Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heni Nuraeni

Rupiah Melemah, Ekonomi Indonesia Jadi Payah

Rubrik | Monday, 29 Apr 2024, 20:35 WIB

oleh : Heni Nuraeni

Kurs rupiah per dolar AS berkisar di atas Rp16.000 pada pekan ketiga April. Ini terakhir kali terjadi empat tahun silam, di awal merebaknya pandemi Covid-19. Menurut peneliti makroekonomi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Teuku Riefky mengatakan pelemahan rupiah dikhawatirkan membuat harga barang-barang impor melonjak, termasuk bahan baku industri, serta memicu inflasi yang akhirnya melemahkan daya beli masyarakat. (BBC Indonesia, 21-4-2024).

Melemahnya rupiah terhadap nilai tukar dolar AS adalah bentuk konfirmasi bahwa dunia saat ini sedang dalam genggaman imperialisme AS. Meski ada faktor lainnya yang menyebabkan rupiah melemah. Melansir dari BBC Indonesia (21-4-2024), pelemahan rupiah disebabkan sejumlah faktor, di antaranya sebagai berikut.

Pertama, menurut kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede, The Fed atau bank sentral AS diperkirakan akan lebih lama mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi untuk meredam laju inflasi AS. Selama suku bunga The Fed masih tinggi, investor global akan lebih tertarik menaruh uangnya di pasar AS sehingga memicu arus keluar modal asing dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Kedua, konflik Israel-Iran di Timur Tengah yang kian memanas. Iran menggempur Israel dengan lebih dari 300 rudal dan drone pada Sabtu (13-4-2024) sebagai balasan atas serangan Israel ke Konsulat Iran di Damaskus dua minggu sebelumnya. Konflik Israel-Iran dikhawatirkan mengganggu rantai pasok minyak global, terutama apabila Iran memutuskan memblokade Selat Hormuz yang kerap disebut sebagai jalur pengiriman minyak terpenting di dunia.

Jika itu terjadi, pasokan minyak akan terganggu sehingga harga meroket. Investor menganggap Indonesia berisiko karena statusnya sebagai negara pengimpor minyak. Pada akhirnya, Indonesia akan membutuhkan pengeluaran lebih banyak untuk mengimpor minyak dan neraca perdagangan bisa mengalami defisit. Maksudnya, nilai transaksi impor lebih besar daripada ekspor. Dari sinilah akan muncul tekanan yang dapat melemahkan rupiah lebih jauh lagi.

Dari kedua faktor tersebut, yang paling berpengaruh sebenarnya ialah dominasi mata uang dolar AS sebagai mata uang internasional yang mengontrol nilai tukar mata uang negara selainnya. Tidak hanya rupiah yang melemah, jika bank sentral Amerika menaikkan suku bunganya, pasti berimbas pula ke mata uang negara lainnya. Dalam hal ini, AS adalah pengendali mata uang internasional.

Saat ini, dolar AS mendominasi transaksi global. Kekuatan dolar AS memiliki dampak ekonomi , yakni menjadikan AS mampu memberi sanksi secara ekonomi dan finansial kepada negara yang disasar. Mereka juga mampu meminggirkan negara-negara lain dari perdagangan dengan negara yang disasar. Dengan kata lain, eksistensi AS sebagai pengemban ideologi kapitalisme dan dominasi dolarnya sangat memengaruhi kondisi ekonomi global.

Ketika nilai tukar rupiah melemah, jelas berdampak besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Tersebab mata uang kertas menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia, mau tidak mau masyarakat pasti terkena dampaknya. Apa saja dampak tersebut?

Pertama, sebagai negara yang hampir 90% mengimpor bahan baku untuk aktivitas dalam negeri, Indonesia harus merogoh kocek lebih dalam jika melakukan impor di tengah nilai tukar rupiah yang kian melemah. Hal ini akan berpengaruh pada melonjaknya biaya produksi dan logistik para pengusaha makanan dan minuman yang sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku impor. Dengan kata lain, harga barang-barang yang sampai pada konsumen pasti juga mengalami kenaikan.

Kedua, Jika harga minyak dunia naik, maka ini akan berdampak pada ongkos produksi produk energi seperti BBM dan LPG. Hal ini akan diikuti dengan kenaikan produk-produk lain, karena BBM dan LPG sebagai sumber energi primer untuk produk lain.

Indonesia sebagai pengimpor minyak mentah, BBM serta LPG, produksinya saat ini hanya berkisar di angka 670 ribu barel oil per day (BOPD). Sedangkan konsumsinya mencapai 1,3 juta BOPD dan impor LPG sebanyak 65% dari konsumsi nasional akan meningkatkan defisit neraca perdagangan. Makin tinggi terjadinya defisit neraca perdagangan, bisa menyebabkan terdepresiasinya nilai mata uang rupiah terhadap dolar dan memicu kenaikan inflasi.

Ketiga, inflasi yang cukup besar akan mendorong penurunan daya beli masyarakat. Menjaga daya beli masyarakat merupakan perkara penting. Ini karena setengah dari perekonomian Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga yang mana pengeluaran atas barang dan jasa bertujuan untuk konsumsi. Jika daya beli masyarakat menurun, kegiatan ekonomi bisa mandek. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi akan melambat.

Jika hal ini terjadi, biasanya solusi pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat adalah dengan penyaluran bansos, pemberian subsidi BBM atau penetapan harga BBM di bawah harga pasar, dan bantuan sosial yang serupa yang dapat menggerakkan perekonomian rakyat. Kondisi ini akan terus terjadi secara siklik jika ketergantungan Indonesia terhadap impor terus berlangsung dan dominasi dolar AS sebagai mata uang internasional masih berlanjut.

Di sisi lain, penggunaan fiat money (uang kertas) sebagai alat pembayaran yang sah sejatinya sangat rentan terhadap inflasi, sehingga nilainya akan terus turun. Hal ini karena fiat money sekarang tidak mengharuskan adanya cadangan fisik, seperti emas dan perak.

Islam menetapkan sistem mata uang berbasis emas. Sistem ini lebih stabil dan adil sehingga dari aspek ekonomi akan aman dan jauh dari krisis. Emas dan perak sudah lama dipakai sebagai sistem mata uang sejak masa Rasulullah ﷺ. Emas dan perak adalah mata uang paling stabil yang pernah ada. Sejak masa awal Islam hingga hari ini, nilai mata uang Islam dwilogam itu tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif.

Sebagai contoh, seekor kambing pada masa Nabi ﷺ harganya adalah 1 dinar, atau yang besar seharga 2 dinar. Hari ini, atau 1.400 tahun kemudian, harga kambing kurang lebih masih sama, yaitu 1 atau 2 dinar. Seekor ayam pada masa Nabi ﷺ harganya 1 dirham. Hari ini, 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih sama, yaitu 1 dirham. Dengan demikian selama 1400 tahun, harga kambing dan ayam inflasinya adalah nol.

Kondisi melemahnya rupiah akan terus berulang selama negeri ini menerapkan ideologi kapitalisme yang mana sistem ekonominya berbasis ribawi dan fiat money. Sedangkan jika menerapkan sistem Islam, kondisi perekonomian akan lebih stabil dan kuat karena ditopang sistem ekonomi Islam berbasis emas dan perak yang memiliki beragam keunggulan, baik dari aspek bahannya, jangka waktu penggunaannya, dan nilainya.

wallahu'alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image