Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Kenapa Penderita Prosopometamorphopsia Melihat Wajah Orang Lain Tampak Mengerikan?

Info Sehat | 2024-03-24 16:42:56
Kondisi yang disebut prosopometamorphopsia (PMO) dapat menyebabkan fitur wajah orang lain tampak mengerikan -- terkulai, lebih besar, lebih kecil, tidak pada posisinya, atau meregang dengan cara yang mengganggu. Foto: A. Mello et al via UPI.

SEJUMLAH orang yang didiagnosis menderita skizofrenia mungkin malah menderita kondisi penglihatan langka yang dapat menyebabkan wajah orang lain tampak demonik, mengerikan. Demikian menurut sebuah penelitian teranyar.

Kondisi yang disebut prosopometamorphopsia (PMO) ini dapat menyebabkan fitur wajah orang lain tampak mengerikan -- terkulai, lebih besar, lebih kecil, tidak pada posisinya, atau meregang dengan cara yang mengganggu.

“Tidak mengherankan jika penderita prosopometamorphopsia sering kali merasa terganggu saat melihat wajah orang lain,” kata tim peneliti di situs webnya terkait kondisi tersebut. “Untungnya, sebagian besar kasus hanya berlangsung beberapa hari atau minggu, namun beberapa kasus mengalami distorsi pada wajah selama bertahun-tahun,” tambah tim peneliti.

Menurut Brad Duchaine, seorang profesor psikologi dan ilmu otak serta peneliti utama di Lab Persepsi Sosial di Universitas Dartmouth, mereka telah mendengar dari banyak orang yang mengidap PMO bahwa mereka telah didiagnosis oleh psikiater menderita skizofrenia dan diberi obat antipsikotik, tatkala kondisi mereka bermasalah dengan sistem visual.

Untuk membantu masyarakat memahami PMO, Duchaine dan rekan-rekannya telah membuat laporan kasus pertama yang memberikan contoh distorsi wajah yang akurat dan fotorealistik yang dialami oleh pasien tertentu dengan PMO.

Pasien tersebut, seorang pria berusia 58 tahun, melihat wajah tanpa distorsi apa pun baik di layar maupun di atas kertas.

Namun ketika dia melihat seseorang secara langsung, wajahnya tampak mengerikan dan aneh, kata para peneliti.

Hal ini memberikan kesempatan unik untuk melihat dunia melalui mata seseorang dengan PMO, karena pasien ini biasanya melihat distorsi di semua wajah, baik yang ditampilkan dalam foto atau secara langsung. Demikian ditegaskan penulis utama penelitian, Antonio Mello, seorang mahasiswa doktoral psikologi dan ilmu otak di Universitas Dartmouth.

“Dalam penelitian lain mengenai kondisi ini, pasien dengan PMO tidak dapat menilai seberapa akurat visualisasi distorsi mereka mewakili apa yang mereka lihat karena visualisasi itu sendiri juga menggambarkan wajah, sehingga pasien juga akan merasakan distorsi pada wajah tersebut,” jelas Mello.

Tim peneliti mengambil gambar wajah seseorang, lalu meminta pasien membandingkan foto tersebut – yang ditampilkan di layar komputer – dengan apa yang dilihatnya secara langsung.

Menggunakan umpan balik real-time dari pasien, para peneliti kemudian memodifikasi foto agar sesuai dengan distorsi wajah yang dilihat pasien.

Hasil penelitian ini diterbitkan pada tanggal 20 Maret lalu di jurnal The Lancet. Tim peneliti berharap gambar-gambar tersebut akan meningkatkan pemahaman tentang PMO dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi orang-orang dengan kondisi tersebut.

“Tidak jarang orang yang mengidap PMO tidak memberi tahu orang lain tentang masalah persepsi wajah mereka karena mereka takut orang lain akan menganggap distorsi tersebut merupakan tanda gangguan kejiwaan,” kata Duchaine. “Ini adalah masalah yang sering kali tidak dipahami orang,” sambungnya.

Meski demikian, tim peneliti menyebutkan bahwa kondisi ini cukup langka, dengan hanya sekitar 80 laporan kasus yang pernah dipublikasikan mengenai orang yang menderita PMO.

Tidak jelas apa yang menyebabkan orang mengembangkan PMO, catat para peneliti. Mereka berspekulasi bahwa kondisi tersebut dapat disebabkan oleh kelainan pada bagian otak yang digunakan untuk memproses wajah atau hubungan antar bagian tersebut.***

Sumber: United Press International

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image