Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anidah

Beyond The Brand dan Aksi Boikot Israel

Info Terkini | Wednesday, 15 Nov 2023, 15:28 WIB

Ketika konsumen memutuskan tak membeli pakaian di retail brand global tentu sah saja, entah karena harganya yang lebih mahal, ataupun karena ternyata retail tersebut termasuk industri fast fashion yang erat dengan isu pencemaran lingkungan.

Pun ketika mereka memutuskan menghindari produk fast food atau minuman karbonasi tentu sah juga, entah karena alasan kalori dan kadar gulanya yang tinggi tak baik untuk kesehatan, ataupun karena produk tersebut ternyata berafiliasi dengan Perusahaan multinasional pendukung genosida.

Apapun alasannya konsumen punya hak memutuskan produk yang akan dibeli dan digunakan.

Seiring dengan perkembangan teknologi, konsumen makin mudah mengakses sumber informasi yang turut mempengaruhi sikap dan persepsinya terhadap sebuah produk. Persepsi inilah yang membentuk psikologis konsumen ketika memutuskan pembelian. Tuntutan konsumen menjadi lebih dari sekedar apakah produk ini berkualitas bagus, harganya terjangkau, dan mudah diperoleh, namun What is Beyond The Brand mulai menjadi faktor pertimbangan. Melalui pembelian konsumen juga berharap ide, pemikiran, harapan mereka sejalan dengan Produsen.

Siapa yang menyangka Keputusan Konsumen dalam pembelian suatu produk kini punya kekuatan luar biasa ketika muncul secara masif dalam skala global. Atas nama kemanusiaan seruan boikot produk yang terafiliasi Israel saat ini tengah menggema di berbagai negara.

Boikot, Divestasi, dan Sanksi

Boikot adalah bagian dari 3 upaya non-kekerasan; Boikot, Divestasi, dan Sanksi terhadap Israel (BDS), BDS menemukan momentumnya pasca serangan Israel ke jalur Gaza pada akhir Oktober 2023 lalu, meski Gerakan non-kekerasan ini sebenarnya telah muncul sejak 2005. Gerakan BDS didirikan oleh koalisi sekitar 170 kelompok akar rumput dan masyarakat sipil Palestina. BDS bertujuan memberi tekanan pada Israel untuk segera mengakhiri pendudukan dan penjajahan Israel di seluruh tanah Arab, dari Palestina hingga Dataran tinggi Golan Suriah.

Masifnya gerakan mendukung BDS adalah sebuah keniscayaan, solidaritas sebagai sesama manusia pasti akan muncul melihat apa yang dialami warga Palestina akibat agresi israel. Konflik agama ataupun bukan, jelas ada kekuatan tak berimbang antara dua belah pihak. Hingga kini Israel tak bergeming dengan tuntutan gencatan senjata dari dunia, tidak heran karena Amnesty Internasional dalam laporannya pada 2022 pun menganalisis niat Israel untuk mempertahankan sistem penindasan dan dominasi atas warga Palestina (Tempo, 6/8/23).

Tatkala warga dunia tak bisa berharap pada organisasi sekelas PBB dan OKI, maka seruan Boikot menjadi cara terakhir yang mampu dilakukan di level individu. Boikot sesungguhnya adalah wujud aksi nyata solidaritas di akar rumput, karena kecaman tak terbukti mampu menyelamatkan nyawa yang hilang meskipun berasal oleh PBB maupun OKI.

Seberapa Berpengaruh Aksi BSD Ini?

Setiap aksi pasti menimbulkan reaksi. Besarnya reaksi akan linier dengan seberapa dianggap penting atau mengancamnya keberadaan aksi tersebut.

Di media sosial hingga 7 November lalu tercatat tagar #BDS mencapai 2,8 miliar kali penanyangan sementara tagar #BDSboycottlist telah ditonton 5 juta kali di TikTok (Republika, 7/11/23). Meski banyak tagar dukungan Palestina terkena shadow banned di media sosial, namun kian hari semakin banyak konten serupa bermunculan dengan segala bentuk kreatifitasnya. Emoji buah semangka ramai dipilih sebagai bentuk simbolisasi Palestina sebagai upaya menghindari shadow banned.

Masing-masing pihak Pro Palestina maupun Pro Israel mengklaim hal berbeda merespon aksi boikot. Seperti yang dikutip Tirto.id, Brooking Institution yang berbasis di Washington mengklaim aksi boikot tak akan berpengaruh besar, alasannya 40 persen ekspor Israel adalah barang ”antara” yang digunakan dalam proses produksi. Sekitar 50 persennya berupa barang “diferensiasi” yang tidak dapat disubstitusi semisal chip komputer khusus. Kendati demikian, Bank Dunia mencatat penurunan tajam ekspor barang setengah jadi dari tahun 2014-2016, dengan kerugian sekitar $6 miliar (Tirto.id, 14/11/23)

Dalam versi BDS, aksi mereka menjadi faktor kunci untuk penurunan investasi asing ke Israel, yakni sebesar 46 persen pada 2014 dibandingkan 2013. Beberapa produk yang menyatakan Pro israel juga mengalami penurunan penjualan secara global hingga menawarkan diskon besar-besaran. Sebuah supermarket di Mesir menawarkan Starbuck Frappucino dengan diskon hampir 80 persen. Starbuck di Malaysia telah mengurangi jam operasional secara nasional karena kehilangan banyak pelanggan. McDonalds di Inggris baru saja mengumumkan penurunan harga Big Mac dan McNuggets sepanjang bulan November (Republika, 7/11/23). Hal tersebut dianggap sinyal keberhasilan aksi BDS. Di Indonesia media sosial ramai dengan seruan beralih dari produk Perusahaan multinasional dan ke produk lokal dan UKM.

Rupanya Israel tak berdiam diri, mereka memaksa pemerintah AS untuk melarang aksi BDS. Kini 21 negara bagian di AS menekan warganya tidak turut serta memboikot Israel jika mereka hendak mengakses dana bantuan bencana dari pemerintah AS. Bahkan pernyataan tersebut tertulis di dalam aplikasi penerimaan dana bantuan yang wajib ditandatangani.

Banyak pihak berharap aksi BDS mampu menekan dan mengubah sikap pemerintah Israel, negara pro Israel, hingga Perusahaan pendukung Israel. Setidaknya, aksi boikot dapat meningkatkan kesadaran terhadap isu Palestina, meski kemungkinan tidak menghasilkan dampak ekonomi yang signifikan. Masyarakat dunia menghendaki adanya perubahan atas kondisi di Palestina saat ini.

Kita Adalah Satu Tubuh

Meluasnya solidaritas terhadap Palestina atas nama kemanusiaan telah melewati batas agama dan negara. Terlebih bagi umat Islam ada kesamaan aqidah diantara kita dengan warga Palestina. Rasul saw bersabda: “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR Muslim No 4685)

Selayaknya tubuh, bagian lainnya akan bereaksi tatkala 1 bagian terluka, tak hanya mengobati namun juga mencegahnya kembali terluka.

Tanpa mengesampingkan aksi boikot di level indivu dan komunitas, namun boikot hanya akan benar-benar berdampak signifikan jika dilakukan dalam skala yang lebih besar lagi: Embargo. Sayangnya belum ada pertanda hal tersebut akan dilakukan baik oleh PBB maupun OKI. Padahal tanggung jawab terbesar saat ini ada di pundak mereka, para pemimpin negeri-negeri muslim. Di tangan mereka ada kekuatan militer dan ekonomi, 2 hal yang lebih dari cukup untuk menghentikan Israel. Apalah daya nampaknya kepedulian mereka baru sebatas retorika saja. Berharap akan ada sosok seperti Salahuddin Al Ayubi di zaman modern ini, yang membebaskan tanah Palestina dan menyatukan kembali umat Islam dalam satu kepemimpinan. Tanpa persatuan hakiki, umat Islam hanya bagai buih di lautan. Hari ini Palestina, besok siapa yang tau negeri manalagi yang bernasib sama menjadi korban keserakahan Israel dan sekutunya.

Referensi:

https://majalah.tempo.co/read/internasional/169402/gerakan-boikot-israel

https://tirto.id/apakah-boikot-efektif-dan-berdampak-pada-israel-gScG

https://ameera.republika.co.id/berita/s3q2wj478/aksi-boikot-produk-israel-makin-kencang-begini-kepanikan-merek-besar-dunia

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image