Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tyas Chairunisa

Memaknai Filosofi Suatu Hadiah

Curhat | Friday, 29 Dec 2023, 23:17 WIB

Jumat, 29 Desember 2023.

Tiga hari sebelumnya, tepatnya 26 Desember, merupakan milad saya. Usia saya sudah tak lagi muda. Beberapa tahun lagi, saya memasuki "kepala" 4. Meski demikian, saya menyadari bahwa umur saya di dunia semakin berkurang. Saat merenung, hal yang saya pikirkan adalah "Apakah saya sudah memanfaatkan kehidupan di dunia ini dengan baik?"

Ya, saya menyadari bahwa sebagai seorang manusia saya tidak sempurna dan selalu memiliki kelemahan serta sering pula melakukan kesalahan, bahkan bisa saja tanpa disadari itu berdosa. Apakah Dia mengampuni segala dosa saya? Jika mengingat itu, jujur, bukan berlebihan ataupun drama, saya merasa takut apalagi sudah jelas bahwa hal dan/atau perilaku yang kita lakukan di dunia ini pasti kelak dipertanggungjawabkan di akhirat.

Pada 26 Desember, tepat tengah malam, saya dibangunkan oleh ibu saya. Ternyata, kedua orangtua saya, semua adik saya, bahkan adik-adik ipar, serta anak perempuan saya dan ponakan memberikan kejutan untuk saya. Alhamdulillah, di tahun ini, tepat di tanggal kelahiran saya, keluarga berkumpul lengkap. Ini merupakan nikmat dari Allah Swt. Allah Mahabaik memberikan hadiah, yakni kami dapat berkumpul, komplet.

Momen ini merupakan yang dinanti sebab kami, baik saya maupun adik-adik saya, memiliki kesibukan masing-masing sehingga cukup sulit untuk berkumpul bersama, terutama dengan orangtua. Secara bergantian mereka memeluk dan mencium kening dan pipi saya seraya mendoakan dan rerata membisikkan kalimat sama, "Barakallah, tetap sabar dalam menjalani kehidupan."

Saya berusaha untuk tidak menangis, padahal saya sangat ingin menangis. Ya, menangis bahagia tentunya. Mereka: orangtua dan adik-adik, serta anak perempuan saya merupakan kekuatan saya dalam menjalani hidup ini. Mereka senantiasa menyemangati dan menguatkan tatkala saya merasa rapuh dan lelah. Alhamdulillah, hingga saat ini mereka berada dalam kehidupan saya, menyayangi dan memberikan perhatian walaupun secara tersirat. Namun, bukankah itu yang lebih tulus?

Berlanjut pada dua hari berikutnya, yakni 28 Desember. Ada apa di hari itu? Lagi-lagi saya mendapatkan kejutan. Kejutan dari siapa? Ternyata, seorang sahabat saya serta keempat siswa saya atau lebih akrab disebut Prajurit--siswa yang akrab dengan saya dan sahabat--tanpa memberi tahu tetiba datang ke rumah.

Saya benar-benar tidak menyangka mereka datang seraya membawa kue cokelat-tiramisu. Salah satu dari Prajurit memberikan kue tersebut kepada saya di teras rumah dan seorangnya lagi berkata untuk segera memotong kuenya--tanpa tiup lilin. Saat menerima kue, saya tidak tahu harus berkata apa. Adapun yang saya rasakan ialah merasa terkejut, terharu, dan ingin menangis. Sahabat saya meledek saya, "Nangis, nih! Nangis, nih!" Namun, saya menolak, "Gak, dong! Gengsi nangis di depan mereka (Prajurit)." Saya berusaha untuk tidak menangis. Meski demikian, sesungguhnya saya merasa senang dengan kejutan berupa kedatangan mereka.

Selanjutnya, saya mempersilakan mereka masuk ke ruang tamu. Tak lama kemudian, saya memotong kue tadi untuk mereka. Sebelum makan kue, sahabat dan seorang siswa saya memberikan "sesuatu" ke saya. Wah, kejutan apa lagi ini? Seperti anak kecil yang kegirangan, mungkin jika tidak ada mereka, saya bisa jejingkrakan karena senangnya mendapatkan "sesuatu" yang begitu berkesan.

Mengapa "sesuatu" itu berkesan? Alasannya, "sesuatu" yang mereka berikan merupakan benda bermanfaat, menyenangkan, bahkan warnanya pun kesukaan saya, yakni biru. Mereka tahu saya sangat suka biru makanya mereka memberikan "sesuatu" itu dengan dominan biru, bahkan paper bag berukuran kecil pun berwarna biru.

sumber: dokumen pribadi

Saya sangat terharu mendapatkan itu dari mereka. Speechless, tentu saja. "Sesuatu" yang mereka berikan untuk saya merupakan rezeki dari-Nya melalui perantara mereka. Apa yang mereka lakukan dan berikan untuk saya merupakan bentuk perhatian dari mereka sekaligus nikmat dari Allah yang perlu disyukuri. Allah memang benar-benar Mahabaik. Mempertemukan saya dengan mereka, orang-orang baik dan sopan sekaligus berhasil membuat saya terharu (cukup) mendalam. Itu bukanlah drama, melainkan fakta sesungguhnya. Bila Anda sekalian diperlakukan seperti itu, tidak menutup kemungkinan akan merasakan hal yang sama seperti saya meski bisa saja dieskpresikan dengan cara berbeda.

Satu hal yang membuat saya terkesima dari "sesuatu" itu ialah hadiah dari sahabat saya berupa tas, bantal berwarna biru, serta dua parfum. Saya teringat akan sebuah hadis. Rasulullah saw. bersabda, "Tiga pemberian yang tidak boleh ditolak: bantal, minyak wangi (parfum), dan susu." (HR. at-Tirmidzi). Dua benda berdasarkan hadis itu merupakan hadiah dari sahabat saya. Alhamdulillah, ya Allah.

Selain itu, dari Prajurit saya pun mendapatkan "sesuatu" yang menurut saya mengandung filosofi masing-masing. Mereka memberikan hamper mangkuk cantik dengan sumpit, Al-Qur'an dan tasbih, serta pajangan sepeda. Berdasarkan informasi yang saya ketahui, sumpit mengandung filosofi berupa gambaran tentang keadilan, kebersamaan, kesederhanaan, ketidakserakahan, serta kesadaran akan keterbatasan, sebagaimana yang dimiliki oleh manusia. Adapun mangkuk berfilosofi berupa kehidupan di dunia.

Saya menyimpulkan bahwa hamper tersebut bermakna saat menjalani kehidupan di dunia, manusia tentunya memiliki porsi masing-masing, baik rezeki maupun ujian. Walau demikian, manusia harus ingat bahwa dengan menanamkan dan menerapkan keadilan, kebersamaan, kesederhanaan, ketidakserakahan, serta kesadaran akan keterbatasan, juga keyakinan akan pertolongan Allah, insyaAllah, segala hal yang dialami dalam kehidupan ini dapat dijalankan dengan penuh ketenangan--meski ini tidaklah mudah.

Lalu, Al-Qur'an dan tasbih. Keduanya merupakan benda yang harus dimiliki oleh umat Islam. Al-Qur'an adalah pedoman seorang muslim. Segala hal yang terjadi dalam kehidupan ini, baik di dunia maupun (kelak) di akhirat, diungkapkan di dalamnya. Selain itu, dengan memahami keutamaan membacanya, mengingatkan kita semua bahwa kelak Al-Qur'an akan memberikan syafaat kepada pembacanya pada hari kiamat. Adapun tasbih biasa digunakan untuk berzikir, di antaranya bertasbih, bertahmid, bertakbir, bertahlil, dan beristigfar.

Dengan kata lain, Al-Qur-an dan tasbih ini menjadi sebuah pengingat betapa pentingnya kita untuk mengingat dan meyakini Allah Swt. sekaligus mengejar pahala dan berharap mendapatkan syafaat kelak di hari kiamat dan akhirat. Ya Allah, semoga kami mendapatkan itu semua dari-Mu. Aamiin ya Rabbalalamiin.

Satu "sesuatu" lagi, yakni pajangan sepeda. Tentu kita tahu bahwa sepeda akan dapat berjalan dengan roda. Alegorinya, roda berputar itu seperti kehidupan. Mengapa demikian? Karena dalam menjalani kehidupan, ada kalanya kita berada di posisi atas dan juga di bawah. Jadi, tinggal cara kita menyikapi saat keadaan kehidupan berada di atas dan di bawah, salah satunya ialah dengan bersyukur kepada Allah karena semua itu dari dan merupakan takdir-Nya.

Berdasarkan penjelasan (sangat) sederhana mengenai filosofi "sesuatu" dari mereka, sahabat saya dan Prajurit, semua itu berada dalam satu simpulan, yakni tentang harmoni kehidupan. Dalam menjalani kehidupan yang kadang kala berada di atas dan ada kalanya di bawah, harus kita sikapi dengan rasa syukur dan sabar dengan menyerahkan segalanya kepada Allah Swt., berzikir kepada-Nya, membaca Al-Qur'an sebagai "obatnya", pun tidak lupa untuk senantiasa bersikap, bertindak, dan berpikiran dengan kesederhanaan, berkeadilan, tidak diselimuti keserakahan, serta menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna karena memiliki keterbatasan sesuai porsinya masing-masing.

Di sisi lain, setelah sahabat dan Prajurit memakan kue cokelat-tiramisu, saya mengajak mereka makan di luar alias mentraktir. Berawal mengajak makan mi Aceh yang ternyata kedainya tutup, lalu kami menuju ke kios mi ayam yang di sampingnya terdapat penjual es kelapa muda. Saya sudah membayangkan, makan mi ayam sambil minum es kelapa, pasti nikmat. Namun ternyata, kios penjual es kelapa tutup. Akhirnya, saya mengajak mereka ke salah satu kedai bakso-mi ayam.

Di kedai tersebut, kami mengobrol dengan tema random serta bercanda yang menimbulkan gelak tawa. Tidak lupa kami berfoto untuk mengabadikan momen tersebut. Kami pun berada di kedai tersebut sekitar sejam lebih. Setelah itu, kami pulang.

Sesampainya di rumah, saya iseng melihat Galeri di ponsel. Lalu, saya menemukan foto yang diambil pada Maret 2023, tepatnya ketika sahabat saya milad. Dia juga mentraktir kami di kedai bakso-mi ayam dekat sekolah. Wallahualam, mungkin sudah qadarallah. Tanpa terencana, bahkan jauh dari prediksi, ternyata saya dan sahabat pada milad kami mengajak dan mentraktir Prajurit di tempat berlatar sama, yakni kedai bakso-mi ayam, meski lokasinya berbeda. Subhanallah...

Sumber : dokumen pribadi

Fabiayyi aala irabbikumaa tukadzibaan, alhamdulillah ya Allah atas nikmat dan kesenangan yang telah Kau berikan kepada insan ciptaan-Mu ini. Engkau Maha Penyayang lagi Mahabaik. Di milad yang jatuh pada akhir tahun ini, Engkau berikan hadiah yang indah: keluarga komplet berkumpul dan juga mendapatkan surprise dari sahabat dan Prajurit. Terima kasih, ya Allah. Terima kasih Engkau curahkan kasih sayang-Mu dengan menghadirkan mereka yang perhatian dan memberikan sesuatu yang begitu berkesan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image