Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image galuh rosmaniar

Daily Dose Of Sunshine, Maraknya Penyakit Mental. Ada Apa?

Agama | Tuesday, 28 Nov 2023, 08:09 WIB

Sebuah drama korea bergenre psikologis telah dikemas dengan alur cerita yang menarik dan mudah dipahami. Dengan setting rumah sakit khusus untuk pasien yang mengalami gangguan jiwa, drakor ini mampu meraih hati penonton dengan rating 8,3/10 semenjak kemunculannya.

Namun, ada beberapa hal yang hendak penulis ungkapkan terkait sisi negatif dalam drama tersebut. Walaupun banyak dari penonton yang membuat ulasan positif terkait tema yang di usung, yakni memahami gejala mental illness beserta tindakan yang harus dilakukan, tetap saja drama ini menurut penulis sangat riskan jika ditonton oleh mereka yang sejak memiliki kelemahan dari segi mental.

Sebelumnya bersama kita lihat dulu fakta terkait unsur-unsur yang membangun drama ini. Drama Daily Dose of Sun diluncurkan pada november tahun 2023 di korea selatan. Penulis berpendapat, setiap karya pastilah bertujuan sesuatu, entah itu dalam hal mempromosikan suatu produk, tempat wisata, kritik sosial bahkan sampai menyebarkan ideologi. Dan pada saat ini, korea selatan sendiri menjadi negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi.

Terkait fakta tersebut, penulis beranggapan bahwa jelas drama DDOS mengangkat tema mental illness karena bertujuan untuk menyadarkan pentingnya memberi perhatian kepada para penderita. Mulai dari memahami gejala hingga penyelesaiannya. Tak hanya itu, DDOS juga mengajarkan para penonton secara tak langsung agar memiliki kesadaran darimana munculnya mental illness dan berharap hal demikian bisa penonton hindari.

Tetapi, semestinya drama ini juga dilengkapi panduan ketika menonton. Sebab tontonan ini dikhawatirkan justru akan membawa resiko besar menjerumuskan orang-orang yang memang memiliki mental yang relatif tidak stabil semakin larut dan membenarkan tindakan agresif seperti yang digambarkan dalam drama DDOS.

Kekhawatiran ini bukan tidak berdasar, namun sudah sering kita saksikan justru kerusakan mental berasal dari tontonan yang berubah menjadi tuntunan. Untuk mereka yang merasa memiliki latar belakang yang sama dengan lakon dalam drama tersebut, mereka akan hanyut dalam konflik batin dan malah membenarkan sakit yang ia derita kemudian meniru perilaku self harm seperti adegan-adegan yang dimunculkan.

Tentu, penulis mengapresiasi segala cara yang diupayakan agar penyakit mental tidak dipandang sebelah mata atau malah dihina. Penyakit ini memang mesti kita sadari akar berikut solusinya. Maka dari itu, perlu adanya kesadaran yang jernih ketika menonton drama ini, tetapi jika dirasa kita memiliki mental rapuh dan mudah terbawa suasana, ada baiknya kita meninggalkannya.

Sebenarnya, penyakit mental sendiri banyak menjangkit penduduk di negeri-negeri kapitalis. Karena sistem kapitalis sekulerlah yang melahirkan individu-individu acuh dan egois. Mental penduduk yang lahir dalam ideologi ini sama sekali tidak bersumber kepada keyakinan yang Haq, yakni Al-Quran dan Assunnah. Sehingga standar perbuatan baik dan buruk berikut standar perilaku terpuji dan tercela semua menurut pandangan manusia.

Padahal manusia satu dan yang lain sangat berbeda. Contoh kecilnya saja terkait pekerjaan. Bagi beberapa orang menjadi karyawan perusahaan adalah sesuatu yang bergengsi dan membuat harga diri menjadi naik di kalangan masyarakat. Padahal untuk beberapa orang lain, menjadi pengusaha jauh lebih membanggakan karena tidak harus tunduk pada peraturan.

Sedangkan, jika kita melihat dari kacamata islam, pekerjaan apapun selama dia halal dan bermanfaat bagi dirinya, keluarganya bahkan masyrakat luas, itu sudah cukup. Karena Allah sendiri berfirman: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."(QS. An-Nisa' 4: Ayat 32).

Dengan ayat tersebut setiap muslim harusnya paham, jika memang setiap karunia masing-masing individu adalah berbeda, dan wajib bagi kita untuk menjaga agar hati tetap berada dalam koridor syukur supaya terjauhkan dari penyakit iri hati yang rentan kepada penyakit mental.

Mental illness bisa mengidap siapa saja yang hidup dalam sistem kapitalis sekuler pada hari ini. Maka sudah semestinya kita seorang muslim untuk menjalankan segala aktivitas dengan memiliki kesadaran sebagai mahkluk Allah yang taat pada syariat. Jika segala perbuatan kita kembalikan kepada ridho Allah taa'la, maka rasa benci, dendam, marah, tidak puas dan lain-lain akan otomatis terkendalikan dengan baik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image