Pentingnya Etika YouTuber
Teknologi | 2023-10-20 08:14:21DUA atau tiga dekade silam, kita tak pernah membayangkan sedikit pun ada profesi yang disebut vloger. Vlog, kependekan dari video blog, di awal-awal pertumbuhannya, lebih banyak diisi dengan cerita-cerita atau catatan-catatan harian sang pembuat vlog.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, vlog mulai menjelma lebih daripada sekadar catatan-catatan harian dalam wujud audio-visual. Karenanya, fungsi vlog pun kini bukan sebatas sebagai tayangan audio-visual yang menampung curhat-curhat pribadi atau hal-hal narsistik dari para pembuatnya.
Kini, vlog bisa pula berfungsi sebagai media komunikasi massa, media hiburan maupun media pendidikan yang mampu memberdayakan khalayak. Lebih dari itu, aktivitas nge-vlog, jika ditekuni dengan serius, bisa menjadi profesi yang sangat prestisius dan menjanjikan secara finansial. Di Indonesia, berdasarkan catatan CNBC, vloger yang sukses bisa meraup penghasilan antara Rp 200 juta hingga Rp 10 miliar per tahun.
Sejarah mencatat, vlog pertama dibuat oleh seorang bloger bernama Adam Kontras di tahun 2000. Di vlognya itu, Kontras memberikan informasi kepada teman-teman dan kerabatnya ihwal kepindahan dirinya ke Los Angeles. Lantas, di awal tahun 2004, Steve Garfield, seorang seorang videografer asal Boston, membuat pula sebuah vlog dan mendeklarasikan tahun 2004 sebagai Tahun Video Blog.
Keberadaan kanal YouTube telah membuat aktivitas nge-vlog kian semarak saat ini dan sekaligus mendorong pelbagai kalangan berlomba melahirkan beragam konten. Selain aspek kreativitas, pengetahuan dan pemahaman ihwal etika sangat dibutuhkan tatkala kita hendak merancang dan membuat konten vlog yang kemudian diunggah ke jagat maya untuk konsumsi publik.
Gara-gara abai dengan etika, sudah banyak contoh kasus di mana YouTuber akhirnya malah terbelit persoalan hukum gara-gara konten yang diciptakan dan diunggahnya.
Menurut Manuel Velasquez dan Claire Andre (1987), etika setidaknya terkait dengan dua hal. Yang pertama, etika merujuk kepada standar baik dan buruk yang memberi pedoman ihwal apa yang sebaiknya umat manusia lakukan. Etika biasanya terkait dengan hak, kewajiban, manfaat terhadap masyarakat, kejujuran, dan kebaikan-kebaikan khusus.
Misalnya, etika merujuk kepada prinsip yang mewajibkan untuk tidak menipu, menyuap, mencuri, mencemooh, menyerang, menyakiti, memalsukan, memfitnah. Selain itu, etika juga mencangkup hal-hal yang terkait dengan kejujuran, kasih sayang dan kesetiaan, di samping yang terkait dengan penghormatan atas hak untuk hidup dan hak untuk memperoleh kebebasan dan kemerdekaan.
Yang kedua, etika merujuk kepada pengkajian dan pengembangan standar-standar moral di dalam masyarakat. Secara demikian, etika merupakan sebuah upaya terus menerus untuk mempelajari keyakinan moral dan perilaku moral sekaligus berusaha menjamin terciptanya kebaikan-kebaikan dalam pelbagai institusi di dalam masyarakat.
Sudah barang tentu, generasi muda kita sebagai pengguna terbesar internet sekarang ini dan di masa yang akan datang diharapkan dapat lebih paham mengenai etika dalam kaitannya dengan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kita sama sekali tidak ingin generasi penerus bangsa ini berperilaku kontraproduktif dan berkarakter buruk gara-gara abai dengan etika.
Inilah salah satu tantangan berat bagi para orangtua dan para pendidik kita saat ini. Aktivitas generasi muda kita dalam menggunakan saluran internet dipastikan akan semakin meningkat di masa depan. Karenanya, perlu kesadaran semua pihak, termasuk keluarga dan institusi pendidikan, untuk dapat semaksimal mungkin mengarahkan anak-anak kita sehingga mereka lebih beretika dalam beraktivitas di dunia maya, termasuk dalam merancang dan membuat konten-konten vlog yang kemudian diunggah ke dunia maya untuk konsumsi publik.***
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.