Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image galuh rosmaniar

Kritik Kepada Pengungsi Rohingya : Salah Alamat!

Agama | Monday, 11 Dec 2023, 11:53 WIB

Badai pengungsi rohingya belum juga usai. Pada tanggal (10/12/2023), telah berlabuh dua kapal di provinsi Aceh pada waktu dan tempat yang berbeda. Dari informasi yang diperoleh, dua kapal tersebut berlabuh di Kabupaten Pidie dan di Kabupaten Aceh Besar. Sehingga, total delapan gelombang pengungsi telah berlabuh di Provinsi Aceh sejak november 2023 lalu.


Miris, nasib minoritas muslim etnis Rohingya yang terkatung-katung di bumi Allah yang luas. Terusir dari tanah kelahiran dan mengalami penindasan oleh pemerintah setempat. Kewarganegaraan mereka tidak diakui semenjak UU 1982. Hidup mereka lebih rendah daripada hewan ternak akibat tak memiliki identitas dimanapun. Nyawa mereka teramat murah di tangan ekstrimis budha dan militer setempat. Gerak mereka amat terbatas, jangankan pendidikan, sekedar bekerja mencari makan saja susah. Tak heran, perilaku barbar yang nampak akibat hidup tanpa mendapatkan hak layaknya manusia lainnya.


Kini, media sosial tengah ramai bersahut-sahutan memaki tingkah niradab pengungsi rohingya. Mereka dinilai tidak tahu diri, tak tahu balas budi, cikal bakal z10n15 dan kata-kata keji lainnya. Bahkan, beberapa komentar netizen dengan sadisnya menyuruh memberikan mereka makanan yang dicampur obat tidur agar setelahnya dimasukkan dalam kapal dan dibiarkan terombang ambing di lautan. Sadis!. Sebenarnya, apakah etnis rohingya layak diberlakukan seperti hama dimanapun berada?.


Netizen indonesia harus paham dengan sejarah. Etnis Rohingya adalah minoritas muslim di Myanmar. Moyang mereka berasal dari Bangladesh yang seabad silam dipaksa oleh Inggris untuk memadamkan pemberontakan di Burma (sekarang Myanmar). Setelah Inggris kembali pulang, mereka ditinggalkan begitu saja. Di Burma, anak cucu Rohingya dituduh penjajah. Kembali ke bangladesh, mereka tak lagi diakui penduduk asli. Malang nasib anak cucu keturunan Rohingya yang lahir tanpa bisa memilih.
Penderitaan tanpa identitas dan tak diakui keberadaanya membuat etnis Rohingya hidup di bawah garis kemiskinan yang ekstrim. Sudahlah miskin, pendidikan tak didapat. Maka patutlah mereka menjadi momok bagi warga lokal yang menampung dengan sukarela. Gesekan kultur dan pola pikir yang jauh berbeda menjadikan banyak masyarakat awam terbebani keberadaan mereka. Ini adalah hal wajar, rakyat tak semestinya menanggung beban yang bukan kewajiban mereka. Namun, bagaimana dengan netizen yang tak ikut terbebani namun larut dalam caci maki?.


Mestinya netizen paham, ini semua adalah akibat dari penindasan dan hipokritnya dunia kepada suku,ras dan agama tertentu. HAM hanyalah omong kosong yang dijadikan tameng oleh kapitalis demi melanggengkan kekuasaan, bukan untuk menjaga hak hidup manusia tak berdaya. Jangan sampai netizen muslim Indonesia ikut-ikutan mengambil peran menindas kaum papa.


Setiap muslim yang memiliki iman pasti akan bertindak sesuai dengan syariat Allah. Begitupun ketika melihat kasus pengungsi rohingya. Pertolongan yang kita berikan kepada manusia yang lemah semata-mata harus kita fokuskan kepada ridha Allah taa'la, bukan asas untung rugi atau menanti balas budi. Namun, tentu saja sebagai rakyat biasa, menanggung pengungsi yang terus berdatangan tanpa tahu kapan pulang pastilah berat. Tetapi hal ini bukanlah pembenaran untuk memperberat derita Rohingya, melainkan untuk mendesak penguasa negeri muslim, dalam hal ini indonesia, agar segera menjamin hak hidup etnis Rohingya di tanah mereka.


Negosiasi politik harus dilakukan kepada pemerintahan Myanmar. Bahkan jika perlu, pengarahan militer pun harus dikerahkan. Belajar dari para khulafaur rasyidin, mereka memiliki taring dan cakar kepada siapa saja yang berani menindas muslim. Andai saja syariat islam masih berjaya seperti berbabad silam, pasti muslim tidak akan terhina seperti ini.


Maka, sampailah kita kepada kesimpulan. Apa yang terjadi pada pengungsi rohingya bukanlah salah dan mau mereka. Semua manusia berhak mendapat hak hidup yang layak. Kemudian, besar harapan penulis agar muslim Indonesia, tidak menyalahkan pengungsi yang sebenarnya lahir akibat dari kezaliman penguasa mereka. Kritik haruslah diarahkan kepada penguasa yang mempunyai kekuatan untuk menolong atau menindas, bukan kepada sipil yang tak bisa berbuat apa-apa.


Kita berharap, pemerintah indonesia bisa menolong muslim di negeri manapun yang memohon perlindungan. Dan berlaku layaknya para pemimpin terdahulu dibawah kepemimpinan islam, menjadi singa yang disegani dan dihargai. Semoga Allah mempercepat kembalinya kehidupan islam rahmatan lil alamin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image