Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri Sahira Bastari

Peran Orang Tua pada Anak Secure VS Insecure

Eduaksi | Friday, 02 Jun 2023, 15:00 WIB
image by Stephanie Pratt from Pixabay

Memiliki anak yang tidak hanya sehat raganya tetapi juga psikologisnya tentunya menjadi hal yang diinginkan oleh orang tua. Proses dalam menjadikan anak sehat secara psikologis memang tidak mudah, diperlukan peran orang tua di dalamnya. Kehadiran orang tua dalam membangun hubungan yang kuat dengan anak yang biasa disebut dengan kelekatan. Kelekatan adalah relasi emosional yang dibuat oleh individu yang bersifat spesifik karena merupakan suatu kelekatan jangka panjang (Cenceng, 2015). Kelekatan memiliki beberapa pola yang setiap polanya tergantung dengan peran orang tua di dalamnya.Pola kelekatan ini merupakan teori yang dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris yang bernama John Bowlby.

Pada teori ini, Bowlby (1958) mengatakan bahwa masa krusial pentingnya kelekatan antara anak dengan orang tuanya berada pada usia 0 hingga 5 tahun. Kelekatan berperan penting dalam perkembangan anak hingga dewasa nanti. Bowlby juga menjelaskan konsep dasar attachment yaitu attachment sebagai bentuk pertahanan dari sesuatu yang jahat dan kebutuhan terpendam sepanjang hidup manusia. Ia dibantu oleh temannya yaitu Mary Ainsworth (1969). Sehingga teori ini menjadi lebih empiris dan dapat membantu untuk memahami bagaimana kualitas hubungan yang baik karena ada peran orang tua di dalamnya.

Pada teori Bowlby terdapat empat fase kelekatan seperti fase indiscriminate sociability, discriminate sociability, spesific attachment, dan fase partnership. Keempat fase tersebut harus dilalui dengan peran orang tua yang responsif terhadap anak sehingga anak akan bisa memupuk kepercayaan kepada orang tua. Anak akan merasa aman, nyaman, dan merasa diterima karena kebutuhan cintanya terpenuhi. Interaksi yang konsisten akan menghasilkan bonding yang baik antara anak dengan orang tua, sehingga timbullah pola kelekatan yang aman (secure attachment). Anak dengan secure attachment memiliki sikap yang responsif, percaya diri, mandiri, penuh dengan kasih sayang, memandang dirinya berharga, dan menjalin hubungan yang positif dengan teman sebayanya (Fadillah dkk, 2021).

Tetapi sayangnya tidak sedikit juga yang tidak mendapat peran orang tua yang seharusnya sudah menjadi hak anak. Jika ada peran orang tua yang selalu responsif secara konsisten, maka ada pula orang tua yang memberi respon tidak teratur atau bahkan sama sekali tidak responsif. Hal ini dapat menghasilkan kelekatan yang tidak aman seperti anxious attachment yang dibagi menjadi dua yaitu resistant dan avoidant, lalu ada juga disorganized.

Menurut penelitian Ainsworth yang ditulis oleh Jeromy Holmes (1996), orang tua yang memiliki anak dengan pola kelekatan anxious-avoidant cenderung bersikap hanya seadanya, hanya menjalankan tugasnya sebagai orang tua dan bersikap kasar, orang tua dengan anak yang anxious-resistant attachment cenderung mengabaikan emosi yang ada pada anaknya dan kurang memenuhi kebutuhan anaknya, dan orang tua dengan anak yang disorganized attachment cenderung memberi banyak tekanan pada anaknya. Ketiga kelekatan tidak aman tersebut berdampak pada hubungan interpersonal anak dengan orang lain di masa yang akan datang. Berikut perbedaan hubungan interpersonal anak yang secure dan insecure:

Hubungan Interpersonal Anak yang Secure

Hasan dan Shaver (dalam Universitas Psikologi, 2018) mengatakan anak yang secure mempunyai hubungan interpersonal yang sukses saat dewasa. Hal ini terjadi karena kesan yang dihasilkan oleh hubungan yang kuat antara anak dengan orang tua yang responsif. Anak yang memiliki attachment style secure mempunyai tiga aspek pola dasar dalam membuat hubungan interpersonal :

1. Tidak memiliki keraguan saat bertemu dengan orang lain. Anak yang secure paham bahwa orang yang dibutuhkan akan menemuinya meskipun membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Mereka dapat memaklumi jika mendapat penolakan karena tipe setiap orang berbeda-beda dan akan lebih berhanti-hati.

2. Perasaan aman yang merupakan perasaan untuk menentukan sebuah kualitas dari komunikasi. Perasaan aman dapat membuat seseorang mengungkapkan apa yang ia mau, rasakan, dan pikirkan tanpa merasa takut ditertawakan. Hal ini dijelaskan oleh Collins (dalam Universitas Psikologi, 2018).

3. Memandang diri dan orang lain secara positif seperti optimis dan percaya diri. Mereka juga cenderung akan mempertahankan pola kelekatan secure (Universitas Psikologi, 2018).

Hubungan Interpersonal Anak yang Insecure

Anak yang pola kelekatannya tidak aman berdampak pada perkembangannya karena ia mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan yang menyebabkan terganggunya kelekatan dengan orang tuanya. Beberapa dampak yang terjadi pada anak akibat pola kelekatan yang tidak aman:

1. Anxious-avoidant attachment

Pada kelekatan ini biasanya anak sering mendapatkan penolakan dari orang tuanya saat kecil sehingga ia menarik diri dari lingkungannya dan tidak mau berinteraksi seolah-olah tidak membutuhkan orang lain. “kemandirian” nya ini sebagai bentuk pertahanan diri untuk tidak stress saat ia membuka diri ke lingkungannya.

2. Anxious-resistant attachment

Pola ini terjadi karena kurangnya kelekatan anak pada orang tuanya sehingga ia menjadi sangat bergantung kepada orang lain dan kurangnya rasa percaya diri. Jika mempunyai pasangan mereka biasanya selalu bertanya “sebenarnya kamu sayang gak sih sama aku?”

3. Disorganized attachment

Pola ini merupakan pola campuran. Biasanya sewaktu kecil anak terlalu sering mendapat kekerasan dari orang tua, mereka tumbuh di lingkungan yang menormalisasikan kekerasan. Akibatnya, mereka cenderung mengalami perubahan mood yang terkadang mereka sangat ingin diberi afeksi tetapi merasa tidak pantas untuk dicintai. Anak dengan pola ini akan kesulitan menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain.

Oleh karena itu, peran ayah dan ibu sangat dibutuhkan untuk psikologis anak yang lebih baik. Orang tua perlu pemahaman yang penting tentang bagaimana cara merawat anak dan memperlakukannya dengan benar. Orang tua harus melihat bahwa cara mereka memperlakukan anak akan berdampak pada perkembangan anak di masa depan.

Referensi

Jeremy Holmes. (1996). Attachment, Intimacy, Autonomy. Jason Aronson Inc, 4-6.

Nancy L. Collins. (1996). Working Models of Attachment : Implications for Explanations, Emotions, and Behavior. Journal of Psychology and Social Psychology, 71 (4), 826.

Fadillah, N., Rasmani, U.E.E., & Rahmawati, A. (2021). Pengaruh Secure Attachment terhadap Kemandirian Anak Kelompok B Gugus Mawar Matesih Karanganyar. Jurnal Pendidikan Anak, 10 (2), 157-163.

Universitas Psikologi. (2018). Teori Psikologi Perkembangan Attachment (Kelekatan) Menurut Para Ahli. UniversitasPsikologi.

Cenceng. (2015). Perilaku Kelekatan Pada Anak Usia Dini (Perspektif John Bowlby). Lentera, IXX(2).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image