara gratis hingga sukses menjadi ulama dan pejabat negara. Sepanjang sejarah tak ada anak terlantar karena ibu yang tak bahagia, justru Islam banyak melahirkan ibu mulia, yang paham tugasnya sebagai ibu dan sekaligus para ilmuwan dan cendekiawan yang karyanya masih bermanfaat dalam dunia hari ini.

Maka, sudah menjadi keharusan untuk mengembalikan pengaturan urusan manusia ini kepada apa yang sudah diturunkan Allah swt. yaitu syariat, sebagaimana firman Allah swt,"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika dia menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian". (TQS al-Anfal [8]: 24). Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image