Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Diki Yakub Subagja

Artificial Intelligence : Suatu Lompatan atau Kejatuhan Peradaban Manusia?

Teknologi | Thursday, 31 Aug 2023, 16:25 WIB
Ilustrasi Teknologi AI

"Sebuah pisau diciptakan untuk efisiensi dan berkarya, tapi bisa digunakan untuk membunuh jika berada di tangan yang salah."

Bekerja dan menghasilkan uang dari rumah sambil rebahan sungguh menyenangkan bukan? Begitu juga dengan aktivitas kehidupan kita yang lain seperti belajar dan belanja. Hampir seluruh aktivitas manusia dan dunia industri modern tidak lepas dari penggunaan teknologi.

Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) adalah bagian dari teknologi yang sedang berkembang pesat dan memiliki dampak besar terhadap kehidupan manusia. Istilah AI menggambarkan sistem yang meniru fungsi kognitif yang umumnya terkait dengan atribut manusia seperti pembelajaran, ucapan, dan pemecahan masalah (Russell dan Norvig : 2016).

Teknologi AI termasuk kedalam kelompok Frontier Technologies bersama dengan Internet of Things (IoT), Big Data, Blockchain, 5G, 3D Printing, Robotics, Drones, Gene Editing, Nanotechnology dan Solar PV (Hermawan Kartajaya : 2022). Kelompok teknologi tersebut memanfaatkan digitalisasi dan konektivitas, sehingga masing-masing teknologi bisa saling terhubung untuk melipatgandakan dampak mereka. Platform digital ini dapat mendukung berbagi pengetahuan dan kolaborasi antar pengguna, usaha, dan pemain lain dengan memanfaatkan efek jaringan (Sahut : 2021).

Menurut World Economic Forum (2018), Teknologi AI diperkirakan akan mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi, menciptakan 133 juta lapangan kerja baru secara global pada tahun 2022, dan menyumbang 20% PDB di Tiongkok pada tahun 2030. Perkiraan perpindahan kerja akibat otomatisasi menunjukkan bahwa hingga sepertiga aktivitas kerja saat ini dapat terkena dampaknya pada tahun 2030 (Manyika dkk : 2017). Hal itu bisa kita lihat sekarang dengan munculnya berbagai jenis pekerjaan baru yang berbasis teknologi.

Peradaban manusia saat ini telah mengalami perkembangan teknologi yang sangat pesat sekali. Namun, dibalik pesatnya perkembangan teknologi yang dapat memudahkan pekerjaan manusia ini, ternyata muncul kekhawatiran besar dari beberapa ilmuan dunia. Diantaranya, Müller dan Bostrom (2016) yang meramalkan AI pada tahun 2075 akan mencapai kemampuan manusia secara keseluruhan. Artinya, teknologi ini berpotensi membahayakan umat manusia.

Ancaman dan Tantangan AI

Kemunculan teknologi AI ini sebenarnya diharapkan menjadi sebuah inovasi baru dalam membentuk berbagai tatanan aspek kehidupan manusia di masa depan menjadi lebih efektif dan efisien. Namun, seperti halnya penemuan manusia yang lain sebelumnya, semakin canggih AI akan semakin membuka peluang juga bagi ancaman baru yang lebih besar.

Salah satu faktor yang menjadi ancaman dari AI ini adalah masyarakat pada umumnya belum sepenuhnya memahami banyak pertimbangan etika dan ekonomi yang terkait dengan AI dan big data serta dampaknya yang lebih luas terhadap kehidupan manusia, budaya, keberlanjutan, dan transformasi teknologi (Duan, Edwards, & Dwivedi : 2019).

Apabila masyarakat belum memahami beberapa pertimbangan penting terkait AI, penggunaan teknologi cerdas tersebut bisa terjadi penyelewengan bahkan bisa melahirkan berbagai kesempatan tindakan kejahatan baru seperti "cybercrime" yang semakin masif. Jadi, jika penggunaan AI ini tidak disertai dengan upaya-upaya sosialisasi dan edukasi pemahaman penggunaan teknologi secara bijaksana kepada masyarakat, hal itu sama saja seperti kita memberikan peluang penggunaan senjata berbahaya yang super canggih kepada para penjahat.

Para pengembang dan pengguna sistem AI juga harus berkolaborasi untuk memastikan bahwa sistem AI dikembangkan dan digunakan dengan bijaksana. Jangan sampai karena nafsu dan tujuan bisnisnya sendiri hanya para pengembang dan perusahaan saja yang menjadi pemain tunggal dalam industri teknologi ini sehingga melupakan prinsip etika. Ada beberapa prinsip etika AI yang dapat dipertimbangkan, seperti transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab. Dengan hadirnya teknologi dan aktivitas baru, sebuah pedoman atau peraturan baru tentang teknologi dan aktivitas baru tersebut harus segera dirancang untuk dijadikan landasan hukum dan pengendalian terhadap penggunaan teknologi seperti AI.

Selain itu, rancangan dan upaya penanggulangan resiko dari kedatangan jenis AI tingkat lanjut seperti Artificial General Intelligence (AGI) dan Artificial Super Intelligence (ASI) harus dipersiapkan. Artificial General Intelligence (AGI) merupakan AI yang bersifat sadar, dapat berpikir setara dengan manusia, sadar diri, dan dapat memahami bahwa dirinya adalah sebuah mesin. Sedangkan, Artificial Super Intelligence (ASI) merupakan kecerdasan mesin kategori tingkat tinggi yang lebih maju dari manusia. Meskipun sampai saat ini belum ada, namun peran AGI dan ASI diprediksi akan mampu menyelesaikan masalah di luar pemahaman kita.

Laporan dari University of Wisconsin, Madison menyatakan bahwa penciptaan AGI dapat menyebabkan perlombaan senjata AI (Ramamoorthy dan Yampolskiy : 2018). AGI akan memungkinkan sistem senjata otonom yang bisa dengan cepat menjadi sangat canggih, dan ketika mesin tersebut bertransisi dari AGI ke ASI, kita bisa kehilangan kendali atas mesin tersebut. Selain itu, kekhawatiran akan negara-negara yang bermusuhan atau berniat menguasai dunia akan berusaha mendapatkan akses terhadap teknologi tersebut. Hal ini dapat digolongkan sebagai ancaman eksistensial, karena hanya sedikit yang bisa dilakukan umat manusia terhadap mesin bersenjata dan super cerdas.

Teknologi super cerdas yang awalnya diharapkan dapat bersahabat dengan kehidupan manusia dan alam, seketika bisa menjadi senjata paling mematikan di dunia dan menjadi objek sengketa para elit dunia sehingga dapat memicu potensi perang dunia selanjutnya yang akan meluluh lantahkan peradaban manusia. Sungguh mengerikan bukan? Contoh kecilnya saja kita bisa lihat laporan dari AI Index 2023 yang menyebutkan bahwa Generator teks-ke-gambar sering kali bias terhadap dimensi gender, dan chatbot seperti ChatGPT dapat menyampaikan informasi yang salah atau digunakan untuk tujuan jahat (HAI Stanford University : 2023).

Sampai saat ini, konstruksi sosial dan ekonomi AI serta dampak dari evolusinya terhadap manusia dan masyarakat masih dikaji. Namun, jelas bahwa akan ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan, dan para pengambil keputusan harus mempunyai pandangan yang strategis terhadap masa depan. Aspirasi dari seluruh pihak secara global harus terus dilibatkan dalam merumuskan kebijakan atau regulasi yang tepat tentang penggunaan dan pengendalian AI.

Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan literasi teknologi bagi masyarakat luas agar dapat memahami potensi dan resiko AI. Selain itu, suatu kebijakan atau regulasi yang tepat untuk dijadikan rujukan bersama secara global harus dipertimbangkan untuk mengendalikan resiko dari penggunaan AI.

Evolusi teknologi tidak bisa dihindari, namun bukan berarti manusia tidak boleh bersikap etis, aman, dan berpikiran maju saat melakukannya, khususnya dalam hal kecerdasan buatan yang canggih. Secara keseluruhan, AI dan masa depan memiliki potensi besar untuk membantu membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Namun, perlu diperhatikan dan dikelola dengan bijak dan bertanggung jawab. Jika tidak, perkembangan teknologi AI akan menjadi momok menakutkan bagi peradaban manusia !

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image