Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mulyadi

Sebuah Penjelasan Ilmiah Tentang Sepotong Gorengan yang Tersisa

Sana Sini | 2023-08-20 08:03:19

Barangkali Anda pernah mengalami situasi berikut: Anda sedang berkumpul bersama karib atau kawan-kawan Anda. Di tengah-tengah, tersedia sepiring gorengan, entah berupa bakwan, bala-bala, tahu isi, molen, dan kawan-kawan. Sembari mengobrol, Anda dan teman-teman mencomot lantas mengunyah gorengan tersebut, satu demi satu. Maka di sinilah kemudian keanehan itu terjadi. Ketika gorengan di atas piring tinggal tersisa satu potong, ia tiba-tiba menjadi sangat awet. Tiada yang berkenan menjamah. Semua orang tampaknya segan mengambil gorengan yang tinggal satu-satunya itu. Mengapa demikian?

Sepotong gorengan yang semua orang enggan memungutnya. (Dok. Pribadi)

Belum ada seorang pun filsuf atau ilmuwan yang menjelaskan fenomena tadi. Socrates, Plato, Hegel, Kant, maupun Descartes entah kenapa sepertinya luput memikirkan masalah ini. Saya mencoba berselancar di mesin pencari demi mencari jawaban. Hasilnya nihil. Memang ada beberapa artikel yang membahas hal ini, namun ia tidak memberikan penjelasan yang logis dan rasional. Hanya sebatas duga perasaan belaka.

Ada yang menjawab bahwasanya mungkin orang-orang yang mengelilingi gorengan itu sudah kenyang, sehingga sisa satu gorengan itu tak terhabiskan. Tapi jawaban ini kurang masuk akal. Sulit membayangkan bahwa beberapa orang dari beragam latar belakang dan volume perut yang bervariasi bisa mengalami kondisi kenyang dalam waktu bersamaan secara mutawatir.

Lama saya mencoba merenung memikirkan hal ini. Hingga akhirnya saya tiba pada sebuah analisis berikut:

Anggaplah dalam piring itu ada 15 potong gorengan, sementara jumlah manusia yang mengelilinginya ada 4 orang. Tatkala Anda dan teman-teman bergantian mencomot gorengan, maka seiring berjalannya waktu, kuantitas gorengan tersebut berkurang satu demi satu sesuai deret hitung matematika.

Gorengan yang awalnya berjumlah 15 potong, berkurang menjadi 14, 13, 12, dan seterusnya hingga sampai pada angka keramat: 1.

Maka perhatikanlah, manakala kuantitas gorengan berubah dari 15 menjadi 14 akibat satu gorengan diambil oleh orang pertama, tidak akan tampak perubahan yang signifikan secara visual pada tumpukan gorengan tersebut, meski jumlah mutakhirnya telah berkurang sedikit ketimbang sebelumnya. Begitu pula ketika diambil lagi satu potong, yang menyebabkan jumlah gorengan berubah dari 14 menjadi 13. Diambil lagi menjadi 12. Dicomot lagi jadi tersisa 11. Tetap belum ada perbedaan visual yang mencolok!

Indera penglihatan manusia tanpa sadar berupaya membuat komparasi kondisi piring antara sebelum dan sesudah gorengan dicomot oleh orang per orang. Bagi mata kita, perbandingan jumlah 15 gorengan dengan 14 gorengan di atas piring, tampak sama saja. Pun saat membandingkan 7 potong gorengan dengan 6 potong gorengan, bagi kita tak jauh beda. Yang nampak dalam pemandangan masihlah piring dengan setumpuk gorengan di atasnya.

Nah, kondisinya akan jauh berbeda sewaktu gorengan di atas piring tersisa satu. Apabila satu gorengan ini diambil, maka pasca-pengambilan ini akan terjadi kevakuman atau kekosongan gorengan. Yang tersisa hanya piring belaka. Sebelum pengambilan, ada dua jenis entitas yang tersaji di hadapan pengamat, yakni piring dan gorengan. Setelah pengambilan, terjadi ketiadaan atas entitas gorengan tadi. Sekarang hanya ada piring kosong melompong. Betapa perbedaan yang teramat kentara.

Eureka! Inilah yang menyebabkan orang enggan melahap potongan gorengan terakhir. Siapa pun yang berani melakukan hal tersebut, ia akan terbebani secara psikologis lantaran merasa sebagai penyebab kosongnya piring sekaligus tumpasnya entitas perwujudan gorengan. Kendati misalnya orang yang memakan gorengan terakhir tadi secara empiris hanya melahap total dua potong gorengan saja, sedangkan ketiga temannya yang lain ada yang sudah makan tiga atau bahkan empat potong, tetap saja ia akan tertekan rasa bersalah. Akibat terjadinya sebuah perubahan revolusioner: yang tadinya di atas piring terdapat gorengan, kini tinggal piring saja. Walaupun tentu, teman-temannya tak akan secara eksplisit menuduhnya sebagai penghabis gorengan.

Dibutuhkan mental sekuat baja untuk menjadi seorang pemakan potongan gorengan terakhir. Sanggupkah Anda melakukannya?

***

Penulis adalah pendiri Taman Baca Sahabat Buku. Sehari-hari bergiat sebagai guru sekolah dasar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image