Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Kontribusi Dunia Arab dalam Kekalahan Palestina 1948

Sejarah | 2023-11-19 05:33:54

KONTRIBUSI DUNIA ARAB DALAM KEKALAHAN PALESTINA 1948

Dalam Perang Dunia I (PD I), Turki Utsmani berada di pihak Blok Sentral yang meliputi Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia. Sedangkan di Blok Sekutu terdiri dari Inggris, Perancis, dan Rusia. Dampak kekalahan Turki Utsmani dalam Perang Dunia I salah satunya adalah wilayah kekuasaan Utsmani di Dunia Arab diambil alih oleh negara pemenang, yaitu Inggris dan Perancis.

Melalui Perjanjian Sykes-Picot, Inggris mendapatkan wilayah Mesir, Iraq, dan Palestina. Sedangkan Perancis memperoleh Transyordania, Lebanon, dan Suriah. Keberadaan mereka di wilayah tersebut mereka sebut sebagai pemerintahan “mandat”. Walau pada kenyataannya, pelan tapi pasti, istilah mandat hanya sebagai batu loncatan untuk melakukan kolonisasi di kawasan Timur Tengah.

Sebenarnya, jauh sebelum Utsmani kalah dalam PD I, Inggris dan Perancis telah lama punya keinginan untuk menguasai Dunia Arab yang saat itu masih menjadi bagian dari Kekaisaran Turki Utsmani. Dimulai dengan mendirikan kantor dagang, perwakilan diplomatik, penempatan tenaga ahli, termasuk mendukung pemberontakan yang dilakukan oleh penguasa lokal terhadap Istambul.

sumber gambar: https://aceh.tribunnews.com

Mandat Inggris di Palestina

Salah satu peran penting yang dilakukan oleh Inggris di Palestina dan membawa dampak buruk hingga hari ini adalah Deklarasi Balfour 1917. Dalam deklarasi itu, pemerintah Inggris memberikan legitimasi kepada kaum Zionis di seluruh dunia untuk mendirikan negara nasional bagi bangsa Yahudi di tanah Palestina.

Sejak saat itu, terjadilah gelombang migrasi secara berkesinambungan kaum Yahudi dari seluruh dunia menuju Palestina. Ditambah pula, peristiwa pembantaian orang Yahudi yang dilakukan oleh Tsar Rusia, Alexander III dan Holocaust oleh Nazi Jerman semakin menambah gelombang migrasi. Puncaknya, di tahun 1935, populasi Yahudi di Palestina yang pada awalnya hanya 9 persen, kini telah meningkat drastis menjadi 27 persen.

Kehadiran kaum Yahudi di Palestina yang semakin besar memicu ketegangan dengan penduduk setempat.

Di sisi lain, keberadaan kaum Yahudi di Palestina semakin kuat dan kokoh. Mereka memiliki tentara yang terlatih, sokongan dana yang kuat dari konglomerat Yahudi internasional, serta memiliki organisasi yang rapi dan terkoordinasi dengan baik. Ketika posisi Inggris mulai melemah di Timur Tengah dan mandat Inggris di Palestina akan segera akhir (14 Mei 1948), kaum Yahudi mulai berani melakukan tindak kekerasan terhadap orang Arab.

Dan, pertikaian antara orang Yahudi dan Arab pun tak terhindarkan lagi.

Dukungan AS

Pada 25 Februari 1947, Menlu Inggris, Ernest Bevin menyerahkan permasalahan Palestina kepada PBB dengan harapan bahwa masyarakat internasional akan lebih sukses dalam menyelesaikan permasalahan di Palestina. Lalu PBB membentuk Komite Khusus untuk Palestina yang dikenal dengan UNSCOP yang beranggotakan 11 negara. Setelah menghabiskan waktu lima minggu di Palestina, para delegasi dengan suara bulat menyerukan akhir mandat Inggris dan merekomendasikan pembagian Palestina menjadi negara Yahudi dan Arab (partisi, dua negara). Suara yang diperoleh adalah 8 berbanding 3. Hanya India, Iran, dan Yugoslavia yang menetang partisi, karena lebih memilih negara kesatuan federal Palestina.

Laporan UNSCOP telah disampaikan ke Majelis Umum PBB untuk dibahas pada November 1947. Resolusi Partisi nantinya akan membagi Palestina menjadi enam wilayah yang terkotak-kotak: tiga wilayah untuk Arab, tiga wilayah untuk Yahudi, dan satu wilayah (Yerusalem) di bawah perwalian internasional. Rencana ini mengalokasikan sekitar 55 persen wilayah Palestina menjadi negara Yahudi, termasuk Galilea, garis pantai Laut Tengah dari Haifa sampai Jaffa, dan Gurun Arabah sampai ke Teluk Aqabah.

Para aktivis Zionis dengan gigih melobi anggota PBB untuk mendapatkan mayoritas 2/3 wilayah yang dibutuhkan untuk melaksanakan Resolusi Partisi. Pada detik-detik terakhir, posisi AS[1] berubah 180 derajat dari tidak akan melakukan intervensi menjadi secara aktif menekan anggota lain untuk memberikan dukungan atas usulan partisi tersebut. Akhirnya, pada 29 November 1947, Resolusi Partisi disetujui dengan keunggulan suara 33 berbanding 13 dengan 10 abstain.

Kekalahan Bangsa Arab

Setelah memperoleh persetujuan dunia internasional untuk pendirian negara Yahudi, kaum Zionis mengambil langkah besar lainnya untuk mewujudkan tujuan kenegaraannya. Namun, dunia Arab pada umumnya, dan orang-orang Arab Palestina pada khususnya, tetap menentang resolusi itu.

Tidak sulit untuk memahami posisi orang Arab Palestina. Pada tahun 1947, mereka masih menjadi warga mayoritas, yaitu 2/3 dari total populasi atau lebih dari 1,2 juta orang Arab dibandingkan dengan 600.000 orang Yahudi. Mereka memiliki 94 persen dari total lahan Palestina dan sekitar 80 persen lahan pertanian subur di wilayah itu.

Di sisi lain, negara-negara Arab, banyak di antaranya yang baru saja memperoleh kemerdekaan dari kolonialis Eropa, juga terpecah-belah dan mengalami demoralisasi. Mereka baru saja mengalami kekalahan diplomatik pertama dari oposisi mereka yang bersemangat dengan disetujuinya Resolusi Partisi PBB. Dihadapkan keputusan untuk membagi Palestina, persaingan antar-Arab pun muncuk ke permukaan.

Satu-satunya negara Arab yang mendukung gagasan partisi adalah Transyordania. Raja Abdullah menyambut baik kesempatan untuk menambahkan Arab Palestina ke kerajaannya sendiri yang hampir seluruhnya terkurung daratan. Hal ini menimbulkan kebencian yang mendalam dari kaum elit politik Palestina. Dunia Arab melakukan isolasi terhadap Raja Abdullah. Dia juga tidak dipercaya oleh pemerintah Suriah yang takut akan ambisi Abdullah atas tanah mereka sendiri. Termasuk permusuhan lama antara Bani Hasyimiyah di Jazirah Arab dengan Bani Saud, serta kecurigaan monarki Mesir yang tidak menginginkan saingan bagi negaranya yang merasa paling piawai dalam menangani urusan Dunia Arab.

Alih-alih menyatukan suara dan tentara nasional mereka, negara-negara Arab tetangga lebih memilih memanggil para relawan – kaum nasionalis Arab dan persaudaraan Muslim – yang bertekad untuk menyelamatkan Arab Palestina.

Apabila negara-negara Arab tetangga memiliki koordinasi dan perencanaan di muka akan secercah kepercayaan dan tujuan bersama, pasukan Arab mungkin akan menang. Namun, mereka memasuki Palestina dengan persaingan yang lebih besar antara satu sama lain daripada melawan negara Yahudi.

Setiap negara Arab memiliki kepentingan nasionalnya sendiri. Mereka memasuki perang itu sebagai orang Mesir, Transyordania, dan Suriah, bukan sebagai bangsa Arab.

Oleh karena itu, koalisi Arab melawan negara Yahudi dengan tujuan yang sebagian besar negatif: 1) mencegah pembentukan negara Yahudi di tengah-tengah mereka; 2) mencegah Transyordania memperluas wilayah ke Palestina (Tepi Barat); dan 3) mencegah mufti Haji Amin al Husayni membentuk sebuah negara Palestina. Tidak mengherankan jika pasukan Arab kewalahan menghadapi pasukan Yahudi yang dimotivas oleh tekad besar untuk mendirikan negara.

Akhirnya, 14 Mei 1948 negara Israel pun resmi berdiri.

*****

Bagi rakyat Palestina, tahun 1948 akan dikenang sebagai Al Nakba (bencana). Selama perang saudara dan perang Arab-Israel I, sekitar 750.000 warga Palestina menjadi pengungsi. Mereka membanjiri Lebanon, Suriah, Transyordania, dan Mesir, serta wilayah Arab yang masih tersisa di Palestina sendiri. Hanya Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem yang tetap berada di tangan orang Arab. Jalur Gaza berada di bawah perwalian mesir sebagai wilayah pemerintahan otonom. Sedangkan Tepi Barat digabungkan dengan Transyordania, yang setelah wilayahnya mencakup kedua tepi Sungai Yordan, menyingkat namanya menjadi Yordania.

Pada akhir perang Arab-Israel I, tidak ada tempat tersisa di peta yang bisa disebut sebagai negara Palestina. Yang ada hanyalah bangsa Palestina yang tinggal di bawah pendudukan Israel atau dalam diaspora, dan akan menghabiskan sisa sejarahnya hingga saat ini, berjuang untuk memperoleh hak-hak nasional mereka.

Referensi:

Eugene Rogan, Dari Puncak Khilafah, Sejarah Arab-Islam Sejak Era Kejayaan Khilafah Utsmaniyah, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta 2017.

[1] Presidennya Harry S. Truman

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image