Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Krisis Literasi Sebagai Ladang Hoaks Masyarakat Indonesia

Pendidikan dan Literasi | Sunday, 04 Jun 2023, 11:40 WIB

Mengutip data terbaru dari UNESCO yang menyebutkanbahwa Indonesia berada pada urutan kedua dari bawah tentang literasi dunia, yang berarti minat baca masyarakat sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Riset berbeda yang bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca,Indonesia berada di peringkat atas dibanding negara-negara Eropa.

Fakta kedua, dari 34 provinsi di Indonesia, hanya ada 9 provinsi yang termasuk kategori literasi sedang, 24 provinsi termasuk kategori literasi rendah, dan satu provinsi termasuk kategori literasi sangat rendah. Sulawesi Selatan sendiri menempati peringkat ke-11 dengan skor indeks 38,82. Sementara itu, Sulawesi Selatan juga memiliki nilai indeks yang rendah yaitu 27,94 pada indeks dimensi budaya yang meliputi kebiasaan membaca. Beberapa temuan penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara minat baca, kebiasaan membaca, dan literasi membaca. Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia tentunya akan menyebabkan rendahnya kebiasaan membaca, dan rendahnya kebiasaan membaca akan mempengaruhi kemampuan membaca yang tentunya juga akan menjadi lemah.

Ternyata ada fakta lain yang mengejutkan, meskipun minat masyarakat Indonesia untuk membaca buku rendah, data wearesocial Januari 2017 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia dapat melihat layar ponselnya selama kurang lebih sembilan jam sehari. Tidak dapat disangkal bahwa orang Indonesia berada di urutan kelima dunia dalam jejaring sosial. Berdasarkan data ini, Jakarta menjadi kota paling cerewet di dunia maya karena jumlah kicauan dari akun Twitter siang hari yang paling banyak digunakan melebihi Tokyo dan New York. Informasi dalam laporan ini berasal dari penelitian yang dilakukan oleh Semiocast, sebuah lembaga independen yang berbasis di Paris.

Namun, sayangnya masyarakat Indonesia lebih mempercayai berita-berita palsu atau yang biasa disebut hoaks. Penyebaran berita hoaks tentunya semakin marak di era digital, cepatnya penyebaran informasi ini membuat masyarakat sulit untuk memilih informasi yang bisa dipercaya. Salah satu jenis saluran yang paling banyak berkontribusi dalam penyebaran berita hoaks adalah media sosial. Dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukan bahwa pengguna media sosial terbanyak ada pada usia 13-18 (99,16%) dan urutan kedua usia 19-34 (98,64%), dari data tersebut sudah diketahui bahwa jika ada isu yang tidak benar akan secepat apa informasi itu menyebar.

Pakar Information Technology (IT) dari Universitas Krsiten Duta Wacana Yogyakarta Budi Sutedjo mengatakan “Kalau literasi pembaca rendah, amat mudah bagi pembaca dibohongi dengan berita hoaks, berita atau informasi yang dibuat seolah-olah benar, seolah-olah meyakinkan”. Tentu saja, rendah literasi di Indonesia juga menjadi salah satu faktor besar yang menyebabkan masyarakat lebih mempercayai berita hoaks. Hanya sedikit orang yang membaca berita hanya dari halaman awal atau di bagian bawah berita. Tanpa melihat semua isi berita dan tanpa mencari berita yang lebih spesifik lagi, karena biasanya beberapa berita menarik kesimpulan berita yang menyimpang dari isi berita.

Dari fakta-fakta diatas dapat menyebabkan beberapa akibat, seperti masyarakat yang menjadi pemalas, kurangnya pengetahuan dan tidak bisa berpikir kritis. Dengan ini gerakan literasi sebagai solusi melawan hoax saat ini perlu terus ditingkatkan. Menghidupkan kembali literasi media inilah kunci dan solusi menangkal hoaks, karena gerakan literasi media bisa membuat masyarakat melek media dan tak mudah dibohongi oleh media. Ayo lebih bijak dalam menggunakan media sosial, manfaatkan teknologi yang ada sebaik mungkin sesuai dengan keguanaannya.

Salsabillah Nur Aulia

Mahasiswi Universitas Airlangga

Ilmu Informasi dan Perpustakaan 2022

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image