Bid'ah dalam Agama
Agama | 2023-11-04 10:31:52
Ar Rabi’ meriwayatkan dari As Syafi’i yang mengatakan bahwa bid’ah itu ada dua macam, pertama sesuatu yang baru dan bertentangan dengan Al Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Kedua, sesuatu yang baru dan tidak bertentangan dengan konsep sebelumnya.
Dalil-dalil yang banyak membicarakan tentang bid’ah antara lain dari Hadits Aisyah ra. Rasulullah bersabda “Hal yang mengada-ada dalam urusanku, yang tidak ada perintahku, maka hal itu akan tertolak”. Hadits Jabir bin Abdullah, yang menceritakan bahwa pernah Rasulullah berkhutbah dan menyatakan:” Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW. Dan seburuk-buruk urusan adalah yang baru, dan setiap bid’ah adalah sesat” HR Ahmad
Hadits Irbadh ibn Sariyah menceritakan: Suatu hari Rasulullah SAW shalat bersama kami, lalu ia menghadapi kami dan menasehati kami dengan nasehat yang melelehkan air mata, menggetarkan hati. Berkatalah salah seorang dari kami: “Ya Rasulullah sepertinya ini adalah nasehat perpisahan, maka apa yang akan engkau pesankan untuk kami? Sabda Nabi: “Aku wasiatkan kalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati kepada pemimpin kalian, meskipun ia adalah budak hitam. Maka sesungguhnya barang siapa yang akan hidup berumur panjang, pasti akan menyaksikan perselisihan yang banyak, maka tetaplah kalian dalam sunnahku, sunnah khalifah rasyidin yang mendapatkan hidayah. Peganglah dan gigitlah dengan gigi taringmu. Dan waspadalah dengan hal-hal baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat”. An Nasa’iy menambahkan: “dan setiap bid’ah akan masuk neraka.” HR Ahlussunan.
Bid’ah dalam agama lahir disebabkan oleh banyak sebab. Secara global penyebab itu dapat dikategorikan dalam dua kelompok yakni penyebab internal dan eksternal. Penyebab-penyebab internal antara lain: ketidak tahuan terhadap Sunnah Nabi, keinginan untuk berbuat baik yang berlebihan, ketakutan kepada Allah yang berlebihan, mengikuti syetan, mencari dan mempertahankan kedudukan, adanya pendapat yang memperbolehkan taqlid (mengekor dalam beramal tanpa mengetahui dalil), pengalihan belajar Al Qur’an dan Sunnah pada pendapat ulama dan fuqaha (ahli fiqh), serta Syubhat (ketidak jelasan) antara bid’ah dan al mashalih al mursalah (kebaikan yang tidak disebutkan dalam tekstual dalil syar’iy)
Penyebab eksternal munculnya bid’ah adalah rekayasa dari luar yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam seperti yang dilakukan kaum zindiq (kafir ateis) dengan menyebarkan pemikiran dan pemahaman yang merusak akidah dan konsep Islam, seperti pengkultusan kepada orang-orang shalih, atau penghentian pemberlakuan syariah Islam, sehingga umat Islam mencari alternatif syariah lainnya.
Secara umum bid’ah adalah perbuatan dosa yang haram dikerjakan. Hal ini dapat kita perhatikan dari dalil-dalil yang menerangkan tentang bid’ah sebagaimana tersebut di atas. Meski begitu tingkatan haramnya berbeda-beda sebagaimana tingkatan maksiyat yang lain. Hukum bid’ah dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu bid’ah kabirah (besar) dan bid’ah shaghirah (kecil).
Bid’ah Shaghirah adalah bid’ah yang terjadi pada masalah furu’iyyah (cabang), karena adanya syubhat (ketidak jelasan) dalil. Bid’ah ini akan terus kecil jika: tidak menjadi bentuk kebiasaan (mudawamah), tidak mengajak orang lain mengikutinya, tidak melakukannya di tempat umum, atau tempat pelaksanaan sunnah mu’tabarah (diakui), dan tidak dianggap remeh.
Bid’ah Kabirah adalah bid’ah yang terjadi pada masalah-masalah pokok, tidak pada masalah furu’iyyah, pelakunya diancam dengan ancaman Al Qur’an maupun As Sunnah. Sebagaimana tingkatan bobot yang ada dalam dosa besar, begitu juga perbedaan tingkatan dalam bid’ah kabirah. Bahkan ada yang membuat pelakunya menjadi kufr.
Tersebarnya bid’ah dalam kehidupan umat akan berakibat buruk dan akan memperlemah umat. Akibat yang ditimbulkan antara lain: a) memperlemah iman umat, karena bid’ah lebih mendasarkan pada hawa nafsu, bukan pada wahyu Allah, b) menyebarkan taqlid (mengekor tanpa mengenali dalil), karena biasanya bid’ah lebih cocok dengan hawa nafsu, bukan dengan dalil syar’iy, dan c) tergusurnya/punah sunnah-sunnah Rasulullah, sehingga Islam tidak dikenali lagi kecuali namanya saja.
Menghadapai bid’ah yang menyesatkan ini, kita wajib melakukan sesutu untuk menghentikannya. Cara efektif dalam menghadapi bid’ah adalah lewat bentuk-bentuk pengingkaran/penolakan dengan hikmah (bijak), bashirah (ketajaman mata hati), dialog yang sehat dan metode-metode lain yang tidak menimbulkan bid’ah yang lebih besar dari yang hendak dihapuskan. Metode efektif menghadapi bid’ah adalah metode yang dapat diukur tingkat pencapaiannya dengan biaya yang paling ringan dan korban yang paling minimal. Sarana dan cara menghadapi bid’ah tidak baku dan kaku, tetapi berkembang sesuai dengan situasi, ruang dan waktu bid’ah itu muncul.
Rasulullah SAW telah memberikan teladan dalam menghadapi bid’ah dengan hikmah dan bashirah agar tidak menimbulkan bid’ah yang lebih besar lagi. Dalam ruang dan waktu yang berbeda diperlukan sikap yang berbeda. Rasulullah membedakan sikapnya dalam menghadapi bid’ah di Makkah, di Madinah dan di Makkah seusai Fathu Makkah. Hal ini bisa kita lihat dari sikap Nabi terhadap berhala yang ada di sekitar Ka’bah, antara sebelum hijrah dan sesudah fathu Makkah. Dan adakah yang lebih bid’ah dibandingkan dengan berhala di sekeliling Ka’bah?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
