Peran ZISWAF dalam Memulihkan Ekonomi Pasca Pandemi
Ekonomi Syariah | 2023-06-26 19:09:48ZISWAF (Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf) telah menjadi semakin populer di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Pada awal tahun 2020, wabah Covid-19 muncul dan menyebar di Indonesia mulai pertengahan Maret. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan Covid-19 sebagai pandemi karena penyebarannya yang cepat di seluruh dunia. Pandemi ini telah berdampak pada berbagai sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sektor lainnya, termasuk di Indonesia. Secara khusus, sektor ekonomi Indonesia mengalami penurunan pendapatan masyarakat, peningkatan pengangguran, penurunan aktivitas ekspor-impor, dan lain-lain. Dampak perekonomian yang menurun ini juga menyebabkan peningkatan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2021, tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 10,14%, dengan jumlah penduduk miskin mencapai 27,54 juta orang. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengungkapkan bahwa sebelumnya pemerintah telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 9,22% pada September 2019. Namun, akibat pandemi Covid-19, tingkat kemiskinan kembali meningkat di atas 10%.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi dampak pandemi ini. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan paket kebijakan penanggulangan Covid-19 senilai Rp 405,1 triliun, yang mencakup perlindungan sosial sebesar Rp 110 triliun, sektor kesehatan sebesar Rp 75 triliun, pemulihan ekonomi sebesar Rp 150 triliun, dan insentif serta stimulus KUR sebesar Rp 70,1 triliun.
Peran ZISWAF dalam Mengatasi Kemiskinan di Indonesia
Dalam mengatasi kemiskinan, ekonomi Islam memiliki pendekatan khusus, yaitu melalui praktik zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) yang telah dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Zakat khususnya dapat meningkatkan stimulan konsumsi dan produksi bagi mustahik, yang pada gilirannya akan menciptakan permintaan (demand) yang berdampak pada peningkatan pasokan (supply) secara bertahap, yang akhirnya akan memulihkan keseimbangan transaksi ekonomi.
Zakat diberikan kepada asnaf yang berhak menerima sesuai dengan yang tercantum dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60. Salah satu asnaf yang diberikan zakat adalah fakir dan miskin. Secara konseptual, zakat dapat membantu mengatasi kemiskinan dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, terutama dalam era pandemi. Namun, jumlah dana yang terkumpul melalui sektor ZISWAF relatif masih kecil, meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar zakat melalui Badan Amil Zakat atau lembaga Amil Zakat (BAZNAS) atau lembaga amil zakat lainnya, sehingga besaran zakat tidak tercatat secara akurat. Selain itu, berzakat melalui BAZNAS atau LAZ juga memastikan distribusi yang adil dan merata.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan langkah-langkah strategis dan taktis. Sebagaimana yang dikutip dari baznas.go.id, pada tingkat makro, BAZNAS memiliki mandat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang bertujuan untuk meningkatkan manfaat zakat guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mengatasi kemiskinan. Selain itu, BAZNAS, Laznas (Lembaga Amil Zakat Nasional), dan BWI (Baitulmaal wat Tamwil) dapat terlibat secara aktif dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Mereka juga dapat menginisiasi kerja sama strategis dengan kementerian, terutama Kementerian Agama, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan.
Sebagai masyarakat dan umat Islam, kita dapat berperan aktif dalam memulihkan ekonomi dan mengatasi kemiskinan di Indonesia dengan melaksanakan zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Lebih baik lagi jika kita berzakat melalui badan resmi seperti BAZNAS atau lembaga yang bertanggung jawab seperti LAZ. Dengan demikian, kita dapat ikut serta dalam mensejahterakan umat dan membantu mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.