Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Andi Putri

Dibalik Kisruh Penolakan Rohingnya

Eduaksi | Sunday, 11 Feb 2024, 05:19 WIB
sumber image : merdeka.com

Konflik antara kelompok etnis Rohingya dan pemerintah Myanmar, menjadikan muslim rohingya melarikan diri dari negara mereka untuk mencari perlindungan di negara-negara tetangga seperti Bangladesh, Malaysia, dan salah satunya Indonesia. Total pengungsi rohignya sejak pertengahan November 2023 lalu mencapai 1.543 orang. Data itu diperoleh dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) per 10 Desember 2023.

Awalnya di Indonesia mendapatkan banyak dukungan untuk menampung pengungsi, namun akhir-akhir ini timbul pro kontra semenjak banyaknya isu yang beredar. Sejumlah alasan menolak Rohingya sebagai berikut, Rohingya akan merebut tanah Aceh seperti kasus Israel-Palestina, Jadi beban anggaran Negara, Rohingya menuntut lokasi pengungsian yang layak, Jorok dan kotor, kerap buang air besar sembarang, Membuang makanan, Imigran gelap masuk secara ilegal tanpa visa dan identitas yang jelas.

Bahkan puncak penolakannya sejak terjadinya demo gabungan oleh mahasiswa dari sejumlah kampus yaitu Al-Washliyah, Universitas Abulyatama, Bina Bangsa Getsempena, hingga Universitas Muhammadiyah Aceh pada hari Rabu (27/12/2023) yang berujung pada pengusiran pengungsi rohignya dari tempat penampungan. Menurut UNHCR pengusiran pengungsi itu merupakan hasil kampanye online yang terkoordinasi yang bermula dari misinformasi, disinformasi hingga ujaran kebencian.

Hingga akhirnya mendorong salah satu Ulama Aceh, Abi Hasbi Albayuni meminta kepada masyarakat untuk menghentikan suara penolakan terhadap pengungsi Rohingya. Ia juga mengajak masyarakat untuk ikut bersama-sama membantu para pengungsi itu atas dasar kemanusiaan dan saudara seiman.

Hoax Merusak Persatuan

Persitiwa pro kontra ini sungguh suatu kondisi yang tiba-tiba terjadi, padahal nyatanya diawal masyarakat Indonesia sangat “welcome” sekali pada para pengungsi. Indonesia bisa dikatakan memiliki tingkat solidaritas tinggi untuk rakyat yang berada pada Negara terjajah, salah satunya Palestina. Bahkan istilah julid berfaedah, julid fisabilillah, munculnya brigade hasan bin tsabit pun menandakan besarnya dukungan Indonesia.

Namun anehnya tiba-tiba gelombang penolakan terhadap rohingnya muncul, dimana terjadi dipertengahan November 2023. Hal ini dibarengi dengan bertambahnya kedatangan pengungsi rohingya oleh sebab buruknya situasi kemanan di kamp pengungsi cox’s bazar Bangladesh.

Penolakan bermula dari perdebatan public di media social, sehingga terbagilah masyarakat menjadi pendukung dan penolak kedatangan pengungsi. Menurut laporan dari CNN Indonesia, narasi kebencian dimulai pada 21 November 2023. Analisis jejaring social Drone Emprit menemukan informasi palusa dna narasi kebencian terhadap Rohingya di media social dengan sengaja disebarkan oleh akun atau forum fanbase yang biasanya anonym tanpa identitas pengirim yang jelas. Hal ini sangat signifikan meningkatkan perbincangan sehingga mudah menarik perhatian nasional.

Menurut Direktur Institute Muslimah Negarawan (IMuNe) sekaligus ahli geopolitik Dr. Fika Komara konflik horizontal ini belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan justru didapati masyarakat Aceh khususunya dikenal ikhlas dan siap membantu pengungsi Rohingya. Ia merasa ini adalah sesuatu yang terkesan janggal, apalagi kondisi saat ini tengah kuat arus opini membela Palestina.

Bisa dikatakan ada “Pihak” yang sengaja melalukan disinformasi melalui akun palsua UNHCR dan banyak akun anaonim lainnya yang menyebarkan narasi kebencian terhadap Rohingya. Hal ini tentunya berefek pada pelemahan solidaritas umat islam dan memecah belah umat yang fokus pada masalah Palestina.

Sehingga dari peristiwa kekacauan antara masyarakat Aceh dan Rohingya, siapa yang kemudian diuntungkan? Tentulah pihak yang tidak menyukai solidaritas dan persatuan umat islam, termasuk salah satunya yang membenci dukungan umat islam Indonesia terhadap Palestina.

Solusi persatuan untuk rohingya

kaum muslim harus fokus pada akar persoalan yang menyebabkan pengungsi muslim Rohingya ke luar negara mereka. Bukan fokus pada persoalan yang sejatinya hanya persoalan turunannya. Apalagi ikut terprovokasi dan terhasut sehingga mengabaikan ajaran Islam untuk menolong dan membantu saudara seiman.

Penjajahan atas rohingya, begitupula di Palestina dan Negeri muslim lainnya tidak lepas dari hilangnya kesatuan umat yang menjadikan umat mudah terusir dan teraniaya. Bahkan Negara “seiman”pun tidak mampu memberikan pertolongan yang hakiki. Gelombang pengungsi rohingya memang tidak bisa diselesaikan hanya dengan di Indonesia saja. Sebab ini adalah bagian dari permasalahan dunia islam secara keseluruhan.

Penindasan dan kedzaliman mereka dapatkan langsung oleh rezim militer Birma ditempat tinggal mereka, Arakan. Padahal Arakan itu negeri Islam tempat adalah negeri-negeri Islam tempat di mana mereka itu ada bahkan sejarawan menyebutkan bahwa Islam telah masuk ke daerah Arakan itu pada tahun 877 Masehi di masa Khalifah Harun ar-rasyid. Kaum muslimin pernah memerintah di Kesultanan Arakan itu lebih dari 3 setengah abad, antara tahun 1430 hingga tahun 1784.

Namun semua ini berubah setelah kesatuan umat islam diruntuhkan. Umat terpecah belah, tersekat-sekat hingga menjadikan mereka saling mementingkan diri masing-masing. Beginilah nasib umat muslim. Mereka seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Tercecer dan terancam di mana-mana.

mari umat muslim jagalah ukhuah islamiyyah. Janganlah kita tercerai-berai, apalagi menzalimi saudara seiman. Kita juga benar-benar membutuhkan persatuan islam kembali. Sebab persatuan islam dengan penerapan islam kaffah inilah yang akan menyatukan kaum muslim serta menjaga kehormatan, harta, dan darah mereka.

Allahu’alam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image