Mengurai Masalah Kekerasan di Lingkungan Pendidikan
Edukasi | 2023-10-03 19:13:43Beberapa hari yang lalu, media sosial kita dikagetkan dengan adanya video kekerasan yang dilakukan oleh sekolompok anak sekolah terhadap siswa lainnya. Dalam video tersebut, terlihat bagaimana seorang anak melakukan kekerasan fisik kepada temannya tersebut.
Berdasarkan berita yang dirilis oleh detik.com bahwa pelaku merupakan anggota geng sekolah. Kasus diatas adalah satu dari sekian banyaknya keadaan Pendidikan kita yang tidak lagi ramah.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah realitas yang tidak bisa terbantahkan. Sebab, perundungan ataupun kekerasan tidak hanya terjadi antar siswa, melainkan guru juga turut menjadi korban, begitupun sebaliknya.
Padahal dunia Pendidikan idealnya adalah wadah untuk membentuk karakter, membentuk manusia seutuhnya, serta beriman kepada Tuhan yang maha esa sebagaimana dictum dalam UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003.
Kekerasan yang terjadi tentunya banyak factor yang melatarbelakangi. Lembaga Pendidikan seyogyanya sudah mampu memetakan atau melihat factor-faktor tersebut. Sementara itu dalam pandangan Abdul Mu’ti sekretaris umum PP Muhammadiyah melihat akar masalah yang terjadi di dunia Pendidikan ini lebih kepada relasi kuasa yang terjadi di satuan Pendidikan.
Selain itu, factor pemberian puhishment yang dijadikan sebagai alat tolok ukur dari pendidik, turut menjadi penyebab terjadinya kekerasan. Sebab banyak yang berpandangan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh siswa harus diberikan hukumah fisik maupun psikologi. Justru ini menjadi penyumbang terjadinya kekerasan.
Hendro Widodo seorang akademisi di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dalam bukunya yang berjudul “Budaya Sekolah” menjelaskan bahwa, untuk menciptakan lingkungan Pendidikan yang ramah, multicultural, menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan sebagainya, dibutuhkan budaya sekolah dan system tata kelolah aturan yang tepat dalam satuan Pendidikan. S
ystem tata kelolah inilah yang menjadi penting untuk dirumuskan dan dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan Pendidikan saat ini agar menjadi lebih baik.
Membangun “Budaya” Karakter
Konsep membangun karakter peserta didik yang sudah cukup lama digulirkan oleh pemangku kebijakan adalah satu upaya untuk mengurai persoalan Pendidikan. Konsep Pendidikan karakter yang dicananggkan walaupun banyak mendapatkan kritikan, namun ini adalah solusi yang mampu mengurai masalah yang ada.
Pemerintah melalui Kemendikbudristek sejak lama telah mencanangkan pembentukan karakter siswa melalui profil pelajar Pancasila yang di dalamnya terdapat nilai-nilai karakter dalam kehidupan.
Menurut Muh. Edwin Pramana dan Syunu Trihantoro dalam (jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan Vol 9 tahun 2021) menjelaskan bahwa ada tiga budaya yang seyogyanya dijadikan rujukan dalam membangun karakter siswa yaitu pertama, budaya akademik yang menghasilkan karakter rasa ingin tahu, pekerja keras, kreatif.
Kedua, budaya sosial yang menghasilkan karakter cinta damai, bersahabat, religious dan peduli sosial. Ketiga, budaya demokrasi yang menghasilkan karakter toleransi, semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
Membangun budaya karakter inilah yang sangat dibutuhkan Lembaga Pendidikan kita saat ini. Bagaimana komintmen dan konsistensi untuk tetap membangun budaya karakter siswa menjadi laku sehari-hari. Menjadikan karakter siswa sebagai kesadaran yang utuh untuk tetap melakukan hal-hal yang baik.
Kita menyadari betul bahwa, membangun karakter siswa tidak semudah membalikkan telapak tangan, dibutuhkan kerja keras dan komitmen dalam membangunnya. Sehingga, dalam keadaan ini untuk membangun itu semua, kita tidak hanya membebankan persoalan perbaikan dan membangun budaya karakter siswa kepada pemerintah. Dalam pandangan Haedar Nasir dibutuhkan kesadaran kolektif untuk membangun sebuah kekuatan bersama.
Apa yang telah dilakukan pemerintah melalui kemendikbudristek dalam menyelesaikan persoalan Pendidikan saat ini, menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya tinggal diam untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang ada. Terbukti sejak Agustus 2023 Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan Pendidikan.
Mengurai Masalah
Masalah yang ada, jika dibiarkan berlarut-larut maka akan menjadi tumpukan masalah yang tidak dapat diatasi. Sebab masalah di dunia Pendidikan sangatlah kompleks. Itulah sebabnya kita perlu mendorong dan mendukung atensi yang dilakukan oleh Kemendibudristek dalam mengurai masalah yang ada saat ini. Melalui Permendikbudristek ini pemerintah telah menunjukkan komitmennya dalam menjaga bangs aini sebagaimana amanat Undang-Undang 1945.
Tujuan penting hadirnya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 ini ialah sebagaimana yang tercantum dalam aturan tersebut “menciptakan lingkunga Pendidikan yang inklusif, berkebhinekaan, aman bagi semua murid, guru dan tenaga pendidik untuk dapat mengembangan potensinya”.
Hadirnya permendikbudristek ini merupakan pencegahan sejak dini agar kejadian kekerasan di lingkungan Pendidikan dapat dicegah. Sebagaimana pepatah mengatakan “lebih baik mencegah dari pada mengobati”.
Selama ini, kekerasan yang terjadi di dunia Pendidikan, hanya berfokus bagaimana pelaku di hukum sesuai dengan perbuatannya. kita belum sepenuhnya sadar bahwa, tidak mungkin ada asap jika apinya tidak ada.
Jika menggunakan pendekatan dalam dunia Filsafat yang disebut epistemology, maka kita harus mengetahui akar permasalahannya. Ketika sudah mengetahui barulah mengambil kebijakan dan solusi atas masalah.
Kemendikbudristek telah mengariskan konsep penanganan dan pencegahan yang dilakukan oleh satuan Pendidikan. Artinya akar masalahnya telah ditemukan dan solusinya adalah bagaimana kita menerapkan permedikburistek tersebut dengan penuh kesadaran dan rasa tanggungjawab.
Tugas memperbaiki Pendidikan, bukan hanya tugas pemerintah, lembaga pendidikan melainkan tugas bersama yang membutuhkan kesadaran kolektif semua komponen Pendidikan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.