Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tyas Chairunisa

Ada Apa dengan Makna Rindu?

Rembuk | Friday, 05 Jan 2024, 05:51 WIB

Suatu hari, di sebuah kedai kopi, empat pria berkumpul bersama setelah lama tak bersua. Mereka berbicara, berdiskusi dengan topik random. Hingga akhirnya, topik tersebut membawa mereka ke pembahasan terkait rindu.

Seorang di antara mereka berkata, "Aku sudah lama tak menemuinya. Rindu sekali."

Seorang yang lain berkata, "Sebesar apa rindumu kepadanya, Kawan? Memangnya, kau tidak menghubunginya melalui gawai atau media sosial?"

"Tentu saja aku menghubunginya lewat itu. Namun, rasanya berbeda bila tidak bertemu langsung."

Salah satu dari mereka berujar, "Ah, kau ini berlebihan saja! Apakah memang seperti itu orang kasmaran yang sedang merindu?"

"Hai, Kawan! Kau pasti belum pernah merasakan dan menahan rasa rindu yang mendalam. Itu begitu berat, seolah kau tak kuasa menanggungnya."

"Oh ya? Seberat apa? Bukankah sekarang melepas rindu sudah lebih mudah dengan memanfaatkan teknologi? Ya, ya, yang tadi kubilang, melalui gawai."

"Memang benar katamu. Sekarang aku tanya, apakah selama beberapa pekan ini tidak bertemu dengannya kau tak rindu?"

"Mmh..."

"Kau tak menjawab bukan? Berarti kau juga merasakan rindu seperti aku."

"Kalian ada apa berbicara tentang rindu?" tanya seorang lagi yang dari tadi hanya sibuk dengan ponselnya. Entah melakukan apa di ponsel itu. Mungkin membalas chat dengan seseorang.

"Ah, tidak. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa saat ini aku merindukannya. Begitu juga dengan kawanmu yang satu ini. Kau juga merindukan gadis itu, bukan?"

"Jangan sok tahu!"

"Jangan menyangkal!"

"Yang berat menanggung rindu itu kau! Bukan aku."

"Iya, aku berat menahan rindu. Mungkin seberat ratusan ton beras. Bagaimana dengan dirimu?"

"Kau hanya puluhan ton beras? Tak sebanding tentunya dengan diriku. Aku merindukannya seperti ingin mengangkat puluhan buldoser!"

Mereka bertempat tertawa bersamaan.

Seorang dari mereka pun berceletuk, "Kau ratusan ton beras, sedangkan kau puluhan buldoser. Maaf, menurutku itu belum begitu besar. Jika memang kalian merindu mendalam, tentunya seperti seberat dan sedalam gunung di lautan."

"Hahaha... Wah, wah, wah! Ternyata kawan kita ini berpuitis dalam menafsirkan rasa rindu."

"Duh, kalian ini! Rindu itu tak seberat mencari sinonimnya, lho!"

"Ini orang rada 'beda' tafsirannya!"

"Bukankah benar? Rindu bersinonim dengan kangen. Lalu, adakah sinonim lain dari rindu selain kangen? Renjana? Sungkawa?"

"Ah, sudah, sudah. Nanti pembahasannya semakin berat hanya karena rindu saja."

"Hahaah... Kalian itu tidak perlu ribet membahas rindu. Jika ada fotonya di ponsel kalian, cukup pandangi fotonya saja apalagi kalau si dia tersenyum, pasti manis bukan?"

"O, rupanya dari tadi kau mengutak-atik ponsel karena melihat fotonya?"

"Tidak juga. Mengobati rindu itu tak harus memandang fotonya, tetapi juga melihat media sosialnya, membalas chat-nya."

"Kalian bertiga ini memang sedang kasmaran dan merindu."

"Seperti kau tak pernah merindukan seseorang saja!"

"Namanya manusia, pasti pernah merasakan rindu, terlebih kepada orang yang dikaguminya. Hanya saja menurutku, rindu yang sebenarnya tak dapat dideskripsikan dengan kata-kata atau hal apa pun, tetapi dirasakan di lubuk hati. Nah, kalau sudah seperti itu, lebih baik kita beristigfar dan memohon perlindungan kepada Allah agar Dia menjaga rindu ini 'tuk tidak terjerumus dosa. Rindu itu bisa menjurus ke penyakit hati, Kawan. Maka dari itu, obatnya yang tadi kubilang, beristigfar seraya mendoakan orang yang kita rindukan berada dalam lindungan-Nya."

"Bijak sekali dirimu, Kawan," kata seorang di antara mereka sambil memeluk pundaknya.

Pembicaraan terkait rindu memang tak pernah selesai, tak ada habisnya. Bahkan, kabarnya hingga sekarang mereka masih membahas tentang itu. So, why not?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image