Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fazil Zihni

Pentingnya Peran Regulator dalam Meningkatkan Pertumbuhan Fintech Syariah di Indonesia

Ekonomi Syariah | Wednesday, 11 Oct 2023, 08:16 WIB


Financial technology di Indonesia saat ini telah berkembang pesat semenjak awal kemunculannya tahun 2015. Layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi ini juga berpengaruh dalam perkembangan inovasi teknologi dunia ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari munculnya beberapa fintech syariah di Indonesia seperti, Investree, Ammana, Dana Syariah, Alami dan lain-lain dalam membantu meningkatkan pembiayaan kepada masyarakat menengah kebawah atau bersifat unbankable melalui teknologi digital. Menurut Global Islamic Fintech Report 2022, Indonesia berada di peringkat ketiga dari 64 negara dalam sektor fintech syariah. Selain itu Indonesia dinilai memiliki fintech syariah yang cerah dengan prediksi kenaikan volume transaksi dari $4.239 juta menjadi $11.263,6 juta (2026) atau tingkat kenaikan kumulatif tahunan (CAGR) sebesar 21,6%.

sumber: googleplay

Namun, saat ini keberadaan fintech konvensional terlalu dominan sehingga mereka mampu menguasai sebagian besar pasar industri fintech di Indonesia . Menurut data OJK, Total aset fintech konvensional mencapai angka 6.297 Miliar sedangkan fintech syariah hanya sebesar 135 Miliar per Juli 2023. Jumlah fintech lending konvensional juga sangat banyak yaitu 95 penyelenggara resmi dibandingkan fintech syariah yang hanya sebesar 7 penyelenggara. Kesenjangan Ini menjadi tantangan sendiri bagi fintech syariah untuk dapat bersaing dengan konvensional.

Keberadaan fintech memang mendapat atensi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui diterbitkannya Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 dan Peraturan OJK Nomor 57/POJK.04/2020. OJK pun menyiapkan sejumlah regulasi untuk mengatur dan mengawasi perkembangan jenis usaha sektor jasa keuangan yang menggunakan kemajuan teknologi tersebut, terutama terkait layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Hanya saja peraturan tersebut hanya menjelaskan dan menjabarkan mengenai fintech secara konvensional. Pasal - pasal yang membahas terkait fintech berbasis syariah sangat sedikit. Memang terdapat prinsip dan pedoman kepatuhan syariah yang dikeluarkan oleh DSN MUI dalam fatwanya nomor 117/II/DSN MUI/2018 mengenai layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah. Hanya saja fatwa tersebut tidak mengatur dan mengikat, sifatnya hanya menjadi pedoman pelaksanaan saja.

Berkaca dengan Negara Malaysia, market share industri keuangan mereka berada pada angka lebih dari 30%. Hal ini didukung oleh adanya regulasi yang kuat untuk mengatur dan menjamin keberadaan keuangan syariah. Bentuk peraturan tersebut tertuang dalam “Islamic Financial Services Act” pada tahun 2013 yang mana telah dipisahkan dengan keuangan konvensional. Menurut Spesialis hukum PayHalal ED dan fintech Indrawathi Selvarajah mengatakan bahwa ekosistem untuk mendukung industri keuangan Islam di Malaysia cukup kuat salah satunya disebabkan oleh kerangka hukum yang mapan. Selain itu, menurut penelitian (Musa & Ayuba, 2023) menunjukkan bahwa regulasi hukum yang tepat dapat memainkan peran penting dalam menangani tantangan ini.

Oleh karena itu, perlu peran regulator dan pemangku kepentingan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan fintech syariah di Indonesia. Dengan memanfaatkan peluang dan potensi yang ada serta melalui regulasi yang tepat maka bisa menciptakan ekosistem keuangan yang lebih adil dan inklusif. Selain itu juga perlu pembaharuan terhadap regulasi-regulasi yang lama untuk mengimbangi inovasi dalam industri fintech syariah dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan prinsip syariah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image