Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naila Shopy Agnia

Hukum Waris Bagi Anak Hasil Perzinaan

Agama | Thursday, 23 Nov 2023, 22:18 WIB
https://www.istockphoto.com/id

Seiring dengan perkembangan zaman yang begitu pesat tentunya menghadirkan poin-poin positif serta negatif, hal ini tentunya menimbulkan berbagai kontroversi pada kalangan masyarakat khususnya pada poin negatif, karena seringkali permasalahan tersebut dilakukan oleh generasi muda yang pada hakikatnya sebagai kader penerus bangsa namun gagal untuk menjadi panutan bagi generasi selanjutnya, contohnya pada pengonsumsi narkoba, minuman keras, pelaku kekerasan seksual serta perzinaan.

Zina adalah persenggamaan antara seorang laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan ataupun perkawinan, hal ini merupakan sesuatu yang dilarang oleh negara dan agama karena telah melanggar hukum serta syari’at yang berlaku. Bahkan sudah dicantumkan dalam kitab Al-quran dalam surat Al-Isra ayat 32 yang bermakna:

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbutan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

Lalu bagaimana jika dengan perbuatan tersebut menghasilkan sebuah nyawa yang tidak bersalah? Bagaimana dengan nasab serta kedudukanya sebagai penerima waris apakah ada hak didalamnya? Pada hal ini terdapat dua pandangan yang berbeda yaitu berdasarkan pada perspektif agama dan UU KUHP.

Masalah hak waris adalah salah satu persoalan yang sering kali dipertanyakan dikalangan masyarakat, khususnya hukum waris untuk anak yang terlahir karena perzinaan. Waris adalah pengalihan hak atau kedudukan harta benda seseorang yang sudah meninggal kepada orang yang masih hidup. Dalam permasalahan waris terdapat hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak dan kepemilikan atas harta kekayaan yang ditinggalkan seperti syarat dan ketentuan serta hukum-hukum dalam pelaksanaan waris.

· Perpektif agama

Pada hal ini status dan nasab seorang anak yang lahir karena sebuah perzinaan mengikuti nasab dari ibunya dan tidak dinasabkan pada bapak biologisnya dan kaitanya dengan masalah kedudukan waris untuk anak yang terlahir dari perzinaan maka ia tidak akan mendapat hak waris dari ayah biologisnya walaupun ayah dan ibunya telah menikah secara sah, karena anak tersebut merupakan hasil perzinaan sebelum digelarnya sebuah pernikahan yang sah. Akan tetapi anak tersebut tidaklah patut disebut dengan ‘anak haram’ karena sesungguhnya كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ atau setiap orang yang terlahir dari rahim seorang ibu adalah suci namun yang salah adalah kelakuan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

· Perspektif Undang-Undang KUHP

Menurut perspektif UU KUHP anak yang terlahir dari hasil perzinaan tidak memiliki ikatan hukum dengan orang tuanya sampai salah satu atau keduanya mengakui kehadiran anak tersebut. Namun jika dikaitkan dengan hukum waris maka hal itu akan sedikit berbeda.

Berdasarkan KUH Perdata, anak hasil zina tidak mendapat warisan dari orang tuanya, dalam pasal 100 KHI juga menerangkan bahwa anak yang lahir karena perbuatan zina hanya mempunyai nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini di pertegas dalam pasal 869 KUH Perdata yang menerangkan, bila bapaknya atau ibunya sewaktu hidup telah memberikan jaminan nafkah seperlunya untuk anak yang lahir karena perzinaan atau penodaan darah, maka anak tersebut tidak mempunyai hak lanjut dalam menuntut warisan dari bapak atau ibunya.

Pada penjelasan yang sudah dipaparkan menurut perspektif agama dan Undang-Undang KUHP diterangkan bahwa status anak yang lahir diluar sebuah pernikahan maka ia mengikuti nasab dari ibunya dan tidak mengikuti nasab dari bapak biologisnya. Dan ia tidak mempunyai hak apapun dalam permasalahan waris.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image