Poster 'Merokok Itu Keren': Menumbuhkan Ilusi atau Bahaya Nyata?
Gaya Hidup | 2024-12-02 20:47:18Hasil suara anak Indonesia yang telah melewati proses penjaringan aspirasi dari anak-anak perwakilan daerah telah mencantumkan poin perihal permohonan pembatasan perdagangan rokok, yang berbunyi, “saat ini banyak anak Indonesia menjadi perokok aktif atau pasif dan korban penyalahgunaan NAPZA, termasuk minuman keras yang berdampak pada gaya hidup dan lingkungan sosial sehingga menjadi budaya buruk. Karena itu, kami memohon agar dioptimalkan regulasi yang diadopsi dari Prinsip Hak Anak dan prinsip bisnis, yakni kerangka kerja global yang mengatur bagaimana bisnis mempengaruhi dan mematuhi hak anak dalam operasi mereka, seperti perusahaan, produk, dan lain-lain.” Dapat disimpulkan masalah rokok ini merupakan topik krusial yang seharusnya menjadi fokus untuk ditindaklanjuti.
(WHO, 2020) melaporkan rokok membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun. Sebanyak 7 juta orang meninggal merupakan perokok aktif, sedangkan 1.2 juta sisanya merupakan perokok pasif. Hal tersebut didasari oleh bahaya rokok yang berdampak buruk bagi kesehatan. (Kemenkes, 2022) menyatakan bahwa rokok mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia, dimana 250 di antaranya dapat membahayakan kesehatan. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 zat terbukti dapat menyebabkan kanker. Risiko yang ditimbulkan oleh kandungan rokok sangat besar, hal ini terlihat dari banyaknya senyawa yang terkandung dalam asap rokok. Asap rokok mengandung sekitar 5.000 senyawa yang berbeda, sebagian besar di antaranya bersifat racun bagi tubuh.
Berdasarkan penjabaran bahaya rokok, serta persebaran informasi tentang dampak negatif merokok, ironisnya Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan produksi rokok pada Desember 2023 tercatat 36,26 miliar batang. Jumlah tersebut terbang 26,08% dibandingkan produksi November 2023. Forum Anak yang merupakan organisasi di bawah naungan pemerintah, telah berinisiatif mengurangi intensitas aktivitas merokok di masyarakat. Sebagai pemenuhan peran menjadi pelopor, Forum Anak Jembrana telah mengunggah poster “Merokok Itu Tidak Keren” yang kemudian diunggah ulang oleh kurang lebih tiga ratus ribu warganet pengguna platform instagram. Ironisnya terjadi sebuah aksi provokatif yang menolak pernyataan tersebut, sehingga menaikkan poster “Merokok Itu Keren” yang diunggah ulang oleh seratus ribu warganet pengguna platform instagram. Hal tersebut mengekspos jumlah perokok aktif yang menyetujui bahwa aktivitas merokok memiliki simbol keren.
Oleh: Orchy Dea Putri Amira, Universitas Airlangga.
Sudah banyak himbauan dan kenaikan kampanye-kampanye yang memaparkan dampak negatif rokok, namun semakin hari semakin banyak perokok aktif di Indonesia. Berdasarkan artikel yang dipublikasi oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2023 perokok aktif di Indonesia telah mencapai angka 70 juta orang yang didominasi dengan anak muda. Bukan tanpa alasan sebuah fenomena pengabaian itu bisa terjadi, pasti dibaliknya terdapat latar belakang yang menciptakan paradigma “Merokok Itu Keren”.
Kembali ke era 2011 tepat naiknya iklan rokok Djarum dengan mengangkat tagline “Update Your Taste”. Dalam (Hareyah, 2016) telah memaknai iklan rokok tersebut melalui kajian semiotika dengan hasil penelitian yang berjudul “REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN CETAK (ANALISA SEMIOTIKA IKLAN ROKOK DJARUM BLACK)”, hasil penelitiannya menjelaskan bahwa simbol-simbol pada iklan rokok tersebut bertujuan untuk merepresentasikan sisi maskulin seorang laki-laki. Berdasarkan interpretasi simbol-simbol tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa maksud pembuatan iklan rokok tersebut menciptakan paradigma bahwa seorang perokok adalah laki-laki maskulin, tampan, dan berwibawa. Kemudian, terdapat tagline menarik yang merupakan gong dari iklan ini, berisi Upgrade Your Taste. Iklan tersebut menciptakan paradigma seharusnya laki-laki harus meningkatkan selera mereka dengan mengonsumsi rokok merek tersebut supaya bisa mendapat pengakuan sebagai laki-laki maskulin.
Simbol-simbol dalam iklan rokok yang bertebaran di masyarakat menciptakan sebuah paradigma dengan tujuan sebagai strategi marketing. Iklan-iklan rokok yang telah beredar di masyarakat menciptakan keseragaman pola pikir pada kelompok tertentu bahwa rokok bukan hanya sekadar benda yang mengandung nilai fungsi, melainkan nilai simbol untuk mendapat validasi dalam suatu kelompok sosial. Produksi materi berlimpah pada iklan-iklan rokok yang dilakukan oleh industri rokok di Indonesia menyebabkan sebuah pergeseran nilai fungsi menjadi nilai simbol. Rokok yang seharusnya memiliki esensi sebagai alat untuk dikonsumsi demi meredakan stres, menjadi sebuah ajang untuk meningkatkan eksistensi diri. Terbentuknya nilai simbol pada produk rokok mempelopori sebuah fenomena masyarakat tontonan. Telah dijelaskan oleh Debord (1967) dalam bukunya yang berjudul “The Society of the Spectacle”, masyarakat tontonan adalah sebuah istilah untuk menjelaskan sikap individu yang haus pengakuan.
Fenomena kenaikan poster “Merokok Itu Keren” telah membuktikan bahwa perokok aktif tidak hanya memanfaatkan rokok sesuai nilai fungsinya, melainkan mengandung nilai simbol untuk mendapat pengakuan dari masyarakat. Terdapat kurang lebih seratus satu ribu pengguna media sosial instagram yang ikut meramaikan poster tersebut dengan mengunggah ulang. Seratus satu ribu individu terindikasi merupakan perokok aktif yang ingin menaikkan eksistensi diri supaya dianggap “keren” lewat rokok untuk mendapat validasi oleh masyarakat.
Bahaya rokok yang telah diabaikan oleh kaum muda, terkhususnya seratus ribu orang yang mengunggah ulang poster “Merokok Itu Keren” merupakan fenomena yang harus diperhatikan. Sebagai kaum muda yang diharapkan menjadi generasi penerus bangsa untuk mewujudkan Indonesia emas 2045, seharusnya bisa membedakan mana yang pantas ditinggalkan dan mana yang pantas diterapkan supaya tidak mudah terbawa arus negatif. Oleh karena itu dibutuhkan sikap kritis dan logis dalam memaknai fenomena untuk menghadapi era modern ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.