Kemiskinan di Karangasem Bali, Sisi Lain Destinasi Internasional
Info Terkini | 2024-03-01 22:54:47Bali masih didaulat menjadi destinasi wisata Internasional. Pantas jika para wisatawan mancanegara sangat mengenal dimana letak geografis Bali dan ingin mengunjunginya. Pesona Bali ditampilkan begitu asri, masih melestarikan adat, simbol toleransi beragama, dan beragam pesona alamnya. Namun mereka tak benar-benar mengenal bagaimana kondisi Bali sesungguhnya. Pun dengan problematika di pinggir kotanya.
Pesona Bali sebagai destinasi wisata Internasional memang tak ada habisnya. Namun di balik itu semua, Bali juga tak lepas dari beragam problematika yang sistemik. Masalah sampah yang over capacity, hedonisme, free sex, AIDS, dan kemiskinan adalah sebagian kecilnya. Tidak hanya di pusat kotanya, tetapi di pinggiran kotanya pun ikut terkena imbasnya. Bukan imbas kesenangan dan kemudahan akses, tetapi imbas masalah yang membuat masyarakatnya makin menderita.
Sebut saja salah satu kabupaten yang masih merasakan kemiskinan di tengah hiruk pikuk kemewahan Bali. Kabupaten Karangasem adalah salah satu kabupaten di Bali yang masih menjadi peringkat teratas dengan kondisi warganya yang berada di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan data BPS, persentase warga miskin di Karangasem mencapai 6,56 persen hingga akhir tahun 2023. Dari jumlah tersebut, ada 27000 lebih dari 533.742 jiwa yang masih di bawah garis kemiskinan (radarbali.jawapos.com, 25/2/2024).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Padahal yang menjadi patokan secara global adalah US$ 2,15 PPP per hari.
Itu saja jika pemerintah masih menggunakan perhitungan US$ 1,9 PPP per hari, maka angka kemiskinan yang harus dituntaskan pada 2024 adalah 5,8 juta, atau 2,9 juta jiwa per tahun. Sementara jika menggunakan basis perhitungan US$ 2,15 PPP per hari, maka jumlah kemiskinan yang harus dientaskan 6,7 juta jiwa, atau 3,35 juta per tahun (finance.detik.com, 5/6/2023).
Kemiskinan adalah bencana bagi sebuah peradaban. Kemiskinan membuat manusia tidak mendapatkan dan kesusahan memenuhi hak-hak hajat kehidupan mereka. Jelas hal ini akan menimbulkan efek domino. Salah satu di antaranya berefek pada kualitas generasi.
Data global yang dikumpulkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana anak-anak PBB (UNICEF) dan Save the Children menunjukkan jumlah anak di seluruh dunia yang tak memiliki akses perlindungan sosial (perlinsos) apapun mencapai setidaknya 1,4 miliar anak berusia di bawah 16 tahun. Tak adanya akses perlinsos ini membuat anak-anak lebih rentan mengalami penyakit gizi buruk dan terpapar kemiskinan. Di negara-negara berpendapatan rendah hanya satu dari 10 anak bahkan kurang yang mempunyai akses terhadap tunjangan anak (kumparan.com. 15/2/2024).
Data-data tersebut sebenarnya menggambarkan kemiskinan multidimensi yang dialami dunia. Kebebasan yang diberikan oleh sistem kapitalisme hari ini membuat para kapital dapat menguasai hajat hidup rakyat, termasuk menguasai sumber daya alam. Padahal sumber daya alam adalah harta yang seharusnya digunakan untuk menjamin kebutuhan masyarakat seperti menjamin tersedianya layanan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Tak hanya itu, sistem kapitalisme juga membuat para kapital mengendalikan ketersediaan lapangan kerja, kebutuhan pokok masyarakat dan sejenisnya. Akibatnya kemiskinan tak terelakkan sebab masyarakat tetap harus mengeluarkan kebutuhan dengan harga yang beredar di pasaran namun mereka tak memiliki kepastian dalam pemasukan keuangannya.
Maka tidak dengan sistem Islam yang memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Mekanisme tersebut menjamin dari level individu yakni adanya kewajiban bekerja bagi setiap laki-laki untuk memberi nafkah kepada keluarganya. Kemudian level masyarakat yakni dorongan amal saleh berupa berinfak, sedekah, wakaf dan sejenisnya dari mereka yang memiliki harta lebih. Terakhir adalah level negara yang berperan dalam memastikan terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Adapun tugas Negara Islam untuk mengentaskan kemiskinan antara lain, pertama menciptakan lapangan kerja dan memerintahkan rakyat untuk giat bekerja. Sektor lapangan kerja akan dibuka secara luas, seperti pertanian, peternakan, jasa, maupun industri.
Kedua, menutup semua kecurangan yang mematikan ekonomi seperti praktik riba, judi, penipuan harga dalam jual beli, penipuan barang atau alat tukar, maupun penimbunan barang. Hal ini dipertegas dengan sistem sanksi yang akan diberikan kepada para pelaku kecurangan.
Ketiga, Negara wajib mengelola sumber daya alam secara mandiri sebagaimana perintah syariat. Islam mengharamkan penguasaan sumber daya alam oleh para kapital seperti saat ini.
Keempat, Negara wajib menjamin secara langsung kebutuhan publik yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis, baik kepada muslim atau nonmuslim, kaya atau miskin, tua atau muda. Adapun dana untuk menjamin kebutuhan tersebut bersumber dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang kemudian masuk ke pos kepemilikan umum Baitul Mal.
Dengan mekanisme inilah, Negara mampu mengentaskan kemiskinan. Meski demikian, bukan berarti di dalam Negara Islam nantinya tidak ada orang miskin. Keberadaan orang miskin karena Qada tidak bisa ditolak, namun dengan jaminan yang diberikan oleh Negara kepada semua rakyatnya, mereka masih bisa mendapatkan jaminan kehidupan yang layak daan terjangkau.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.