Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fira Admojo

Media Sosial dan Konsep The Hook Model

Agama | Saturday, 16 Sep 2023, 09:17 WIB

Saat ini kita dikepung oleh beragam media sosial yang dikuasai oleh para oligarki digital. Media sosial selanjutnya memenuhi ruang kehidupan generasi muda muslim. Tidak hanya dalam aspek jejaring komunikasi dan pertemanan namun juga aspek tren setter. Apa yang menjadi tren di ranah media sosial, begitu cepat diamini dan diikuti. Pada tahun 2023, terdapat total 167 juta pengguna media sosial di Indonesia. 153 juta adalah pengguna di atas usia 18 tahun, yang merupakan 79,5 persen dari total populasi. Seiring dengan perkembangan zaman, media sosial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan.

Konsep ‘The Hook Model

Tristan Harris, salah seorang staf di Google, mendiskusikan bagaimana fitur media sosial mengeksploitasi psikologi manusia dan bekerja berdasarkan prinsip sistem reward atau hadiah (disebut juga ‘The Hook Model’), dimana kesempatan mendapatkan reward sifatnya tidak menentu. Ini sama seperti permainan mesin slot, kadangkala mendapatkan reward kadangkala tidak. Ketidakpastian atau reward yang acak tersebut membuat pengguna tetap memantau demi reward yang masih memungkinkan untuk didapatkan.

Siklus dopamin yang dipicu oleh fitur media sosial dengan konsep 'The Hook Model'

Susan Whitbourne, seorang profesor psikologi, menyatakan bahwa tombol ‘like’ atau komentar dan ‘share’ pada sebuah postingan bisa mempengaruhi emosional seseorang, seperti ketika seseorang terus tetap fokus di layar namun akhirnya tidak mendapatkan like atau komentar seperti yang diharapkan. Like atau komentar itulah bentuk reward di media sosial. Reward yang selalu ditunggu yang menyebabkan pengguna tetap aktif di layar, tetap scrolling newsfeed, seringkali penasaran dengan konten baru atau ingin selalu memposting sesuatu karena tidak ingin kehilangan momentum tren suatu peristiwa. Dan siklus itu tetap berlanjut, ini yang disebut siklus ‘The Hook Model’ tadi.

Snapchat misalnya, adalah platform pertama yang memperkenalkan konten terbatas waktu (limited-time content), yaitu ‘Stories,’ dimana pengguna berbagi foto atau video yang selanjutnya akan hilang setelah 24 jam diunggah. Selanjutnya Facebook dan Instagram melakukan hal yang sama. Konten berbatas waktu tersebut memacu pola pada pengguna untuk memiliki rasa kepentingan terhadap suatu peristiwa (sense of urgency) dan takut kehilangan momen tertentu (fear of missing out atau FOMO), mendorong seseorang bersegera melihat konten sebelum hilang. Selanjutnya pola penyajian feed tak terbatas (bottomless feeds) tanpa penghentian otomatis menyebabkan pengguna terus bertahan untuk tetap scrolling mencari informasi karena didorong rasa penasaran dari informasi yang tak terbatas di feed, menyebabkan terus tenggelam untuk berselancar di media sosial dan membuat candu.

Pengaruh Dopamin dalam Konsep The Hook Model

Tipe kecanduan media sosial atau gadget secara umum berhubungan dengan peran dopamin. Dopamin merupakan senyawa kimia dengan struktur C2H11NO2 yang berhubungan dengan impuls syaraf (neuro-chemical) untuk mengatur beragam bagian otak yang berhubungan dengan fungsi tertentu. Fungsi tersebut termasuk berpikir, terpengaruh, tidur, perhatian, mood, motivasi, rasa ingin tahu dan penghargaan. Dopamin bertanggungjawab pada perasaan menyenangkan (pleasure feeling).

Ketika seseorang memenuhi kesenangan, dopamin menstimulasi otak untuk melakukannya berulangkali. Sebagai contoh seseorang yang bermain slot, dia akan mengalami perasaan mengantisipasi secara intens ketika mesin roda itu berputar. Masa menunggu roda berputar tersebut akan mempengaruhi neuron dopamin untuk meningkatkan aktivitasnya, membentuk perasaan ingin mendapatkan kemenangan dengan bermain slot. Kemenangan yang tidak pasti meningkatkan aktivitas neuron dopamin yang memberikan sinyal positif di bagian otak yang berkaitan dengan keinginan untuk mendapatkan kemenangan. Dopamin akan hilang ketika sensasi kesenangan sudah dirasakan. Kemudian otak akan kembali mencari dopamin ketika seseorang ingin mengulangi sensasi yang sama. Siklus dopamin akan berulang ketika dia menginginkan reward kembali dan ingin merasakan sensasi kesenangan lagi dengan intensitas yang lebih meningkat seperti konsep ‘The Hook Model’ tadi.

Kecanduan media sosial dapat menyebabkan seseorang lebih menyukai karakter virtual yang diciptakannya dan lebih menyukai pertemanan dan berinteraksi di ranah virtual. Menyebabkan semakin jauh dari dunia nyata, menyebabkan rentan untuk lari dari masalah dan kenyataan (escaping) dan merasa tidak bahagia di kehidupan nyata. Situasi seperti ini dapat menyebabkan gangguan bipolar. Kelebihan dopamin yang tidak terkontrol dalam jangka panjang selanjutnya dapat menyebabkan halusinasi.

Maka persepsi yang kuat untuk menghentikan aktivitas yang membuat siklus dopamin berulang menjadi sangat penting. Dalam konsep Islam, keimanan yang berujung pada ketundukan yang kuat pada hukum halal-haram, akan sangat efektif dalam konsep aktivitas hidup seorang muslim. Menghindari aktivitas yang dapat merusak pikiran, hati, mental dan otak menjadi kewajiban karena termasuk larangan Allah. Hal tersebut akan memberikan dorongan yang kuat pada diri seseorang untuk menghentikan aktivitas yang tidak bermanfaat bahkan yang berbahaya karena Allah. Akhirnya ketika seseorang menghindari aktivitas unfaedah karena dorongan iman, tentunya dapat menghentikan siklus dopamin yang bisa membuat kecanduan.

Referensi

(1) https://datareportal.com

(2) Talat Zubair and Amana R. Islamic Perspective on Social Media Technology, Addiction, and Human Values. Journal of Islamic Thought and Civilization Vol. 10 Issue 2, Fall 2020

(3) Hüseyin B. M., G. Macit, O. Güngör. 2018. A Research on Social Media Addiction and Dopamine Driven Feedback. Journal of Mehmet Akif Ersoy University Economics and Administratif Science Faculty, Vol.5 Issue 3

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image