Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ridhan Nur Arafah

BPJS Gratis, Untung atau Rugi?

Khazanah | Tuesday, 22 Aug 2023, 14:12 WIB

Indonesia merupakan salah satu negara yang turut menjamin kesehatan warganya secara konkrit. Hal ini tercermin dari adanya jaminan sosial dan kesehatan yang saat ini diatur oleh sebuah badan bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Meskipun disebut sebagai jaminan, tidak serta merta membuat lembaga ini memberikan layanannya secara cuma-cuma kepada masyarakat yang menjadi anggotanya.
Setiap bulannya, anggota dari badan ini yang hendak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan biaya yang ringan diharuskan untuk melakukan pembayaran secara rutin sebagai dana yang akan digunakan untuk membayar biaya kesehatan di mitra BPJS itu sendiri.

Belakangan, santer terdengar di masyarakat, berbagai usulan untuk membebaskan biaya keanggotaam badan ini atau biasa disebut 'BPJS Gratis'. Tentunya banyak masyarakat yang gembira dan menyambut baik usulan ini. Tetapi, kita tidak bisa melihat hanya dari satu sisi saja yaitu dari sisi masyarakat, tetapi juga dampak bagi lembaga itu sendiri. Apakah dengan pembebasan biaya BPJS, lembaga ini dapat tetap konsisten memberikan pelayanan yang baik? Dan jika tidak ada lagi iuran rutin, dari manakah sumber dana yang akan diambil untuk membiayai operasionalnya?

Dari sisi masyarakat, pembayaran iuran rutin BPJS seringkali dianggap memberatkan, apalagi jika diikuti dengan kenaikan secara berkala terutama dampaknya terhadap masyarakat miskin. Ketentuan tarif itu sendiri diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan, yang mengatur juga terkait berbagai kategori peserta yang iurannya berbeda. Hal lain yang memberatkan ialah tidak sebandingnya iuran pembayaran dengan pelayanan yang didapatkan. Birokrasi yang rumit, kecurangan beberapa oknum dan perbedaan perlakuan membuat masyarakat dikhawatirkan enggan menggunakan pelayanan BPJS, seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Klinik Indonesia, dr. Yul Rizal.

"Akan banyak orang enggak mau bayar, karena tadinya dia sanggup, sekarang menjadi tidak."

Sedangkan dari pandangan pemerintah, BPJS dilihat sebagai sebuah sistem jaminan sosial yang bersifat Gotong Royong, dimana masyarakat yang kaya membantu masyarakat yang miskin dengan membayar iuran yang lebih besar dan tepat waktu. Hal ini yang belum disadari oleh masyarakat pada umumnya, sehingga terjadi penunggakan iuran yang menyebabkan defisit pada lembaga BPJS tersebut. "Pada 2016-2018, tunggakan iuran peserta mandiri mencapai sekiranya 15 triliun," ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan, M.Iqbal.

Defisit ini menyebabkan BPJS kesulitan untuk menanggung semua pelayanan kesehatan anggotanya, karena jumlah iuran tidak sebanding dengan jumlah pengguna layanan. Sehingga, wacana untuk pembebasan biaya BPJS merupakan hal yang tidak mudah dari sisi pemerintah.

Oleh karena itu, diperlukan suatu skema bersama yang menjadi jalan tengah untuk menjembatani antara keberatan masyarakat dengan kepentingan pemerintah, agar ditemukan win-win solution tanpa harus mengabaikan salah satu pihak, dan dapat terus memastikan keberlangsungan dari pelayanan BPJS baik kesehatan maupun ketenagakerjaan. Jikalaupun pembebasan biaya tersebut tetap ingin diusahakan, maka perlu dilakukan analisis mendalam disertai tranparansi dan akuntabilitas lembaga selama proses penentuan skema yang ada nantinya, terutama mengenai sumber dana yang akan dipakai, diusahakan agar tidak merugikan salah satu pihak, atau menimbulkan celah bagi perilaku Korupsi di kemudian hari nantinya.

Diperlukan evaluasi dan koreksi atas sistem yang sudah ada, serta kesadaran lebih mendalam dari para peserta untuk bersama mewujudkan BPJS menjadi lembaga penjamin sosial yang Gotong Royong sesuai dengan identitas bangsa Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image