Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Public Trust Rendah, Ada Apa?

Politik | Thursday, 06 Jul 2023, 07:34 WIB


Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. Hasil survei menempatkan partai politik dan DPR/DPRD menjadi lembaga terendah yang dipercaya masyarakat. DPR/DPRD menjadi lembaga yang dipercaya urutan ke-14 dan partai politik berada di urutan ke-13 berdasarkan survei yang dilakukan LSI. Sementara lembaga negara di posisi ke-12 adalah institusi kepolisian, pengadilan ke-11 dan Kejaksaan Agung (Kejagung) ke-10. Survey ini dilakukan pada tanggal 10 sampai 17 Februari 2023. Target populasi survei ini adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon, atau sekitar 83 persen dari total populasi nasional.

Public Trust Rendah, Mengapa?

Lembaga atau institusi kenegaraan seperti DPR/DPRD adalah sebuah wadah yang menampung dan menjalankan aspirasi rakyat. Mereka adalah representatif rakyat, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan menjadi point penting tugas mereka. Faktanya sekarang mengapa kepercayaan publik (public trust) terhadap kinerja DPR/DPRD begitu rendah? Rendahnya kepercayaan publik kepada lembaga demokrasi juga menunjukkan rendahnya kepercayaan publik atas sistem demokrasi itu sendiri.

Seperti jamak diketahui bagaimana cerobohnya DPR dalam memahami amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tertanggal 25 November 2021 terhadap perkara Nomor 91/PUU- XVIII/2020 yang menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat secara formil dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan tersebut dibacakan. Jadi perintah MK bukan untuk merevisi UU, melainkan memperbaiki UU Cipta Kerja. Yang dilakukan DPR justru melakukan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Tentu hal ini menyakiti hati rakyat, mengingat UU ciptaker nyata sangat tak berpihak kepada rakyat.

Aspek kegentingan yang terkesan dipaksakan demi memuluskan UU tersebut, semakin memperjelas posisi DPR sebagai wakil partai. Bukan wakil rakyat. Wajarlah bermunculan opini di tengah masyarakat bahwa para pejabat publik ini adalah petugas partai. Bukan petugas rakyat yang menjadi representatif umat. Mereka lebih memprioritaskan kepentingan partai ataupun oligarki dalam mensahkan sebuah UU. Melansir dari web resmi Kemenkumham.go.id yang menyatakan lemahnya DPR dalam melahirkan UU dan banyak tersusupi kepentingan asing. Bahkan Badan Intelejen Negara (BIN) mensinyalir ada 72 UU yang disusupi kepentingan asing, di antaranya UU Pendidikan Nasional (No 20 Tahun 2003), UU Kesehatan (No 23 Tahun 1992) dan UU Kelistrikan No 20 Tahun 2002. Juga UU Sumber Daya Air (No 7 Tahun 2004), UU Penanaman Modal Asing (No 25 Tahun 2007), UU Migas (No 22 Tahun 2001), UU Pemilu (No 10 Tahun 2008) dan UU Perbankan yang kini tengah digodok pemerintah untuk direvisi.

Di sektor perbankan dan energi/pertambangan, dominasi modal asing merajalela sehingga aset nasional kian menyusut. Rakyat kian menderita, serta jauh dari definisi sejahtera.

Islam dan kepercayaan publik

Tentu semua ini tak lepas dari posisi Indonesia yang mengadopsi sebuah sistem kenegaraan dengan ideologi kapitalis demokrasi. Dimana didalam menjalankan aturan bernegara tidak lah berpijak kepada syariat agama sebagai rujukan. Kebebasan kepemilikan menjadi hal lumrah. Kepemilikan umum yang harusnya dikelola negara dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat justru diizinkan dimiliki oleh pengusaha (lokal/asing). Kedudukan dan fungsi parpol didalam sistem demokrasi dan islam sungguh jauh berbeda. Didalam demokrasi fungsi parpol sekedar sebagai kendaraan untuk memuluskan langkah agar bisa duduk di kursi parlemen. Orang-orang yang terpilih dalam parlemen pun bukanlah SDM kapabel yang memahami kerja sebagai sosok negarawan. Mereka bekerja untuk partainya dan demi menjaga “keamanan”lahan bisnisnya melalui regulasi UU. Sedangkan islam menilai bahwa kerja parpol adalah dakwah. Amar Maruf nahi mungkar.

SDM yang terpilih adalah sosok kapabel dengan dedikasi sebagai negarawan. Ia akan sepenuh hati menjalankan amanahnya sebagai pelayan umat. Ia akan membuat kebijakan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah serta semata ditujukan untuk terpenuhinya kebutuhan umat. Kecintaannya pada umat melahirkan ikatan yang kuat antara dia dan umat. Pemimpin yang amanah akan dicintai rakyatnya, begitupun sebaliknya. Inilah yang akan menjadikan rakyat percaya dengan sepenuhnya kepada wakil rakyat dan juga anggota parpol. Ini karena mereka ada untuk memimpin umat menuju kehidupan yang mulia. Dan sistem kehidupan yang seperti ini hanya niscaya terwujud jika khilafah menjadi institusinya. Wallahu a’lam bish showab.

Tri Maya

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image