Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kartika Putri

Sistem Zonasi: Apakah Indonesia Sudah Mampu?

Pendidikan dan Literasi | Monday, 21 Aug 2023, 21:41 WIB

SMA berbasis negeri menjadi tempat bergengsi para lulusan SMP dari seluruh penjuru Nusantara untuk mengembangkan ilmu pada tingkat selanjutnya. Sengitnya persaingan membuat banyaknya perjuangan tidak sehat yang mengikutinya. Apalagi hanya segelintir sekolah yang memiliki akreditasi tinggi sehingga membuat adanya kesenjangan antarsekolah. Unggulan menjadi patokan dan opsi lainnya hanya digunakan sebagai cadangan. Tetapi, masih banyak pihak yang ingin mempertahankan sistem ini. Banyaknya respons positif, anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu dapat bersekolah sampai jenjang SMA. Apa sebenarnya sistem zonasi? Apakah sistem zonasi saat ini bekerja secara efektif? Lalu, bagaimana dengan sistem dan infrastruktur pendidikan di Indonesia?

Dikutip dari bbc.com, zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah suatu sistem penentuan wilayah atau zona geografis yang digunakan untuk membatasi area pendaftaran dan penempatan siswa pada sekolah-sekolah. Sistem ini mulai diperkenalkan ke publik pada 2016 dan mulai efektif pada 2017. Pada intinya, hanya anak-anak yang berada pada kawasan atau zona yang bisa mendaftar. Banyak anak yang harus merelakan impiannya untuk masuk ke salah satu SMA favorit dan kadang menjadi batu sandungan bagi anak-anak yang kurang mampu karena terpaksa mendaftar pada SMA swasta dengan biaya yang tinggi. Masih banyak pro kontra yang terjadi. Banyak yang mengatakan sistem zonasi tidak seharusnya dicabut, melainkan ditingkatkan dan diberi investasi lebih.

Hampir sebagian besar orang tua, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia, menginginkan fasilitas pendidikan terbaik bagi anak-anak mereka. Orang tua rela mengeluarkan biaya sebesar mungkin hanya untuk mendapatkan pendidikan terbaik bagi anak mereka dan demi menjamin masa depan anak mereka. Dikutip dari jurnal Desa dan Kota dalam Potret Pendidikan, oleh Azwar Yusran Anas, Agus Wahyudi Riana, dan Nurliana Cipta Apsari, bahwa sekolah yang kualitasnya bagus karena memiliki pengajar yang kompeten, fasilitas lengkap, dan siswa-siswanya cerdas akan semakin bagus. Sistem zonasi memungkinkan masyarakat dari golongan menengah kebawah untuk bisa menyekolahkan anak mereka dengan bantuan-bantuan biaya yang disediakan pada sekolah-sekolah negeri tersebut. Namun, masih banyak yang meragukan karena memang pada dasarnya infrastruktur pendidikan di Indonesia belum merata dan juga besarnya kesenjangan sistem pendidikan yang ada di kota maupun daerah pedesaan.

Sistem dan infrastruktur pendidikan menjadi salah satu penyebab adanya ketidakefektifan dalam sistem zonasi ini. Ketidakmerataan infrastruktur pendidikan, kurangnya tenaga pendidik, dan perbedaan kualitas dari para lulusan merupakan beberapa alasan kenapa beberapa sekolah hanya menjadi cadangan. Tetapi disamping hal itu, sistem zonasi masih tetap diperlukan dan diberlakukan. Banyak anak karena hal ini masih bisa bersekolah karena jarak rumah yang dekat dengan sekolah, meskipun dengan nilai yang cenderung pas-pasan dan adanya pemerataan pendidikan dari seluruh lapisan masyarakat. Dikutip dari jurnal Dampak Pemberlakuan Sistem Zonasi Terhadap Mutu Sekolah dan Peserta Didik, oleh Riski Tri Widyastuti, dampak positif lainnya adalah menghilangkan diskriminasi sekolah. Hal ini menambah keyakinan bahwa sistem zonasi sangat diperlukan di Indonesia.

Menurut saya, kebijakan sistem zonasi pada saat ini sudah menjadi langkah yang cukup baik untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia. Pernyataan tersebut tidak menjadikan langkah pendidikan di Indonesia untuk berhenti berkembang. Banyak pihak yang menyarankan untuk tetap mempertahankan sistem ini, namun dengan investasi yang lebih banyak demi mengembangkan infrastruktur dan memperkecil jurang kesenjangan antara pendidikan di desa dan kota. Hal positif seperti bisa bersekolah jika masuk dalam kawasan ataupun mulai hilangnya diskriminasi sekolah harus kita pertimbangkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image