Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hilma Fanniar Rohman

Budaya Konsumtif di Bulan Suci

Agama | Monday, 11 Mar 2024, 00:35 WIB

Hilma Fanniar Rohman, S.E., M.E

Dosen Perbankan Syariah. Universitas Ahmad Dahlan

Masyarakat Indonesia menjalankan puasa Ramadhan tahun ini diliputi suka cita dan kecemasan secara bersamaan, suka cita karna memasuki bulan yang agung bulan penuh berkah, tetapi disisi lain diliputi kecemasan karna harga sembako yang terus melonjak. Puasa adalah ibadah yang memiliki sifat sirr yaitu hanya dirinya yang menjalankan dan Allah SWT yang mengetahui. Pada intinya ibadah puasa adalah ibadah yang menuntut kita mengkontrol diri. Sebagai mahkluk Allah yang diberkati dengan akal fikir, manusia memiliki kebebasan memilih. Manusia bisa memilih menjalankan perintah Allah atau bahkan menjalankan apa-apa yang dilarang oleh Allah.

Ramadhan seharusnya menjadi bulan yang membebaskan bukan hanya membebaskan dari kemaksiaatan tetapi lebih dari itu bulan Ramadhan harus membebaskan kita dari jerat kemiskinan. Tetapi Ketika bulan Ramadhan datang pasti bersamaan dengan datangnya kenaikan harga sembako dan kebutuhan lainya. Sebelum Ramadhan 1445 H datang harga sembako sudah naik bahkan yang Paling murah Rp 16 ribu jenis C4 atau medium, sebelumya Rp 13 ribu per kg. Tertinggi Rp 17 ribu-Rp 18 ribu per kg jenis premium seperti Mentik Wangi.

Dibulan yang suci ini budaya konsumtif Masyarakat justru meningkat drastis, yang seharusnya hanya makan dua kali Ketika sahur dan berbuka tetapi faktanya lain, justru Ketika berbuka puasa semua jenis makanan dan cemilan terhidang dimeja makan yang pada hari hari biasa juga tidak terhidang. Ini menambah ruet persoalan kenaikan harga sembako yang pada hari ini saja sudah meningkat harganya apalagi ditambah dengan watak konsumtif Ketika berbuka puasa.

Paradoks yang hadir ditengah Masyarakat muslim yang seharusnya menekan hawa nafsu yang ada malah bertolak belakang, menjadi lebih konsumtif dari pada hari-hari sebelum Ramadhan. Ketika siang hari berpuasa dan menahan lapar dan dahaga tetapi Ketika berbuka puasa melakukan pembalasan dengan memakan hidangan yang berlebihan.

Hal ikhwal demikian ditangkap sebagai peluang oleh kelompok kapitalis untuk meraup keuntungan sedemikian rupa, pada bulan suci ini para pengusaha menjadikanya wahana untuk panen keuntungan sebesar-besarnya. Hal demikian disebabkan oleh permintaan pasar yang meningkat. Iklan digencarkan baik melalui platform digital maupun lewat media cetak dengan dalih menyemarakan Ramadhan padahal ada maksud terselubung yaitu membudayakan watak konsumtif ditengah Masyarakat.

Hal demikian yang sesunguhnya menjadi godaan dibulan suci Ramadhan, apakah kita sebagai seorang yang beriman layak naik kelas menjadi mutaqin. Perilaku yang demikian harus menjadi renungan dan terus menjadi bulan untuk belajar menjadi muslim yang baik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image