Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ko

Sistem Zonasi, Evaluasi!

Sekolah | Sunday, 27 Aug 2023, 02:14 WIB

Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 beserta perubahannya pada tahun 2018, sistem zonasi di Indonesia mulai berlaku secara ketat pada tahun 2019. Tentu banyak polemik yang muncul di kalangan masyarakat tak dapat dihindari pada percobaan pertama sistem tersebut. Namun, apakah sistematika penerimaan siswa baru di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan menggunakan cakupan area zona sekolah tersebut benar-benar efektif?

Jika berkaca pada negara maju yang menggunakan sistem seperti ini sejak lama, Jepang contohnya, adalah salah satu negara yang berhasil menerapkan sistematika penerimaan murid baru dengan memakai sistem zonasi yang pada akhirnya dapat menghasilkan pemerataan pendidikan yang cukup seperti dan dapat dilihat pada kualitas pendidikan Jepang saat ini. Bukanlah hal mudah bagi Jepang untuk mengembangkan sistem zonasi untuk menjadi sistem yang sempurna. Banyak proses yang negara Jepang lakukan untuk benar-benar menyempurnakan sistem zonasi yang akhirnya berlaku di sana saat ini.

Pemerataan pendidikan di Jepang didukung oleh banyak faktor, antara lain yaitu faktor yang termasuk ke dalam faktor akademik dalam pemerataan fasilitas sekolah, pergantian guru-guru serta faktor non-akademik berupa lingkungan sekitar sekolah dan masyarakat. Jepang memberikan fasilitas yang relatif sama kepada seluruh sekolah di negara tersebut, guru-guru yang mengajar setiap sekolah pun akan di-rolling. Para guru di Jepang pun akan di-rolling pada suatu waktu kontrak sehingga para pengajar berkualitas tidak hanya mengajar di satu sekolah saja. Kemudian, faktor non-akademik berupa ketaatan dan kepatuhan masyarakat Jepang kepada hukum yang berlaku dan fasilitas umum yang memadai, seperti contohnya, anak-anak di Jepang dalam perjalanan ke sekolah dan terdapat marka lalu lintas yang baik dan terlihat memadai sehingga anak-anak tersebut serta masyarakat sekitar dapat menyadari dan tidak melanggar peraturan tersebut. Sehingga orang tua para siswa baru di Jepang tidak perlu memusingkan permasalahan tentang sekolah mana yang terbaik bagi anaknya karena kualitas sekolah dan lingkungan mereka adalah sama.

Di samping itu, di Indonesia, fasilitas masing-masing sekolah untuk mendukung berjalannya pemerataan pendidikan Indonesia masih belum seragam dan sangat terasa kesenjangannya khususnya sekolah yang berada di kota dibandingkan dengan sekolah yang ada di kabupaten. Kemudian, masih banyak lingkungan masyarakat dan sekolah di Indonesia yang masih belum dalam mencapai kata aman, misalnya saja suatu sekolah yang namanya sering terlibat dalam tawuran antar sekolah. Hal itu bisa saja menimbulkan stigma buruk kepada sekolah itu sendiri yang membuat seorang ibu lebih memilih menyekolahkan anaknya di sekolah B dengan lingkungan sosial sehat yang lebih jauh dari rumah dibandingkan dengan sekolah A yang lebih dekat namun sering terlibat tawuran antarpelajar.

Selain itu, akhir-akhir ini, santer terdengar penyalahgunaan sistem zonasi pada pendaftaran siswa baru ke ke tempat pendidikan yang lebih tinggi di berbagai “platform” sosial media. Contohnya seperti pemalsuan data (pemalsuan Kartu Keluarga) atau pemalsuan data alamat sehingga alamat baru bisa terbaca lebih dekat ke sekolah yang dituju dan menghasilkan rasio diterima di sekolah target lebih besar. Bahkan, kasus terburuk pernah dialami seorang calon siswa baru yang tidak lolos jalur zonasi padahal jarak antara rumah dan sekolah yang dituju hanya lima puluh meter. Hal ini menunjukkan bahwa ketidaksiapan sistematika dalam penerimaan zonasi masih belum benar-benar sempurna dan dapat merugikan orang lain yang seharusnya menerima keuntungan.

Masih banyak yang harus pemerintah Indonesia pertimbangkan dan evaluasi sistematika zonasi dalam penerimaan siswa baru. Pemerintah dalam hal ini tidak perlu terburu-buru untuk menerapkan sistematika zonasi secara ketat karena masih banyak faktor penghambat sistem zonasi yang masih harus diselesaikan terlebih dahulu untuk menjadikan sistem zonasi berhasil secara sempurna dan menyediakan alur masuk siswa baru ke tingkat sekolah menengah lebih adil untuk sementara waktu.

Sumber :

https://siedoo.com/berita-22869-mendikbud-jepang-terapkan-zonasi-sekolah-butuh-waktu-30-tahun/

https://seruni.id/sistem-zonasi-ala-jepang/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image