Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fadhilah Putri Haryanti

Buana Bunga Bagaskara

Sastra | Thursday, 01 Feb 2024, 09:57 WIB

Dalam kebebasan, jiwa merayakan keceriaan bagai tarian yang mengalun indah di atas rerumputan. Seperti halnya kata-kata Shakespeare yang melukiskan kebebasan sebagai angin sepoi yang membelai wajah, membawa cerita kebahagiaan yang tersirat. Dalam kebebasan, terdapat keceriaan yang melampaui kata-kata, sebuah makna yang hanya bisa dirasakan dalam keheningan malam dan gemerlap bintang.

Gemerlap bintang tidak bisa mengalahkan kesercahan cahaya mentari yang menusuk indah maupun lara menghadapi tantangan. Kebebasan, keceriaan, dan harapan membawa Para Insan kuat mengukir cerita kehidupan yang sangat Fantastis.

Misi pencarian sepercik kebebasan, dilakukan oleh Nora Lyna Permata yang sedang mencari apa itu kebahagiaan dan harapan. Menurut kalian kebahagiaan dan harapan itu apa? Apakah sebuah pola pikir yang mengedepankan ego? atau sebuah ikatan murni selalu diingat? Oleh karena itu, Nora sedang mencari makna tersebut.

Dengan keadaan pontang-panting, Nora terus melakukan aktivitasnya dengan perasaan hampa, gelisah, dan menghela nafas berturut-turut memikirkan kenapa dirinya masih begini-begini saja. Sedangkan yang lain sudah menemukan setitik Abhati di kelopak mata mereka.

Pikiran positif seketika muncul di otak, membisikkan kepada hati dan pikiran, bahwasanya hidup ini janganlah mengeluh atas ke tidak kemampuan dan kepercayaan kamu selama ini atas perbuatan yang kamu tanggung sendiri. Kamu sudah melakukan segalanya dengan sepenuh hati dan raga. Namun, berkata lain bagi kamu.

Kini saatnya, untuk kamu bersikap optimis bahwasanya perjalanan hidup ini akan berakhir sebagaimana pikiran dan kemampuan kamu untuk merubah lautan dangkal ini untuk mencapai ke permukaan yang diinginkan dengan berhasil, bahagia, dan ceria.

Keceriaan tersebut bisa diambil dari perubahan emosional yang kita kirimkan ke saraf lalu terpancar jauh di tubuh kita dengan cara mensyukuri segala sesuatu yang diberikan. Akibat ketabahan yang diperoleh, matanya yang indah kini memancarkan keceriaan seiring dengan senyuman yang menghiasi surai wajahnya. Ia merasa bebas seperti bunga matahari yang selalu mengikuti jejak matahari. Keceriaannya tercermin dari setiap jentikan angin yang membawa daun-daun kecil terbang bersama kebebasan yang ada.

Ilustrasi bunga matahari (Shutterstock)

Dalam keceriaan bunga matahari, terkandung makna kehidupan yang indah. Mereka tumbuh tanpa beban, bebas berkembang mengikuti irama alam. Seakan-akan bunga-bunga tersebut berbicara pada setiap orang yang melewati kebun itu, mengajak mereka untuk merangkul kebebasan dan kebahagiaan yang selalu tersedia di sekitar.

Namun, kebebasan dan kebahagiaan tidak selalu datang tanpa perjuangan. Di suatu waktu, desa tersebut dilanda badai yang membawa hujan deras dan angin kencang. Bunga-bunga matahari itu bergoyang-goyang, menahan terpaan badai sekuat mungkin. Walaupun kelopak-kelopak mereka ada yang terlepas, tetapi mereka tetap teguh berdiri.

Badai itu pun berlalu, dan matahari kembali bersinar terang. Bunga-bunga matahari yang selamat dari badai menghadiahkan keindahan yang lebih mendalam. Mereka tetap tegak berdiri, mengajarkan bahwa kebebasan dan kebahagiaan sejati datang dari kekuatan dalam diri untuk mengatasi cobaan.

Begitupun dengan kita, sebagaimana badai yang kita lalui terasa berat dan menyesakkan, yakinlah bahwa badai yang kita lalui kini, akan berhasil dengan kebahagian, kebebasan, dan keceriaan yang di bawah dalam diri kita.

"Kamu pasti bisa melewati Prahara dan bisa kembali seperti semula." Monolog Nora penuh keyakinan dalam diri sembari menghadap lurus ke matahari dan langit, meyakinkan diri.

Di sebuah tanah yang seluas 4 hektare, di bawah tempat terlihatnya matahari yang bersinar, terdapat kursi taman LionHead di mana Nora duduk sekarang sembari menikmati Sarayu gratis yang tampak menyegarkan mata.

Akibat keasikkan melamun, Nora merasakan dingin di bagian pipi. Tetesan air yang menyejukkan, menyadarkan kerandoman pikiran. Ditengoklah wujud yang sangat mengganggu indera perasa tersebut untuk mengetahui penyebab dirinya ingin naik pitam sekarang.

"Hai, Cantik, jangan melamun, dong. Aku dicuekin, Nih." goda sosok remaja yang ikut duduk di sebelah kanan Nora.

"Lo apa-apan sih, No, gak jelas banget." Nora menggerakkan mata malas dengan perkataan jijik sang sahabat, Luciano Arzhel, selalu menggodanya.

"Apa yang lo lamunin lagi, Hm? Gak bosan lamun terus? Hati-hati loh kesurupan," jahil Luciano yang tertawa puas

"Yang ada gue sudah kesurupan berkat lo. Please, jangan jahili gue dulu. Gue gak mood." Nora mengambil minuman yang diberikan Luciano. "Lo tau apa yang gue selalu overthinking kan,"

Luciano meraih telapak tangan sahabatnya. "Nora, coba lihat gue." Nora menuruti pernyataan Luciano.

"Nor, lo gak sendiri. Ingat, lo masih ada gue sama adek lo itu. Jangan berpikiran lo sendiri di dunia ini. Jangan capek untuk bangkit kembali untuk capai keinginan lo. Jangan merasa gagal. Lo sedang dibentuk!"

"Gue yakin lo bisa lewati ini dan berhasil hadapi tantangan berat ini." Luciano mengeratkan genggaman pada tangannya, berubah nada menjadi serius, menyemangati Sahabat paling disayanginya untuk tidak melakukan hal aneh.

"Gue selalu berusaha berpikiran positif, No, tapi pikiran negatif gue lebih gede dari pada positif gue. Jadi, setiap hari gue rasakan sesak plus hampa banget kenapa ini selalu terjadi ke gue. Gue terlalu banyak kesalahan, ya? Maafin gue ya, No, misal gue punya salah,"

Luciano otomatis menggelengkan kepala tidak setuju. Sisi negatif inilah yang sangat dibenci oleh Luciano. Dia sangat memahami bagaimana Nora selama ini. Selalu memperhatikan setiap pergerakan sang gadis kecil senantiasa menarik perhatiannya sedari awal pertemuan. Dan kini, menjadi sahabat tidak pernah tidak dengar keluh kesahnya.

"Nora yang manis dan baik hati ... tolong dengarkan ini baik-baik. Lo gak ada melakukan perbuatan jahat yang membahayakan dan mengecewakan orang lain selama di hidup lo. Lo sama sekali gak berbuat kesalahan ke gue maupun ke orang lain. Justru, lo sendiri yang terjebak oleh manusia munafik itu karena ke-Toxic-an yang diberikan kepada lo. Bikin seolah-olah lo adalah pelakunya,"

"Gue selama ini gak tinggal diam, Nor, tanpa gak lo ketahui, gue sudah beri peringatan ke mereka supaya tidak lakukan lagi. Gue lakukan apapun supaya lo bisa bahagia, ceria seperti dulu."

"Maaf sebelumnya, mungkin ini bermula dari masa kecil lo yang selalu disalahkan oleh orang tua lo dan selalu dianggap salah di mata mereka atas kesalahan adek lo yang berbuat salah. Itu, bikin lo sampai detik ini terus rasakan kalau lo selalu berbuat salah padahal belum tentu kesalahan lo. Apakah benar?" Nora mengangguk membenarkan.

"Nora, mulai sekarang belajar, yuk, untuk kendalikan hormon sensitif lo. Lo boleh gak tegaan sama orang lain dan peduli sama orang lain, tetapi ingat, kalau diri lo perlu abaikan kesalahan orang lain yang ganggu pikiran lo, LAKUKAN. Jangan merusak mental lo dengan perbuatan negatif orang lain yang gak ada hubungan sama sekali. Lindungi diri lo."

"Maafkan mereka ya, By. Kembali seperti Nora sebelumnya. Yang bagaikan Bunga Bagaskara memancarkan keceriaan, optimisme, kegembiraan, dan kebahagiaan walaupun sederhana. Ikhlaskan kegagalan yang diterima lalu bangkit seiring berjalannya waktu. Bisa, kan?"

Nora mengangguk bisa. "Anak pintar." Luciano mengelus surai lembut Nora yang sudah kembali memancarkan raut positif. Nora memeluk erat sahabat yang sangat dicintainya, senantiasa menemani disaat terburuk kemudian menyemangatinya. Dia sangat menyayangi sahabatnya ini.

"Terima kasih ya, No."

"Anything for you." Bisiknya semakin mempererat tautan di antara mereka.

Sang bunga matahari dengan perlahan tumbuh mekar menikmati semua proses dengan sisi positif dan kelegaan di hati tanpa memandang masa lalu yang kelam selama dirinya berproses. Terus berkibar, memancar dengan didampingi oleh sang surya yang menjadi sumber kehidupan.

"Bahagia bukan dia yang hebat dalam segalanya, tetapi dia yang mampu temukan hal sederhana dalam hidupnya dan tetap bersyukur."

"Kamu terlihat cantik seperti bunga matahari dan menawan seperti mawar." - Avijeet Das

"Selalu lihat sisi terang kehidupan, seperti bunga matahari, yang memandang matahari, bukan awan gelap."

"Lepaskan beban yang membuatmu sedih, kamu pantas bahagia."

-TAMAT-

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image