Pak Ogah, Jadi Solusi Atau Bikin Semrawut?

Rembuk  

Mengatur lalu lintas di setiap persimpangan atau putar balik arah, mengibarkan lampu atau bendera dengan cepat tanpa memberi intruksi, atau menggunakan rompi hijau atau oranye yang menyala. Orang orang menyebutnya 'Pak Ogah'. Inisiatifnya adalah mengatur lalu lintas dengan rela berpanas-panasan demi mendapatkan recehan, bahkan terkadang menjadi sukarelawan.

Nama Pak Ogah diambil dari karakter serial televisi legendaris Si Unyil yang kerap berkata “Bagi cepek dong den”. Dari sinilah pengatur jalan lalu lintas disebut Pak Ogah. Terkadang mereka mendapat receh dari pengguna jalan. Bahkan ada yang beranggapan mereka meminta-minta uang para pengguna jalan.

Pada kenyataannya, Pak Ogah yang ada di jalan ini jarang memaksa meminta imbalan kepada pengendara. Biasanya, para pengendara ini memberi uang seikhlasnya mulai dari Rp 500 hingga Rp 5.000. Meski keberadaan pak ogah terkesan menambah semrawut jalanan, akan tetapi jasanya sangat membantu pengguna jalan terutama pengendara mobil.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Saya menjadi Pak Ogah belum lama baru sekitar dua bulanan. Sebelumnya saya menjadi tukang parkir namun ada temen saya nawarin saya untuk ikut menjadi Pak Ogah, kemudian saya ikut temen saya menjadi Pak Ogah karena saya pikir-pikir tukang parkir lebih ribet karena harus setor ke atasan lah, pemilik lahan lah. Kalo Pak Ogah ini kan pendapatan langsung ke saya," tuturnya sambil berteduh memegang es cekek di bawah teriknya siang.

Walaupun pemasukannya tidak pasti namun pekerjaan ini masih membuatnya nyaman. Jika sedang beruntung, dia bisa menutup kebutuhan sehari bahkan bisa lebih. “ Kadang bisa sampai Rp 150 (ribu)-an lebih mas, paling sedikit Rp 30 ribu, pengendara mobil mas yang sering ngasih uang, pengendara motor juga ada tapi paling Cuma beberapa aja sih” ujarnya.

Tak bisa pilih kasih, tak mempermasalahkan rupiah, semua orang yang lewat di depannya harus di sebrangkan. Entah pesepeda, pengendara motor, pengendara mobil, dan bahkan pejalan kaki yang ingin menyebrang harus di sebrangkan. Dengan memiliki niat dari awal adalah membantu pengguna jalan dan berharap diberi imbalan karena telah membantunya.

"Dari pagi sampai siang mas soalnya nanti bergantian juga sama teman saya yang itu dari sore sampe malem, kadang-kadang juga gantian saya yang dari sore nanti temen saya yang pagi. Kalo untuk dari jamnya sendiri gak bisa dipatok soalnya juga tergantung dari saya pengen berangkatnya jam berapa, kan ya nggak ada atasannya ya mas jadi ya terserah saya pengennya berangkat kapan," ujarnya sambil menunjuk dengan jarinya yang menghitam terkena teriknya siang.

Dia tidak bekerja sendiri melainkan ada giliran temannya untuk menggantikan, walaupun tanpa jadwal melainkan kesadaran untuk tidak serakah. Siang hari yang terik kerap membuatnya lelah serta mengajaknya untuk menyerah untuk dilanjutkan dengan temannya yang siap menggantikan tugasnya menjadi Pak Ogah.

Bekerja dengan memanfatkan ramainya keadaan, bisingnya klakson kendaraan, dan lalu lalang penguna jalanan. "Bekerja di jalanan tidak sesimpel itu, harus izin juga mas, kalo izin saya cuma izin dari warga sekitar sini sih mas, kebetulan temen saya punya kenalan deket jalan sini jadi untuk masalah izin dipermudah, sebetulnya kalo nggak izin juga nggak masalah, tapi biar lebih aman saja, intinya sudah ada kula nuwun-nya mas jadi lebih tenang aja ke depannya," ujarnya.

Meskipun izin dari warga setempat sudah dilalui, namun tak jarang Pak Ogah mendapatkan masalah masalah terutama dari Pak Ogah lain yang juga ingin mencari rupiah dari tempat itu. Untuk menyelesaikan itu bisa dicari jalan tengahnya,. Menurutnya semua juga butuh uang harus juga saling memaklumi dan saling menguntuntungkan.

Keberadaan Pak Ogah masih menjadi pro kontra dari pengguna jalan. Banyak yang terbantu dan tidak sedikit yang merasa dirugikan. Menurut undang- undang yang ada keberadaannya dilarang oleh pemerintah namun tak sedikit juga masyarakat yang terbantu dengan keberadaan Pak Ogah. Hal ini juga di akibatkan dari tidak adanya sistem menajemen lalu lintas yang jelas.

Pemerintah masih seenaknya membuat rambu putaran di sejumlah titik tanpa melihat efektif atau tidaknya pemasangan rambu putaran kendaraan. Semakin banyak rambu putaran kendaraan maka dipastikan akan banyak titik kemacetan arus lalu lintas, dan hal inilah merupakan peluang bagi hadirnya Pak Ogah. Mereka hadir karena keterbetasan petugas yang mengatur arus lalu lintas.

Keberadaan mereka di antaranya memudahkan bagi para pejalan kaki yang hendak menyeberang, menghindarkan kecelakaan lalu lintas bagi pengendara mobil atau motor yang melaju kencang untuk pesepeda, memudahkan pengendara motor dan mobil yang akan putar balik.

"Kalo menurut saya pribadi saya merasa terbantu mas karena kalau mau puter balik gini susah kan mas jalan ramai terus. Mobil-mobil juga banyak yang kenceng-kenceng jalannya, jadi buat nyebrangin jadi aman dan gak nunggu lama harus nungguin sepi dulu. Apa lagi kalo pagi-pagi mau berangkat kerja kan bisa jadi cepet di jalannya kalo mau nyebrang apa mau puter balik," ujar Dinda, pengguna jalan yang merasa terbantu dengan adanya Pak Ogah.

Namun ada juga pengendara yang menganggap Pak Ogah ini malah meresahkan. Tak sedikit juga jalan yang justru macet atau semrawut gara-gara Pak Ogah,  mengingat tidak semua berpengalaman dalam mengatur lalu lintas, banyak yang hanya ingin yang penting dapet uang tidak melihat risikonya.

"Gara-gara Pak Ogah jalanan jadi macet, mungkin karena komunikasi dengan Pak Ogah lainnya kurang dan malah menyebabkan macetnya tambah parah, terutama di perempatan jalan biasannya," ujar Diki, pengguna jalan yang merasa dirugikan oleh adanya Pak Ogah.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

Kategori

× Image